Twenty One

1.4K 124 14
                                    

Donghyuck menghelanya napas pelan, ia terlihat frustrasi dan banyak pikiran. Bahkan sudut matanya berair dan bengkak dengan wajahnya yang memerah karena terlalu banyak menangis.

"Kenapa memasang kau wajah seperti itu?" Renjun bertanya dengan malas. Kisah hidup sang teman terlalu dramatis untuk Renjun, dan ia sudah lelah terlibat dengan lelaki itu.

Donghyuck hanya menjawabnya dengan desahan lelah dan mengucek matanya. Kedua bahunya merosot turun dengan lemah.

"Sekali lagi kau mendesah begitu aku akan menyiram wajahmu dengan teh chamomile milikku." Renjun melotot kesal.

"Hei!" Donghyuck berteriak tidak terima sambil menyedot ingusnya. "Aku ini sedang sedih tahu. Jangan terlalu jahat."

Renjun memutar bola matanya tidak peduli. "Makanya jangan membuat orang ikut stres. Coba ceritakan apa yang terjadi. Atau aku akan pulang."

Donghyuck malah menghembuskan napas dengan gusar, dan Renjun benar-benar hampir saja menyiram kepala lelaki itu jika Donghyuck tidak membuka mulutnya. "Jeno berubah setelah beberapa bulan ini." Desahnya. "Aku hampir tidak mengenalinya lagi."

"Dan kenapa begitu?" Renjun bertanya, tidak sabaran.

"Kau tahu, awalnya hanya karena Markㅡ"

"Mark?" Renjun menyela. Membuat Donghyuck melotot. "Maaf, lanjutkan."

"Seharusnya aku yang marah. Jeno dan Mark bertengkar di pemakaman ayahku. Dan ya, aku melakukan hal yang tepat. Aku mendiamkan Jeno selama beberapa hari. Tetapi ia tidak melakukan apa pun dan malah balik marah padaku." Ujar Donghyuck dengan menggebu-gebu.

"Hmm..." Renjun terlihat berpikir sambil menggaruk dagunya yang tidak gatal. Welll, Renjun tahu semua akar masalah ini datangnya dari siapa. Walaupun agak kesal, tetapi Donghyuck masih temannya. Dan sebagai teman yang baik, walaupun posisi lelaki itu salah, Renjun akan tetap membela Donghyuck. Mungkin pada kesempatan lain ia akan memukul kepala kecil lelaki itu.

"Mark juga tidak menghubungiku setelah memberiku teka-tekinya." Kini ekspresi Donghyuck berubah menjadi marah dengan wajahnya yang semakin merah padam.

Renjun mengerutkan hidungnya. "Teka-teki? Apa maksudnya itu?"

Donghyuck memutar bola matanya malas. "Mengenai surel itu. Entahlah."

"O-oh. Lalu bagaimana?" Kini Renjun mulai semakin penasaran.

"Sama seperti sebelumnya. Aku masih belum menemukan apapun. Spam surelku kosong begitu juga dengan tempat sampahnya, aku juga tidak memblokir siapa pun. Dan Mark tidak pernah menghubungiku lagi setelahnya." Donghyuck mencebik sambil menyeka sudut matanya.

"Kau tidak bertanya pada Jeno?"

Donghyuck menggeleng lesu. "Pria itu tidak mengatakan apa pun selain berkata Mark hanya berbicara omong kosong." Jawabnya.

Renjun terlihat berpikir. Semua penjelasan Donghyuck kedengaran aneh menurutnya. "Tapi kenapa Mark bisa tahu? Maksudku Jeno yang melakukan ini semua. Seluruh pembicaraan ini, kenapa Jeno terlibat? Apakah ia tahu kata sandi surelmu?"

Donghyuck menggeleng. "Kami berbagi laptop yang sama. Tapi aku memang tidak pernah merahasiakan apa pun dari pria ituㅡkarena kami saling mempercayai, jadi kupikir itu tidak masalah. Aku bahkan tidak pernah membuka kotak masuk surel milik Jeno."

"Hmm.. tak kusangka Jeno bisa berbuat seperti itu." Ujar Renjun sambil menggelengkan kepalanya.

"Tapi aku tidak benar-benar yakin apa yang Jeno lakukan." Ujar Donghyuck, frustrasi. "Aku rasanya hampir kehilangan akal."

IrreplaceableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang