Esok paginya, Savanna masuk kerja lebih lambat dari biasanya. Ia harus mengantar Martha ke bandara guna berangkat ke Singapura hari itu. Selama dalam perjalanan, Martha tak berhenti menggenggam tangan Savanna serta mengusapnya lembut dengan jempolnya. "Mari kita fokus pada masa depan, Nana. Bunda ingin kita hidup lebih baik selama seratus tahun lagi."
Savanna terkekeh kecil mendengar itu namun tak pelak menganggukkan kepalanya, "Aku berdoa semoga Bunda sehat selalu."
"Bunda ingin sekali melihat kamu menikah, Nana. Maaf bunda membawa masalah ini lagi dan lagi. Hanya saja, Bunda ingin sekali kamu menikah saat bunda masih hidup. Biar Bapak juga lebih tenang kalau kamu sudah menikah."
Kali ini Savanna menatap Martha dalam dan penuh keyakinan. "Setelah resign, Nana janji sama Bunda akan berusaha mencari pendamping. Bunda percayakan sama Nana?"
"Percaya." kata Martha kemudian tersenyum lebar, "Bunda bangga sekali dengan kamu, Na."
Mengingat bagaimana Savanna, putrinya yang gigih dan keras kepala itu membantunya mencari nafkah di segala kesempatan sejak suaminya jatuh sakit membuat Martha sedih. Savanna nya yang periang menjadi sibuk setengah mati dan semakin keras setelah ditimpa badai tak henti-henti itu. Ia bahkan mengalah pada sang kakak, membiarkan wanita itu fokus belajar dan mengejar cita-citanya, biar dia yang mencari uang. Kini di usia Savanna yang tak lagi belia seperti dulu, sang putri masih segigih dulu dalam mengumpul pundi-pundi uang padahal keadaan ekonomi mereka sudah sangat membaik. Martha bersyukur Savanna menjadi wanita pekerja keras namun juga satu sisi sedih karena melihat sang anak yang harus mati-matian seperti itu. Banyak masa muda yang Savanna korbankan untuk keluarga dan itu membuat Martha merasa tak adil untuk Savanna.
Savanna telah menetapkan pilihan dan pikirannya. Dia sudah siap meninggalkan perasaan menjijikannya terhadap Pak Atasan nya itu. Move on bukan hal mudah, namun lebih mudah bersikap biasa saja dan tetap bodoh amat dengan sikap tak terganggu sama sekali seperti selama ini. Dia telah melakukan itu sepanjang karirnya, Ia pasti bisa bertahan sebentar lagi.
Setelah resign nanti, tak ada alasan untuk Savanna bertemu dengan Galih si manusia super sibuk itu. Maka semuanya akan lebih mudah.
Saat jam menjelang makan siang Savanna baru sampai ke kantor. Ia membeli santapan siang dari luar sekaligus untuk dua junior nya yang juga berada di kantor. Di lantai khusus mereka bekerja, Savanna langsung disambut oleh Sagara yang keluar dari ruangan Pak Reza.
"Halo, kak!" sapa Sagara pada Savanna. "Aku pesan ayam goreng bagian dada tadi, ada kan?" tanyanya antusias dengan mata berbinar-binar. Ia mengekori Savanna dari belakang menuju pantry.
"Ada." sahut Savanna pendek. "Sea dimana?"
"Oh, dia ke kamar kecil." sahut Sagara lalu membuka plastik makanan yang berisi nasi uduk tempat langganan mereka. Savanna juga membeli minuman boba kekinian yang tak jauh dari tempat Ia membeli makan siang tadi. Ada juga kue kecil dan cemilan yang Ia beli untuk stok di kantor. Sagara, Savanna dan Galih adalah manusia yang suka cemilan, maka kue ringan manis dan gurih apapun itu tak boleh kosong di lemari pantry.
Sagara bertepuk tangan girang melihat semua yang dibeli Savanna. Tak salah dia menyayangi perempuan baik budi itu.
"Selamat siang, Bu!" Sea muncul tak lama kemudian dengan rambut dan wajah yang basah dengan air. Tampaknya lelaki itu baru usai mencuci muka.
"Siang, Sea. Ini untuk kamu." Savanna mendorong jatah nasi uduk untuk Sea, lelaki berbadan besar itu berterima kasih pada Savanna dengan sopan.
Berbeda dengan Sagara dan Savanna yang pemakan segalanya, Sea sedikit pilih-pilih makanan. Apalagi makanan manis. Sea memberikan jatah boba kekinian nya untuk Sagara, sedang ia sendiri mengambil air mineral dingin dari kulkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Untuk Pak Bos ✔
ChickLitGalih Bramantio dipaksa menikah dalam waktu tiga bulan. Sedang diumurnya yang tak lagi muda itu, tak ada satupun wanita yang terjerat asmara dengannya. Rubina, wanita yang membuatnya tertarik saat pandangan pertama. Nabila, penyanyi wanita sukses...