23

6K 408 15
                                    

"Savanna,"

"Umm?"

"Kamu..sejak kapan berteman dengan Kaffa?"

Pagi Minggu di hari pertunangan antara Gama dan Sinta, Savanna muncul di kediaman mempelai pria itu. Seperti biasa, Savanna selalu memprioritaskan Galih diatas segalanya. Maka saat Ia berada disana, orang yang pertama Ia temui adalah atasannya itu. Nona Sekretaris itu harus lebih dulu mengurus segala keperluan Galih mulai dari pakaian yang akan digunakan hingga sarapannya.

Galih bertanya pada Savanna saat wanita itu mengeringi rambutnya. Ia telah berpakaian lengkap dan kini duduk di depan meja rias kamarnya dengan Savanna berdiri dibelakangnya, Galih dapat melihat Savanna dari cermin tersenyum tipis sebelum menjawan pertanyaannya.

"Tidak sengaja bertemu di warung mie, Pak." jawabnya sederhana. Ia membalas tatapan penasaran Galih melalui pantulan cermin. Savanna tak menyangka atasannya mengetahui tentang dia dan Kaffa, selama ini Galih cukup jarang aktif bermain media sosial. Ponselnya terbatas hanya untuk pesan teks, telfon dan juga e-mail.

"Kalian terlihat akrab," tambah Galih lagi.

Galih akan mengetahui Savanna bertemu dengan Kaffa diluar jika bukan Gama sang provokator yang memberi tahunya. Dokter muda itu sengaja masuk ke ruang kerjanya untuk mengacau. Ia menyodorkan ponselnya di hadapan Galih yang menampakan unggahan di media sosial Savanna tentang kebersamaannya bersama Kaffa.

Suasana hati Galih langsung berubah suram setelah melihat itu. Ia merasa dikhianati oleh Savanna. Walau Ia yakin, Savanna tak akan melakukan itu pada dirinya, Galih yakin. Savanna tidak banyak tingkah dan sangat bisa dipercaya.

Kaffa, sampai kapanpun Galih tak akan menyukai lelaki itu. Kehadiran lelaki itu di sini membuat posisinya di perusahaan terancam. Galih tak takut bersaing, toh dia yakin akan menang melawan Kaffa. Rekam jejak bisnis lelaki itu Galih tahu semua, namun Galih akan kalah telak dengan surat wasiat arwah ayahnya. Itu yang membuatnya semakin tak senang. Seandainya surat wasiat itu tak menjamin apa-apa, maka Galih tak akan melihat Kaffa sebagai noda di kapas putih.

Galih tahu, sebenarnya Ia tak ada alasan untuk membenci Kaffa. Alasan yang nyata. Hanya Ia benci situasinya dan Kaffa menjadi pelampiasan amarahnya. Belum lagi keluarga Kaffa yang menyebalkan.

"Akrab?" beo Savanna sambil berpikir sekejab, "Tidak." bantahnya kemudian, "Kami baru bertemu kemarin, Pak. Tidak ada hal yang bisa disebut akrab."

"Tapi, dia ada di media sosial kamu," celoteh Galih lagi yang kini terkesan sedang merajuk. Savanna diam-diam menghela nafasnya. Dalam hatinya Ia berdumel sebal karena atasannya pagi-pagi sudah banyak protes.

"Sagara juga sering masuk media sosial saya, Pak." Savanna memasang wajah datar dan menipiskan bibir karena geram pada lelaki berkemeja batik di hadapannya itu. Jawaban itu semakin membuat Galih merasa dongkol.

"Tidak ada yang seperti dalam pikiran bapak, Ok?!"

Galih mengerucut bibir kecil dan bersunggut dengan suara kecil, "Memangnya kamu tahu apa yang ada di pikiran saya,"

Keduanya tak lagi bicara karena kini Savanna mulai menata rambut Galih dengan serius, Ia mengaplikasikan vitamin khusus rambut dan juga gel yang akan membuat rambut lelaki itu tahan dari badai sekalipun. Tak lupa juga parfum rambut yang kini mulai sangat popular, ini merek yang sama dipakai oleh Savanna.

Galih memutar kepalanya kiri dan kanan, memastikan penampilan rambutnya sudah sempurna.

"Uuuhh!! bagus, Na. Thank you." Seru Galih puas yang dibalas senyum lebar Savanna.

"Rambut bapak mulai panjang, nanti potong dikit ya. Saya akan buat janji dengan salon langganan bapak." Galih mengangguk setuju. Ia menyukai rambutnya yang sekarang, lebih panjang dan saat ditata akan tampak lebih bervolum. Namun, Ia akan kerepotan menatanya sendiri dan juga Galih orang yang gampang merasa gerah.

Istri Untuk Pak Bos ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang