Chapter 6

68 5 3
                                    

Happy Reading guys🤗

●●●●●●●●●●●●

Goresan warna demi warna tampak beradu indah di atasan kanvas, tangan penuh cat itu tampak dengan telaten memberikan beberapa ornamen tambahan pada lukisannya. Kemudian setelah di rasa sempurna laki-laki itu mundur beberapa langkah, menatap hasil karyanya dengan wajah puas.

"Deadlinenya kapan?"

Pertanyaan dari Zaynal membuat Ian meletakan kuasnya, kemudian menyusul duduk di sofa. "Buat nanti sore, paling abis diniah baru bisa di ambil." Jawab Ian sambil menyesap kopi kaleng yang di bawa Zaynal.

"Ouh, kabar Ana gimana?" Tanya Zaynal.

"Gue belum sempet nemuin dia lagi, lagian dia dah besar biarin aja lah yang penting gak buat keributan." Jawab Ian sambil menyenderkan tubuhnya di sofa, tubuhnya begitu lelah.

"Tapi gue masih heran aja nih yah, kok bisa sih keluarga Lo begitu Deket sama Ana. Padahal kalian gak ada hubungan darah." Tanya Zaynal, padahal dulu ia juga sempat menanyakan hal yang sama tapi tidak di jawab oleh Ian.

Ian menghela nafas pendek. "Bunda tuh sedari gue kecil pengin punya anak cewek, tapi udah gak bisa karena rahimnya di angkat. Nah pas gue pindah ke desa, tepatnya di samping rumah Angel bunda tuh suka banget liatin Angel main."

Ian kembali meneguk kopinya. "Apalagi pas tau Angel udah gak punya ibu, dan cuma tinggal sama neneknya. Di situ bunda bilang kalo pengin ngadopsi Angel, tapi sayangnya hal itu gak di setujui nenek Angel." Ujar Ian sambil menatap lukisannya.

"Awalnya bunda sedih, tapi nenek Angel bilang. Kalo dia gak bisa ngelepasin Angel tapi kalau bunda tetep kekeh buat deket Angel sama nenek di bolehin tuh, akhirnya mereka ngerawat bareng, ya dengan hak asuh tetap di keluarga angel. Jadi bunda sama ayah cuma ikut ngerawat, walau kadang pas kecil angel sesekali ikut tidur di rumah bareng ayah bunda, sedangkan gue di telantarkan." Jelas Ian sambil tersenyum kecil.

"Terus ayah Ana." Tanya Ian lagi, kali ini ia meneguk coffe Ian.

"Gue gak tau jelasnya gimana, tapi ibunya cerai pas waktu hamil Angel. Ntah sekarang dimana, mungkin dia kembali ke China secara dia orang sana."

"Pantes yah Angel cantik banget, ibunya blasteran indo-prancis ayahnya orang China."

Ian hanya tersenyum kecil, kemudian memejamkan matanya. Dalam pikirannya ia berkali-kali memikirkan alasan mengapa Ana datang ke pondok, dan selalu berujung bunyi tanpa jawaban.

"Gue mau tidur bentar, nanti kalau ada tamu atau orang Telpon tolong Lo handle dulu." Ujar Ian meminta tolong Zaynal, kemudian pergi ke lantai atas untuk tidur di kamar.


○○○○○○

Sepulang dari sekolah dengan panas-panasan, Ana langsung berganti baju diniah karena 20 menit lagi jam pelajaran pertama akan di mulai. Rasanya baru beberapa hari di sini ia sudah pengin keluar, sungguh lebih baik ia kembali berkerja di kedai di bandingkan di sini.

"Ana cepetan ayok."

"Sabar El, ini lagi nyari kitab." Ujarnya sambil mencari kitab Jurumiah yang entah ada di mana.

"Nanti kalau telat kita di takzir, aku gak mau yah kalau harus towaf muter lapangan." Ucap Ella sambil menatap kelas Ana.

"Iya ayok-ayok." Ujar Ana sambil menarik tangan Ella, jujur selain perempuan itu ia tidak begitu dengan dengan santri lainya.

Di tengah perjalanan, sedikit berdesakkan dengan santri lain. Ia melihat Lukman dan Haris yang tengah membonceng Samsul.

"Ayok cepetan Ana." Ujar Ella mengajak berlari kecil.

Mubayyin [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang