16 : Ruangan Abraham

9K 120 0
                                    

"Apa saya pernah memberikan proposal atau CV untuk ta'aruf dengan kamu?" tanya Abraham to the point, Maya menegang di tempatnya saat mendapat pertanyaan telak itu. Wanita itu bahkan kini tak berani menatap Abraham, terlihat jelas jika ia sendang gugup berhadapan dengan Anin dan Abraham terlebih setelah pertanyaan itu terlontar.

Maya menggelengkan kepalanya sekilas, Anin melotot melihat gelengan kepala itu. "Terus, kenapa mbak ngaku-ngaku?" tanya Anin, pertanyaan itu terdengar tegas saat keluar dari mulut Anin. Maya kini menatap tak suka ke arah Anin.

Pintu ruangan Abraham di ketuk dari luar, suara itu berhasil menginterupsi yang ada di dalamnya. Saat pintu terbuka, disana ada Hanna, Sabrina, dan juga Algi. "Saya izin undur diri -",

"Gak! Mbak Maya diem disini, saya belum selesai" ujar Anin dengan tatapan menusuk ke arah Maya. Mau tidak mau, wanita itu berdiri di tempatnya.

"Saya sama Hanna mau ngasih surat izin penelitian, pak" ujar Sabrina seraya menyerahkan 3 surat pada Abraham.

"Punya gue?" tanya Anin.

"Aman!" jawab Sabrina seraya mengacungkan ibu jarinya.

"Ngaku-ngaku ta'aruf sama suami orang. Pake acara bilang saya murahan, anak kecil gatel, ngejar harta?" tanya Anin lagi.

Kini Maya yang di buat melotot karena, bagaimana mungkin Anin mengetahui semua yang ia katakan pada teman-temannya. Maya hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Anin, terlebih ia malu karena kartunya di bongkar di depan Algi dan kedua teman Anin.

"Sorry to say ya, kalau kedengeran sombong di kuping Mbak Maya, maaf banget. Anak bungsu dari seorang Derrel Muhammad Hilmi yang namanya Anindira Gistara, gak mungkin nikah cuma karena harta. Apasih keinginan si Bungsu ini yang gak di turutin? Apa sih kemauan si bungsu ini yang gak di kasih? Bilang sekarang juga sejam lagi udah ada barangnya. Ngapain nikah karena harta? Kebetulan, keluarga saya masih sangat mampu menuhin semuanya yang saya mau, ngapain punya ambisi nikah sama orang kaya biar kecipratan kaya? Kalau berani, gosipin mas Abraham dong, jangan saya. Mas Abra yang ngajak saya nikah loh, gak perlu pakai baju seksi buat godain, dia udah tergoda sama saya" jelas Anin seraya menatap dingin ke arah Maya, tatapannya begitu menusuk, sampai Maya enggan menatap wanita muda itu.

"ish! mendadak bisu?" tanya Anin yang menatap dengan tatapan penuh permusuhan pada Maya.

Kini, tidak ada tatapan tak enak dari Maya. Wanita itu justru semakin menundukan kepalanya, terlebih saat mengetahui jika Anin adalah anak bungsu dari Derrel yang jarang terlihat batang hidungnya di dalam acara-acara perusahaan.

"Maaf pak, bu saya tidak bermaksud apa-apa, namun memang benar jika saya sangat menyukai pak Abraham, jauh sebelum beliau mengenal ibu" ujar Maya terdengar lirih, namun di buat seolah dia yang paling tersakiti disana. Anin berdecih saat mendengar jawaban dari Maya.

"Mbak, tahu kapan saya mengenal mas Abraham?" tanya Anin,

"Sejak masuk kuliah. Tahun lalu" jawab Maya dengan percaya diri.

Anin tertawa mengejek, begitupun Algi dan Abraham. "Saya kenal Mas Abraham itu sejak saya kecil. Sementara mas Abraham, dia tahu saya sejak saya Bayi. Bahkan dulu saya sering diasuh oleh kedua anak pak Frans. Mbak Tahu gak kalau pak Frans punya dua anak?" tanya Anin, kini nada angkuhnya terdengar sangat jelas. Maya menggeleng sekilas dan itu membuat Anin kembali tertawa meremehkan wanita itu.

"Jadi, tahu apa Mbak tentang suami saya dan saya?" tanya Anin. Maya diam, karena ia sadar kalau ia memang tidak mengetahui apapun tentang mereka yang berada di hadapannya.

"Jangan pernah merasa paling deket sama mas Abraham, karena sebetulnya Mbak tidak tahu apapun tentang dia" Sambung Anin lagi.

"Tapi, bagaimana bisa pak Abraham lebih pilih kamu di banding saya?" tanyanya, sangat terlihat tidak tahu malu bukan?

Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang