W.

398 30 0
                                    

Jisung menerobos masuk di ruang VIP sebuah rumah sakit. Melihat kakak kesayangannya terbaring di ranjang dengan ayah serta kakak-kakaknya yang menunggunya. Tampak terkejut dengan kedatangan Jisung yang tiba-tiba, terlebih saat Jisung sengaja menyingkirkan Jeno agar posisinya menjadi lebih dekat ke Jaemin.

Lalu disusul kedatangan Chenle dibelakangnya. Mencengkram kaos belakang kekasihnya itu seolah memberikan pesan kekuatan bahwa ini bukan kesalahannya. Jisung mungkin menjadi satu-satunya yang paling bersalah. Namun bersyukur keadaan kakaknya tidaklah parah.

"Jisung, ayo bicara sama ayah sebentar nak?" Pintah Jaehyun. Mengajak Jisung keluar sebentar dan beruntungnya itu langsung disetujui. Dibawanya Jisung ke sebuah ruangan milik dokter pribadi yang sudah dikenalnya.

"Ayah kalau mau ngabisin Jisung, nunggu kakak sadar dulu. Jisung pengen lihat wajah Kak Jaemin sekali lagi..." Ucapnya bergetar. Berbeda sekali dengan Jisung yang biasanya bersifat 'nyalak' sekarang hanya sisa seorang remaja yang berusia 16 tahun.

"Sini tangan kamu?" Ayahnya justru menarik lengannya. Menyingkap kaos panjangnya hingga terpaparlah bekas sayatan-sayatan yang memanjang. Ada yang masih baru, pun luka lama. Bukan tidak tahu bahwa Jisung selalu melakukan self harm ketika dia merasa sebersalah ini.

Dengan telaten Jaehyun mengobati luka anaknya itu, memberinya alkohol yang dibasahi kapas. Kebanyakan darahnya telah mengering, sehingga menimbulkan ringisan sedikit sakit.

"Jisung tahu kan kalau ayah sayang banget sama kamu?"

Anak itu mengangguk. Seolah lupa dengan Jisung yang kemarin menghabisi ayahnya dengan babak belur. Memang sejatinya dia anak yang manis seperti mendiang istrinya dulu.

"Jisung juga tahu ayah bakal berusaha nurutin semua permintaan kamu?" Bicara lagi dengan pelan dan penuh kelembutan agar anak itu merasa nyaman.

"Sekarang ganti ayah yang minta sesuatu ke Jisung, boleh?"

Antara mengangguk perlahan. Luka di tangan anaknya ia balut dengan plester memanjang. "Ayah mau Jisung sembuh, jadi ayah mau Jisung berobat."

Mata sang anak itu sontak membeku. Berobat yang dimaksud tentu saja pergi ke luar negeri. Membawanya pada psikiater berlisensi untuk menyembuhkan segala trauma dan rasa sakit yang dia terima.

Antara ragu dan tidak, Jisung menatap mata ayahnya dalam. "Ayah mau buang Jisung?"

"Enggak nak, ayah yang bakal temanin kamu disana. Sementara kakak-kakak kamu disini dulu. Nanti kalau Jisung sembuh, kita akan kembali sama-sama." Tuturnya cepat-cepat. Tidak mau anaknya salah paham lagi dan berujung membuat gaduh rumah sakit.

"Jisung mau sama Kak Jaemin." Ucapnya lirih. Wajahnya sudah memerah karena sedih.

Jaehyun mengerti. Penjelasan dari Jungwoo kemarin membuatnya paham bahwa Jisung memang anak yang benar-benar butuh perhatian dan kasih sayang. Kesalahan Jaehyun hanyalah terlalu sering meninggalnya. Berpikir bahwa segalanya baik-baik saja dan ternyata tidak.

"Jisung bakal ketemu sama Kak Jaemin lagi kalau sudah sembuh. Mau yah?"

Merasa frustasi, rasanya ia tidak tahu jalan apalagi guna membujuk bungsunya ini. Keadaan Jisung benar-benar gawat. Para dokter menyarankan rumah sakit jiwa sebagai opsi terakhir, namun Jaehyun tak sampai hati melakukannya. Mungin berobat ke luar negeri, membawanya pada psikater berlisensi dapat mengobati mentalnya itu.

Sampai ia perhatikan gerakan pelan kepala anaknya yang mengarah keatas dan kebawah. Jisung mengangguk pelan. Menyandarkan kepalanya pada lengan kokoh ayahnya dengan meremat ujung kamejanya pelan.

Untuk pertama kalinya, Jaehyun merasakan basah pada lengannya. Adalah tangisan pertama anak bungsunya. Jisung yang dari luar tampak tangguh, baik-baik saja adalah yang banyak menangis. Siapa yang tahu di malam-malam sebelumnya anak itu memang selalu kesulitan tidur, dihantui mimpi buruk serta tidak kekhawatirran berlebih. Alih-alih mencati kesembuhan dia malah mencari pelampiasan.

Not A Cinderella Story (MARKMIN-NOMIN-SUNGJAEM) REPUBLISHWhere stories live. Discover now