Gerung gerung gerung gerungungungngung gerrrrung
Haidar menyeka keringat dipelipisnya sambil bernafas lega. Akhirnya suara motornya kembali seperti semula. Setelah ini Haidar berjanji tidak akan coba-coba mengutak-atik motor lagi, entah apa yang salah kemarin setelah dia mengutak-atik motornya bersama dengan teman-temannya, suara motornya menjadi aneh. Sebelum orang-orang rumah menyadarinya dan nantinya dia dimarahi, dengan segera Haidar pun memperbaikinya.
Siapa sangka, saat Haidar sedang sibuk memperbaiki seorang bocah asik menontonnya layaknya menonton sebuah kartun. Anak itu khatam memperhatikan Haidar dari awal hingga selesai. Untung saja anak itu menonton dengan diam tak banyak tanya, jadi kehadirannya tidak menganggu Haidar. Tadinya jika anak itu berisik Haidar akan langsung mengusirnya, rupanya anak itu sedikit membantu ketika dia membutuhkan kunci-kunci yang letaknya cukup jauh dari jangkauannya.
Merasa aktivitas Haidar telah selesai, tidak ada lagi yang bisa dia tonton, anak itu pun bangkit dan akan pergi. Namun sebelum anak itu pergi, Haidar berinisiatif mengajaknya untuk naik ke motornya terlebih dahulu. Bagaimana pun anak itu tadi lumayan membantunya bukan? Jadi Haidar harus membalas budi dengan membuatnya senang.
Melihat anak itu masih diam tak kunjung naik ke jok belakang, Haidar pun kembali bicara. "Ayo buru naik! Mau ikut gak lo?"
"Serius bang?"
Haidar berdecak. "Serius ayo!"
"Emang mau kemana bang?" tanya anak itu. Jujur saja dia ingin ikut, dia sangat bahagia ketika Haidar mengajaknya, dia yakin Haidar akan membawanya jalan-jalan, namun disisi lain ada keraguan yang sulit dijelaskan.
"Udah, ayok naik aja!"
Dengan semangat 45 anak itu langsung naik ke boncengan Haidar, membuat Haidar hampir oleng dibuatnya. Haidar mengusap-usap dadanya. Untung saja dia bisa menahannya, anak itu naik tak kira-kira, bagaimana kalau mereka jatuh dan terluka? Tentu saja pasti Haidar yang disalahkan. Tidak lucu juga jika jatuh dari motor di depan rumah sendiri.
"Udah?" tanya Haidar memastikan.
"Udah bang," jawab anak itu dengan ceria
"Yaudah turun." melihat anak itu tampak akan segera memukul dirinya, Haidar segera melanjutkan ucapannya. "Becanda, pegangan takutnya lo terbang cil!"
Haidar langsung menghidupkan motornya dan segera berangkat. Anak itu bahagia bukan main.
Namun kebahagiaan itu hanya berlangsung sesaat.
Tanpa merasa berdosa Haidar memasukan motornya ke dalam garasi, bersama dengan anak itu di boncengannya. Haidar tertawa puas melihat ekspresi masam anak itu yang terlihat jelas di kaca spion. Haidar telah menghancurkan ekspektasi indah anak itu.
Anak itu langsung melompat turun dan hendak pergi, namun sebelum dia pergi dia sempat memukul punggung Haidar. Anak itu benar-benar kesal pada Haidar.
Haidar sempat mengaduh sebentar karena pukulan anak itu cukup kuat, tapi tak lama kemudian dia kembali tertawa. Ekspresi kesal anak itu sungguh lucu, lebih lucu dari Rian, kakak pertamanya yang memang agak emosian.
Haidar masuk ke dalam rumahnya masih dengan sambil tertawa, membuat seisi rumah langsung menatapnya heran.
Haidar adalah anak ketiga dari empat bersaudara, laki-laki semua.
Yang lahir duluan adalah Rian Akbar Fadhillah, atau yang kerap disapa 'Aa' oleh seluruh penghuni rumah. Rian yang paling tua tapi dia sering dikira paling bungsu oleh orang asing. Ayahnya aja ganteng sudah jelas Rian juga, ketambah mukanya sedikit ke china-chinaan semakin menambah ketampanannya.