27. Rumahmu dimana?

506 56 0
                                    

Semenjak masalah tidak diizinkan pergi touring Haidar semakin jarang berada di rumah. Pulang hanya sekedar mandi dan berganti pakaian. Kelakuannya itu membuat Nova gondok, rasanya ingin Nova menyuruh sekalian saja bajunya juga bawa pergi tapi Nova takut adiknya itu menurut dan betulan minggat.

Haidar itu seperti namanya, sangat berani, saking beraninya tak jarang dia nekat.

Nova makin bingung, bingung bagaimana mengatasi sikap Haidar tanpa nanti ujungnya bertengkar dengannya, itu sulit. Mengadu pada Rian sudah sering ia lakukan.

Kekhawatiran yang Rian khawatirkan dulu benar-benar terjadi. Haidar dan Naufal bertengkar hanya karena seorang perempuan.

Setelah bertanya berkali-kali Nova akhirnya mendapat informasi, Naufal bercerita tentang alasan mengapa dia marah pada Haidar dan mengapa Naufal tidak mau Haidar sampai ikut touring.
Haidar akan jadian dengan Raya saat touring.

Alasan yang terdengar sangat konyol, Nova benar-benar tidak habis pikir dengan kedua adiknya. Naufal juga salah, harusnya jika dia ingin kembali dengan Raya, ya kejar, berusaha buat dia suka dengan dirinya lagi, bukan malah bertengkar dengan kakaknya yang sekarang Raya sukai.

Omong-omong masalah percintaan mereka berempat tidak ada yang mulus, semuanya memiliki masalah. Tentang Rian, dia berencana pulang dekat-dekat ini untuk melamar Ninda, bukan atas cinta, tapi karena dorongan tetangga.

Entah keputusan yang benar atau salah, nyatanya Rian masih mengharapkan Maya. Nova dan Kania sudah usai lama, orang rumah tak ada yang tau apa masalahnya, yang jelas hati Nova sangat terluka.

Malam ini rumah keluarga Abas kembali didatangi keluarga Ninda, berniat membahas lebih lanjut tentang yang direncanakan. Ayah masih sangat ragu, bingung harus menanggapi bagaimana, beliau takut salah kaprah, ini semua harus atas keputusan Rian, sedangkan anak pertamanya itu masih diperantauan.

Nova melirik Ninda yang tampak sangat luyu, gadis itu pasti tertekan dan sangat malu. Nova pun menghampirinya dan mengajak keteras untuk berbicara.

"Va, keluarga teteh maksa banget ya?"

Nova tak langsung menjawab dan memilih diam membiarkan Ninda menyerukan semua yang dia pendam terlebih dahulu.

"Gue malu banget, gue malu sama Rian, kesannya kayak gue maksa banget buat pengen nikah sama dia, padahal mah gak, gue gak maksa, gue juga gak mau nikah secepatnya." Ungkap Maya. Gadis itu menghela nafas sejenak

"Gue sama Rian kan temen Va, masa temen nikah?"

"Kalo ternyata emang udah jodohnya gimana teh? Gak ada yang tau siapa tau emang lo sama A Rian jodoh, kan?" Kata Nova.

"Jodoh darimana Va? Kita aja gak saling suka."

"Nanti lama-lama juga bisa suka, perasaan itu gak bisa ditebak datangnya."

"Kalo iya gitu dari dulu pasti gue udah suka sama Rian, tapi sampai sekarang gue gak ada perasaan apa-apa sama Aa lo, Va."

"Yakin gak ada? Atau dipaksa buat gak ada?" Tanya Nova.

Ninda terdiam.

"Gue denger dari Naufal, Teh," Lanjutnya.

•••

Semalam Haidar kembali menginap di sini, dimana lagi kalau bukan di warung rumah singgah yang sudah menjadi rumah keduanya. Sebenarnya Haidar juga tidak enak belakangan ini dia jadi sering numpang menginap, dan yang membuat Haidar makin tidak enak si bibi selalu menyajikan makanan, seolah-olah Haidar memang bagian dari orang rumahnya.

Sangat sungkan memang tapi Haidar tak ada pilihan lain dia juga malas berada dirumah, dikosan milik Aji, Haidar sedang bertengkar dengannya jadi sangat canggung, lagipula si bibi dan suaminya juga bilang dirinya tidak perlu sungkan karena mereka sudah menganggap Haidar seperti anak sendiri, bukan hanya Haidar anak-anak lain yang sering nongkrong juga dianggap demikian.

Haidar berencana pulang sebentar untuk mandi sebelum nanti pergi ke bengkel lutfi. Dia tiba di rumah mendapati ayahnya masih berada di rumah. Ini sudah agak siang padahal, apakah hari ini sang ayah tidak bekerja?

"Masih inget rumah?"

Langkah Haidar yang hendak masuki kamarnya itu pun terhenti, ia berbalik menghadap ke arah ayahnya yang duduk di kursi meja makan.

"Nginep dimana kamu?" Tanya ayah benar-benar ketus.

"Warung deket sekolah," Jawab Haidar jujur.

"Rumah kamu dimana?" Abas meninggikan suaranya, beliau benar-benar marah.

"Haidar juga gak tau," Jawab Haidar dalam hatinya.

"Malu-maluin, kayak gak punya rumah aja, tidur di rumah, ini rumah kamu, mentang-mentang udah bebas gak sekolah kelayapan terus kerjaan kamu. Sini duduk! Semalam ayah nunggu kamu pulang, Dar, ayah mau ngomong penting sama kamu tapi kamu malah gak pulang. Bunda mu bilang tiap malem kamu nginep di sana, rumah kamu itu disini atau disana hah?!"

"Disana," Ingin Haidar mengatakan itu, nyatanya disana memang lebih terasa kehangatan rumahnya.

Dengan berat Haidar duduk bersama sang ayah. Entah apa yang akan dibahas feeling Haidar akan menguras mood baiknya.

"Ayah tanya sekali lagi, kamu mau kuliah?"

Seketika Haidar menyesal pulang.

Haidar menggelengkan kepalanya seperti jawaban sebelumnya.

"Kenapa?"

"Ayah udah tau, kan." Kenapa ayahnya itu kembali menanyakan hal ini coba.

"Kamu mau langsung kerja? Yakin ada yang mau nerima lulusan SMA kayak kamu? Kamu mau kerja sama temen kamu itu? Kamu pikir gajinya bakal cukup? Pikirin kedepannya Haidar! Ini perihal masadepan kamu. Ayah gak kasih izin kamu langsung kerja, kamu harus kuliah."

Sudah Haidar duga pada akhirnya akan seperti ini.

"Sekarang jangan kebanyakan main gak jelas Dar, pikirin kamu mau masuk jurusan kayak kakak-kakak kamu atau sama kayak Naufal."

Mengikuti kakak atau adiknya, lagi-lagi Haidar tak boleh memutuskan semuanya sendiri. Haidar muak.

Semua sedang di tes, secepatnya sebuah fakta akan terbongkar, tinggal menunggu keterangan yang mungkin akan menyakitkan.

PERSEGI | 00L dreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang