Chapter 10

19 3 2
                                    

Happy Reading guys🤗
●●●●●●●●●●

Kicauan burung di dahan pohon mangga depan masjid putra membuat suasana yang khas bagi para santri, para burung itu senantiasa menemani pagi hari mereka yang di penuhi kegiatan mengaji.

Suara lalaran dan lantunan bait-bait hafalan bersautan dari satu penjuru ke penjuru lain, karena setiap angkatan mengkaji kitab yang berbeda.

Pagi ini cukup menjengkelkan bagi Ana, karena saat ini ia dan Ella harus berlari secepat mungkin untuk berhasil memasuki gerbang. Nampak dari kejauhan pak satpam sudah siap menutup gerbang sekolah.

"Pak jangan pak, jangan di tutup dulu!" Seru Ana dengan nafas ngos-ngosan, dan akhirnya berhasil masuk.

"Ya Allah kuatkan fisik hambamu ini." Ucap Ella lirih, mengelap keringatnya.

Kemudian mereka berdua langsung berjalan ke koridor kelas, tampak di bangku depan kelas terlihat Haris yang sedang membaca buku, sesekali membenarkan kacamata. "Rajin amat mas, pagi-pagi dah baca buku." Cetus Ana, masuk ke dalam kelas dan meletakkan tas. Lalu kembali keluar dan duduk di samping Haris.

"Apalagi Ana? Kamu ganggu." Beber Haris, dengan enggan ia memperlihatkan cover buku pada Ana yang sedari tadi menarik-nariknya.

"Ouh buku ini, kayaknya pernah lihat deh." Ucap Ana sambil mengingat-ngingat, buku ini tampak sangat familiar di matanya.

"Ini buku punya kakang pondok." Jelas Haris, kembali membaca buku dengan judul Api tauhid.

"Punya siapa?" Tanya Ana yang masih penasaran.

"Punya kang Ian." Jawab Haris singkat, pergi meninggalkan Ana duduk sendirian.

"Pantesan." Gumam Ana pelan, dulu ia pernah melihat buku itu di bawa pulang oleh Ian, bersama dengan Altha dan juga Zaynal, dan di saat itu pula pertama kalinya ia jatuh cinta pada Altha.

Siang hari itu, sepulang sekolah dengan muka babak belur Ana langsung menuju rumah Tante Mawar. Karena bisa di pastikan jika ia langsung pulang ke rumah, hanya akan membuat neneknya khawatir dan marah.

Jadi Ana pergi ke rumah Tante Mawar dengan niatan mengobati lukanya terlebih dahulu. Begitu di depan rumah ia memencet bel berkali-kali, walau sering di suruh untuk langsung masuk tapi ia masih canggung, dan tidak enak.

"Tante, bidadari dateng nih." Seru Ana keras dari pintu depan.

Ana mengambil handphone dan berniat menelepon Tante Mawar, sebelum akhirnya pintu rumah itu terbuka. Ia mendongak dengan wajah heran, melihat siapa yang membuka pintu.

"Who are you?" Celetuk Ana, sedikit terpana dengan wajah tampan laki-laki di depannya. "Ya kali Ian jadi berubah ganteng gini." Gumamnya kecil, tapi masih bisa di dengar laki-laki di depannya.

"Gue Altha, lo siapa?" Jawab Altha, menatap penampilan anak kecil di depannya. Dengan wajah lebam, dan seragam sekolah putih biru tak lupa tas gendong berwarna putih.

"Apa apa Al." Timpal Ian dari belakang, keluar menggunakan baju hitam dan sarung. "Ya ampun cil, kamu abis berantem sama siapa?!" Seru Ian frustasi, melihat wajah lebam Ana.

Mubayyin [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang