47. Pulang ke pondok

73.9K 4.5K 493
                                    


Cahaya mentari menerobos dicela-cela jendela ruangan yang bernuansa putih. Dimana ada sepasang kekasih yang masih tertidur, sampai salah satu dari mereka terbangun.

Lisa mengerjapkan matanya perlahan menyesuaikan cahaya. Ia menunduk kebawah saat melihat sebuah tangan melingkar manis di pinggangnya. Kemudian ia berbalik dan didapati wajah damai Rafan yang masih terlelap tidur.

Ia tersenyum tipis dikala menatap wajah damai Rafan. Lisa merasa gemes pada pria itu saat ia tertidur. Wajah seperti bayi sungguh berbeda jauh saat ia sedang marah. Kejadian sebelumnya, dimana Rafan yang begitu marah pada semua orang di pondok. Saat melihat dirinya dihukum cambuk karena sebuah tuduhan yang tidak benar pada dirinya. Sungguh kejadian itu tak akan pernah Lisa lupakan dalam hidupnya.

Tidak terasa satu buliran air mata menetes keluar begitu saja. Ia merasa terharu pada sosok laki-laki di hadapannya ini. Begitu beruntung ia dipertemukan dengan sosok laki-laki yang begitu mencintainya. Sampai isakan kecil membuat sang empu terganggu dari tidurnya.

Rafan kaget saat melihat istrinya menangis. "Bee. Kenapa? Ada yang sakit, hm?" Tangannya menangkup wajah basah Lisa.

Lisa menggeleng.

"Terus, kenapa kamu nangis?"

Lisa masih terdiam.

Pria itu meraih tubuh Lisa dan memeluk tubuhnya begitu lembut, ia juga mengelus punggung Lisa lalu membiarkan Lisa menyelesaikan tangisannya.

Merasa sudah lega. Lisa mendongak menatap wajah Rafan. "Mas" cicit Lisa dengan sisa tangisannya.

"Hm?" Dilihatnya mata sembab itu dengan begitu intens.

"Mas, kenapa bisa tahu kalau aku dihukum cambuk?"

"Adek Anza." Sembari fokus menatap matanya dan tak lupa ia menghapus sisa air mata diwajahnya.

Kening Lisa mengkerut bingung. Ia kemudian mengingat adek Anza yang dimaksud Rafan. Sampai sebuah kecupan mendarat di keningnya.

"Sahabat kamu, bee." celetuk Rafan setelah mendapatkan kecupan di dahi Lisa.

"Kila?"

Rafan mengangguk.

"Kamu beruntung punya sahabat seperti mereka," seraya mengelus wajahnya. Tatapannya tetap fokus menatap mata bulat itu.

"Lisa juga beruntung punya suami kayak, mas."

Rafan kembali mengeratkan pelukannya. Ia mencium puncak kepala Lisa yang terbalut jilbab hitam. Lisa memejamkan matanya menikmati pelukan hangat dari Rafan sampai sebuah pintu terbuka begitu saja.

"Assalamualaikum, bu-- set. Gue nggak liat Gubos! Sumpah deh" ucap Anza seraya menutup kedua matanya.

Lisa terbelalak kaget mendengar teriakkan Anza yang masuk secara tiba-tiba. Ia langsung menutup wajahnya dengan selimut.

"Maaf Gubos. Peliharaan gue lepas," sahut Azam yang baru datang dan lantas memegang kerah baju Anza layaknya hewan peliharaan.

Anza mendelik tak terima. "Apa Kata Lo! Peliharaan?! Lo kira gua monyet!"

"Shut... Diam. Lo nggak mau liat Gubos marah?" Azam berbisik. Kemudian Anza tersenyum kikuk kerah Rafan yang sudah menatapnya tajam.

"Eh, Gubos." Seraya memperlihatkan deretan giginya.

Ceklek

Suara pintu terbuka yang dimana Irul dan Panji baru datang. Mereka berdua tercengang ketika melihat ke arah branka dimana si ketua menatap tajam dan dilihat arah pandang yang mengarah pada duo A. Ditambah lagi Azam menenteng kerah baju Anza seperti kucing.

PESONA GUS  ( SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang