Suara sirenne ambulan disusul dengan pergerakan roda ranjang dorong rumah sakit. Tepat diatasnya sesok remaja tergolek kesakitan dengan luka mengangah di sekujur tubuhnya.
Darah mengucur merembes pada kameja putihnya. Salah satu dari keluarganya berteriak keras meminta pada dokter terbaik yang ada di rumah sakit ini. Masih dalam kondisi sadar, sosok itu merintih, kesakitan. Mengenggam erat tangan ayahnya. Tak mau berpisah.
"Ayahh... Sakiittt..??" Rintihnya. Air matanya mengalir deras begitu pun juga dengan ayahnya yang setia menggenggamnya kuat.
"Tahan ya sayang, janji ke ayah kamu harus baik-baik saja." Harapnya, ikut mendorong ranjang itu menuju ke ruang ICU. Ketika dilihatnya para dokter dan juga perawat sudah siap mengambil alih.
"Anda harus menunggu diluar, pihak medis akan berusaha menangani keadaannya." Ucap seorang perawat. Sebisa mungkin berusaha mengusir kekhawatiran itu.
"To-long selamatkan anak saya?"
Perawat itu mengangguk. Segera menutup pintu ruangan itu sebelum tangan Ayah dan anak itu terlepas. "Ayahh... jangan tinggalin Jaemin...?"
Drekk!
Betapa nelangsanya hati seorang ayah melihat anak kandungnya merintih kesakitan, sementara dirinya lah orang yang seharusnya menerima rasa sakit itu.Jaehyun tertunduk dalam di kursi panjang. Penampilan serba berantakan, pakaian kusut, juga bekas lebam dimana-mana. Sungguh jauh dari kata Jaehyun Si CEO sukses yang selama ini dikenal khalayak.
Semua ini adalah salahnya. Bencana besar melanda keluarganya hampir di waktu 24 jam. Dimulai dari pernyataannya untuk menikahi kekasihnya, Jisung yang kehilangan kendali, Jaemin yang kecewa dan ujung-ujung menjadi korban tragedi maut ini.
Jaehyun kurang tahu apa yang terjadi tepat di depan gedung apartemen milik kekasihnya. Mark dan Jisung yang terlibat percekcokan panas. Antara menahan juga marah terhadap adik bungsunya itu. Cerita orang di lokasi mereka juga terlibat baku hantam. Jisung yang terjatuh, tidak sadar bahwa sebuah mobil dari sisi jalan siap menghantamnya.
BRAAKK!
Bukan Jisung yang terlempar, Justru Jaemin lah yang bergulung-gulung di jalan raya. Gerakannya respek mendorong Jisung, mengorbankan diri untuk ditabrak mobil asal adiknya selamat.
Hanya berselang semenit, Jaehyun yang mendengar sirenne ambulance dari bahwa merasa kaget. Tidak menyangkah anak-anaknya telah bertindak sejauh ini.
"Maaf nak?" Lirihnya. Sendirian di bangsal rumah sakit, tanpa siapapun yang sengaja dia kabari. Jaehyun hanya merasa bersalah. Sendirian pula sosok Jaemin datang di rumahnya, membawa senyum manis juga keceriaan berbeda dalam keluarganya.
Jungwoo memberinya kesempatan untuk hidup bersama buah hatinya, namun dia justru menyia-nyiakan kepercayaan itu.
Menyesal adalah perasaan bodoh yang sejak dua jam tadi menderanya. Beberapa fokusnya teralihkan menjadi satu pada keadaan Jaemin. Sampai tidak menyadari beberapa langkah kaki telah mendekatinya terburu-buru.
"Jaehyun apa yang terjadi, dimana Jaemin?"
Sama sekali tidak memiliki niatan untuk memandang penanya tersebut. Jaehyun justru menatap kosong ruang IGD. Membayangkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang terjadi pada anaknya kelak. Ayolah, andai kemungkinan itu memang ada, dia ingin bertukar posisi.
"Jaehyun jawab aku, dimana anakku?" Ujarnya bergetar di setiap tarikan napas. "Dia baik-baik saja denganku tadi, mengapa jadi seperti ini?"
Dan pada detik itu Jaehyun menoleh. Mendapati Jungwoo yang sama paniknya denganya. Entah apa yang membuat perasaan bersalah tiba-tiba teramat melekat. Terlebih saat tatapan mereka beradu, dengan air mata yang siap terjatuh.Faktanya Jaehyun bukanlah ayah yang baik.
YOU ARE READING
Not A Cinderella Story (MARKMIN-NOMIN-SUNGJAEM) REPUBLISH
FanficJaemin terpaksa hidup diantara ketiga saudara tirinya. Mark si penindas bak dementor Jeno si dingin yang kalau ngomong mbayar atau Jisung yang suka ndusel-ndusel alus...