Assalamualaikum teman-teman, kali ini elkyeee come back dengan membawa bacaan baru buat kalian nih. Masih ingat Ian dan Ana kan, masih sabar nunggu cerita mereka gak? Yuk buruan baca. Jangan lupa kepoin di karya karsa juga yah karena di sana elkyeee bakal publish lebih cepat.
Happy reading guys 🤗
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Ana mengamati keadaan sekitarnya, ia menatap Tante Mawar dengan perasaan sedikit tidak yakin. Entah benar atau tidak keputusannya ini yang pasti ia akan mencobanya terlebih dahulu.
"Terus ini kita ke mana dulu Tante?" Tanya Ana bingung, lantaran mereka sedari tadi masih duduk di dalam mobil.
"Bentar nunggu Abang Ian, biar dia yang ngarahin" ucap om Fahri sambil tersenyum tipis.
"Kamu siap kan tinggal di sini? Nanti kalau ada apa-apa bilang sama Abang Ian aja. Kalau uang kamu abis juga minta aja sama Abang okeh" ucap Tante Mawar.
"Ana siap, lagian kan Ana yang minta buat tinggal di sini." Ucap Ana meyakinkan.
Jujur ia merasa tidak enak dengan Tante Mawar dan om Fahri, sedari kecil ia terus merepotkan mereka. Padahal ia bukan siapa-siapa di keluarga mereka, ia hanyalah anak malang yang sudah tidak mempunyai orang tua, di rawat dan di besarkan oleh sang nenek.
Sampai suatu ketika keluarga om Fahri pindah di sebelah rumah kami, dan mulai ikut andil dalam merawatnya dengan seksama. Bahkan nenek sempat cerita, awalnya Tante Mawar hendak mengadopsinya, tetapi hal itu di tolak oleh nenek. Namun itu tidak membuat mereka marah, justru malah terus merawatnya dengan penuh kasih sayang.
"Ndutttt! Kumat apa kamu tiba-tiba pengin tinggal di pondok" seru seorang laki-laki yang tiba-tiba masuk ke dalam mobil, dan duduk di samping Ana.
Ana melihat Ian dengan malas. "Suka-suka Ana lah" ujar Ana sinis.
"Dih jutek amat mbak." Ucap Ian menggoda, kemudian menatap kedua orangtuanya. "Jadi gimana bunda? Mau daftar di sekolah yang mana?" Tanya Ian memastikan, soalnya di kawasan ini terdapat 2 sekolah. Dan Ian sempat meminta Ana untuk memilih.
"Yang Deket aja bang" ujar Ana memberi tahu.
"Tapi sekolahnya gak terlalu bagus, kalau menurut Abang sih mending di sekolah yang satunya lagi, lebih bagus, juga termasuk sekolah terbaik." Saran Ian.
"Gak mau ana maunya yang Deket aja."
"Tap-i"
"Ana gak mau loh, kok Abang maksa sih" ujar Ana kesal.
Fahri menatap keduanya gemas. "Yaudah kita daftar di sekolah yang Deket aja, biar Ana juga gak kecapean."
Selesai mendaftar sekolah dan membeli barang-barang lain, kini mereka akan so'an ke ndalem. Tentunya bersama dengan Ian. Namun di saat yang sama ada juga yang akan so'an.
Ana menatap perempuan di depannya sekilas, saling pandang sebentar sebelum mereka berdua masuk untuk so'an. Ia duduk di samping Tante Mawar, melihat gadis di sampingnya sepertinya ia orang berpengaruh. Dengan sambutan yang baik, seolah-olah sudah saling mengenal dengan pemilik pondok pesantren.
Selesai so'an Ana masuk ke dalam pondok dengan Tante Mawar untuk menaruh barang di kamar tempat ia tinggal, sedangkan om Fahri dan Ian menunggu di kedai coffe depan pondok.
"Makasih Tante, maaf yah Ana ngerepotin Tante Mulu" ujar Ana saat sampai di kamarnya.
"Tante malah seneng loh bantu kamu, tau sendiri kan Ian gimana. Apalagi sekarang kamu tinggal di sini Tante pasti bakal kesepian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mubayyin [On Going]
Teen FictionUsaha Ana dalam mencari keberadaan sang ayah membuatnya harus tinggal di pondok pesantren, dan berada dalam pengawasan Ian, tetangga sekaligus ustad di pesantren itu. Walau di awal merasa terkekang dan tidak membuahkan hasil, namun kedekatannya deng...