Happy Reading~
Semoga semua yg mampir ke book ini suka sama cerita ku (^з^)-☆Chu!!Setelah kejadian tak mengenakan saat festival kemarin, Kiyoomi dengan terpaksa langsung menghubungi Kuroo Tetsuro untuk menjemput (Name) pulang. Bagaimanapun dirinya masih memiliki tanggung jawab dan tidak bisa seenaknya meninggalkan tugas mengurus stan fakultasnya. Jadi, mau tidak mau dia harus meminta Kuroo, walaupun sebenarnya dia tidak menyukai laki-laki yg dia anggap sebagai bocah tengil tersebut. Karena dia tau meski tingkahnya menyebalkan, dia tahu bahwa Kuroo menyayangi (Name) dan sangat bisa dipercaya untuk menjaganya. Lagipula Kuroo pasti tidak akan datang sendiri, melainkan bersama teman yg juga merupakan salah satu tetangga mereka, Kenma Kozume.
Dan kini, sudah seharian (Name) terbaring di kasurnya disebabkan demam, efek serangan panik yg dialaminya saat bertemu Eita. Tenang saja, Kuroo sudah menyampaikan ijin dan memberitahu ke wali kelasnya juga kepada pelatih tim voli bahwa (Name) tidak bisa datang ke sekolah karena sakit.
Dan saat ini para anggota tim voli datang menjenguk (Name), tidak semua, hanya beberapa orang. Ada Suna Rintarou, Kembar Miya, Yaku Morisuke, Kita Koutaro dan tentunya Kuroo Tetsurou. Mereka ada di kamar (Name) sekarang, melihat keadaan gadis itu yg belum juga membaik. Demamnya belum turun bahkan sejak tadi ia terus-terusan mengigau memanggil ibunya seolah keberadaan nyonya Sakusa yg terus menggenggam tangannya dan berusaha menenangkannya tidak terasa sama sekali.
"Ibu..... Jangan pergi... " igau (Name), air mata mulai mengalir dari sudut matanya yg tertutup. Teman-temannya sangat mengkhawatirkan kondisinya. Kenapa tidak dibawa kerumah sakit? Itu karena pasangan suami-istri Sakusa adalah seorang dokter, begitupun Kiyoomi yang akan meneruskan profesi orang tuanya kelak. Peralatan medis pun tersedia lengkap di rumah keluarga Sakusa. Saat ini pun beberapa alat sudah terpasang di tubuh (Name), seperti infus dan selang tabung oksigen.
Entah apa yg dipikirkan oleh laki-laki berambut abu-abu hitam yg serupa dengan burung hantu, Kita Koutaro, dia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan (Name) yg satunya. Namun, berkat tindakan spontannya, perlahan (Name) mulai berhenti mengigau, nafasnya pun mulai teratur. Semua orang menatap takjub pada Koutaro.
Kuroo menepuk pundak Koutaro membuatnya menoleh pada sahabatnya tersebut.
"Bro, ternyata tanganmu ajaib sekali" ucapnya Kuroo masih dengan tatapan takjubnya. Namun Koutaro yg biasanya antusias bila dipuji justru sekarang berwajah sendu.
"Aku hanya teringat adikku. Tubuhnya lemah dan gampang sakit, setiap dia sakit aku selalu menggenggam tangannya seperti ini dan setelahnya dia mulai membaik seperti ini" ucap Koutaro.
"Aku tidak tahu kau punya adik. Setiap kami kerumahmu juga kami tidak melihat adikmu" ucap Yaku dengan wajah yg terlihat bingung.
"Dia sudah menghilang. Kalian tau sungai di belakang rumahku kan? " tanya Koutaro yg diangguki oleh Yaku dan Kuroo, sedangkan yg lain hanya menyimak. "Dia menjatuhkan dirinya di sungai itu, 5 tahun yg lalu. Sampai sekarang kami belum bisa menemukan keberadaannya" lanjut Koutaro.
'5 tahun. Situasinya mirip, pasti bukan kebetulan kan? ' batin Kuroo.
Dan disisi lain, nyonya Sakusa mengeratkan genggaman tangannya pada (Name), wajahnya terlihat cemas akan sesuatu.
Setelah beberapa saat satu-persatu dari mereka memutuskan untuk pulang, mulai dr Yaku, lalu kembar Miya, Koutaro dan terakhir Kuroo yg katanya akan kembali lagi setelah makan malam. Yang tersisa tinggal Suna. Ibu Sakusa sudah keluar kamar, sedang menyiapkan makan malam dan obat yang akan diberikan pada (Name) disaat dia sadar nanti. Suna duduk di kursi yang ada di samping kasur, yang sebelumnya di duduki oleh Ibu Sakusa. Tangan kanannya menggenggam tangan (Name) sementara yang satunya ia gunakan untuk mengelus rambut sang gadis. Sungguh pemandangan yg rasanya mustahil dilakukan oleh seorang Suna yg jika di sekolah terkenal sangat cuek.
Perlahan kelopak mata (Name) mulai terbuka. Menampilkan iris mata aslinya yg berwarna kuning keemasan. Setelah berkedip beberapa kali, netranya mulai melihat ke sekitar, hingga pandangannya berhenti tepat kearah Suna yg juga sedang menatapnya.
"Suna? "
"Ya" jawabnya masih sambil mengelus rambut gadis itu.
"Rintarou, tolong panggil aku dengan Rintarou mulai sekarang" lanjutnya.
(Name) menggangguk kecil. Diakemudian berusaha untuk bangun, untungnya Suna laki-laki peka. Suna membantu (Name) untuk duduk, dan memberikan segelas minum tanpa diminta bahkan sekaligus membantu sang gadis untuk minum. Setelah meletakkan gelas yg telah kosong pada meja kecil di samping tempat tidur, mereka berdua terdiam dalam keheningan yang canggung.
Suna mengusap leher belakangnya, pertanda dia sedang gugup.
"Matamu.... " Suna ingin bertanya namun dia ragu untuk melanjutkan kalimatnya. (Name) mengerti apa yg ingin Suna tanyakan.
"Aku biasanya memakai contact lens hehe. Ini warna mata asliku" ucap (Name) sambil tersenyum. Senyum (Name) menular ke Suna. Iya, Suna yg wajahnya biasanya hanya datar dan cuek sedang tersenyum, oh jangan lupakan rona merah di pipinya.
Setelah langit mulai berwarna kemerahan, tanda hari mulai berganti malam, Suna pamit pada (Name) untuk pulang. Namun sebelum benar-benar bangkit dari posisi duduknya, dia memajukan tubuhnya ke arah (Name) dan mencium pipi sang gadis. Hanya sekilas namun efeknya mampu membuat kedua orang itu menjadi salah tingkah.
To Be Continued~
Terima kasih banyak yg sudah mau mampir ke lapak ini. Semoga kalian semua suka dan menikmati ceritanya. Dan jangan lupa Vote jika kalian suka cerita ini. Silahkan komen jika ada saran atau ada hal yg ingin kalian sampaikan. ✧(。•̀ᴗ-)✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Late [END]
Fanfic[Name] , putri bungsu sekaligus satu-satunya dari 5 bersaudara bermarga Kita harus menanggung kebencian dr ayah dan ke 4 kakaknya karena mereka mengganggap gadis kecil itu merupakan penyebab nyonya Kita meninggal. Sampai akhirnya gadis yg seharusny...