14 : Ta'aruf

4.7K 120 0
                                    

Seperti sebelumnya, ada Maya yang ruangannya berada persis di depan ruangan Abraham. Kali ini, tidak ada Anin yang ramah malah terlihat lebih tegas dari sebelumnya. Setelah menikah, aura Anin dan Abraham terlihat lebih terpancar di banding sebelumnya.

"Selamat Siang, Pak, bu" sapa Maya dengan ramah. Namun, ia menatap ke arah Abraham dengan tatapan memujanya, dan berubah sinis saat menatap Anin.

"Tolong, Jadwal saya untuk satu minggu ini di re-schedule, sore ini saya sama istri berangkat ke Bandung" ujar Abraham, tidak ada kesan ramah seperti saat sebelum Abraham menikah.

"Tapi pak, banyak meeting yang -",

"Re-Schedule. Pak Frans sudah beri saya izin" potong Abraham dengan cepat kemudian lelaki itu merengkuh pinggang istri kecilnya dengan posessif dan berjalan memasuki ruang kerjanya.

Maya menghentakkan kakinya sebal. Bagaimana bisa ia kalah dengan Mahasiswa semester 2 itu?

Sepasang suami istri itu kemudian memasuki ruangan milik Abraham, semuanya masih sama seperti apa yang Anin lihat sebelum menikah. Abraham kemudian mengecek beberapa dokumen dan Anin menonton Film di ruangan istirahat milik Abraham. Keduanya sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Hingga sebuah ketukan di pintu ruangan Abraham menginterupsi keduanya,

"Masuk!" seru Abraham dengan nada tegas dan terkesan dingin.

"Pak, 5 menit lagi ada meeting divisi. Semua anggota Divisi sudah berada di ruangan meeting" ujar Maya dengan nada yang di buat halus. "Lalu setelah itu, bapak akan langsung meeting bersama pak Harridh dan Pak Devan, mengenai proyek yang akan segera dilaksanakan" sambungnya.

Tepat saat Maya menyelesaikan kalimatnya, Anin keluar dari ruangan pribadi Abraham. Araham yang mendengar suara pintu kemudian menoleh ke arah tempat istrinya sedang berdiri, kemudian lelaki itu berdiri dan menghampiri istri kecilnya.

"Mas, meeting dulu ya sayang" ujar Abraham yang kemudian merengkuh tubuh kecil istrinya kedalam pelukannya. Anin, ia hanya mengangguk dalam dekapan Abraham, ia juga memeluk Abraham seraya mengusap punggung lelaki-nya.

"Maaf ya, kamu jadi mas tinggal" sambung Abraham seraya menatap Anin yang kini berdiri di hadapannya setelah melepas pelukan mereka.

"Gak apa, Mas. Aku nanti ke kantin ya?" tanya Anin yang kini menatap ke dalam netra milik suaminya itu.

"Ini uang sama atmnya pegang ya" ujar Abraham seraya menyerahkan keduanya kepada Anin, saat wanita muda itu hendak protes, "Gak boleh nolak. Uang  bulanan, akan Mas kirim kesini, uang jajan kamu akan mas kirim ke rekening pribadi kamu. Ini Nafkah lahir dari mas untuk kamu dan keluarga kecil kita" sambung Abraham dengan tegas, Anin hanya mengangguk seraya menerima apa yang telah Abraham berikan padanya. Lelaki itu kemudian mengecup singkat dahi dan bibir Anin.

"Mas, meeting dulu ya sayang. Tunggu mas sampai selesai, kalau ada apa-apa bilang sama mas" ujar Lelaki itu lagi, kemudian ia berjalan keluar, dengan Maya yang membukakan pintu untuknya.

Kini Anin sedang menikmati pemandangan kota yang padat dari jendela besar yang berada di ruangan Abraham. Saat ia ingin duduk, ia tak sengaja melihat setumpuk dokumen dan ponsel milik suaminya. Abraham itu tipe bos yang tidak ingin di bawakan keperluannya oleh sekretarisnya. Jadi, sudah tak heran jika barang-barangnya ada yang tertinggal.

Anin lantas berinisiatif membawakan semuanya kepada Abraham. Wanita muda itu kemudian berjalan menuju arah yang di tunjukan oleh salah seorang Office Boy. Begitu ia sampai di lantai itu, kasak-kusuk terdengar dari dalam ruangan meeting, terlebih saat melihat seorang gadis cantik yang berjalan disana. Anin mengetuk pintu kaca itu sekilas, lantas mengalihkan atensi yang awalnya untuk Maya, kini seluruh Anggota divisi yang di pimpin langsung oleh Abraham menoleh kesana, namun tidak dengan Abraham pria itu bahkan tak menoleh sedikitpun, ia fokus pada layar laptopnya. Anin kemudian masuk dan berjalan menuju Abraham.

Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang