Setelah dirasa cukup tenang, lebih tepatnya setelah habis rokok setengah bungkus Haidar pun memutuskan untuk pulang. Sepanjang perjalanan Aji tak henti mengoceh, dia terus mengumpati Haidar yang sangat merepotkannya malam itu. Yes, malam itu Haidar benar-benar mendalami peran sebagai orang yang tak tahu diri.
Tapi Haidar tak sebegitu tak tahu dirinya kok, memang dirinya tak jadi menginap di kosan Aji, sebaliknya Aji yang jadi menginap di rumahnya malam itu. Awalnya Aji menolak, meskipun sudah cukup akrab dengan Haidar, tetap saja jika datang ke rumahnya masih canggung untuk Aji. Tapi Haidar memaksa dengan iming-iming, "Udahlah ayo Ji, lumayan kan besok jadi kagak perlu beli sarapan, lo dapat sarapan gratis di rumah gue!" Karena dipaksa akhirnya Aji mau.
Haidar sengaja membawa pulang Aji ke rumah agar tak ada yang menegurnya. Maksudnya, Haidar takut Nova kembali mengajaknya bicara, sementara dirinya sedang malas bicara dengan sang kakak. Jika ada Aji, Haidar yakin Nova akan mengurungkan niatnya.
Yang membuat Aji kesal adalah Haidar tanpa dosa bilang seperti ini pada bundanya, "Bun, Aji izin mau nginep katanya! Di kosannya mati lampu lupa ngisi token, dia nggak berani tidur gelap-gelapan sendirian jadinya ikut Haidar pulang."
Jelas itu fitnah, kenyataannya Haidar yang memaksa menyuruhnya menginap di rumahnya. Meskipun kesal Aji tetap terseyum ramah di hadapan Bundanya Haidar, meskipun dalam hati dia tak henti memaki Haidar. Begitu masuk kamarnya Haidar, segera Aji melampiaskan kekesalan yang tertahan, dia pukul Haidar menggunakan bantal milik temannya itu. Rusuh, malam itu sungguh rusuh. Kedua remaja itu gelut bantal dan merembet ke gelut sarung. Sampai akhirnya mereka lelah dan akhirnya ketiduran.
Paginya, Haidar ingin berangkat bersama dengan Aji, namun si bungsu merengek ingin di bonceng. Dia mengeluh tangannya pegal-pegal, lemas, sulit jika harus menyetir sendiri. Sebenarnya tidak separah itu sih, Naufal melebih-lebihkannya karena memang dia malas menyetir, sengaja dilebih-lebihkan agar Haidar mau memboncengnya. Hal itu benar-benar membuahkan hasil, Haidar mau memboncengnya.
Haidar juga jelas tidak tega pada adiknya. Menyaksikan adiknya bekerja rodi kemarin, dia yakin badan adiknya itu akan sakit semua setelahnya, dan benar saja. Untung saja Haidar bukan bagian dari babu sekolah, jadi dia tidak ikut serta jadi tukang cor dadakan.
•••
Tak peduli meskipun para siswi berteriak kesal dan mengumpati dirinya, Haidar tetap santai menerobos antrian. Haidar tak takut dibenci para siswi, memang nyatanya mereka sudah sangat benci Haidar. Sifatnya yang jail dan menyebalkan membuat para siswi selalu geram, tapi ketika dia tidak masuk sekolah satu hari pun, mereka selalu mencari dan bertanya kemana dan kenapa Haidar. Mereka semua tuh sebenarnya suka sama Haidar, tapi gengsi bilangnya. Itu yang selalu Haidar katakan pada Aji dan selalu dibalas oleh Aji dengan cibiran. Haidar memang terlalu narsis.
"Cek darah gue buruan! Cek! Cek punya gue dulu woy! Mita pacar TJ cek darah gue cepet!"
Mita berdecak sebal. "Yaudah sini tangan lo, anjir!"
Bukannya memberikan tangannya, Haidar malah semakin menjauhkannya dari jangkauan Mita dan berkata, "Ih anjir Mita modus ya lo! Ngapain minta tangan gue? Mau pegang-pegang tangan gue, lo?"
Sabar.
Mita menarik nafas dalam-dalam guna meredam emosi. "Lo mau di cek nggak?" Mita berucap dengan sedikit ngegas.
Mita mengeluarkan benda seperti pulpen namun bukan pulpen, benda itu diletakkan salah satu jari Haidar.
Tak
"ANJING!" Umpat Haidar reflek karena merasakan sesuatu dari dalam benda tersebut menusuk jarinya usai Mita memencet tombol yang ada dibenda tersebut.
"SAKIT WOY! ITU APAAN ANJIR?!"