1. Rangga dan Gank Bapack-Bapack

93 14 11
                                    

Poskamling Kampung Utan Lestari

"Arrrgghhh! Curang kamu, Ga! Masa saya kalah lagi!" teriak Joni.

"Namanya kalah ya kalah aja, Jon. Nggak usah ngeles," sahut Baehaqi.

"Dia itu malu dikalahin sama anak SMP. Si Rangga kan sering nonton kita main catur tiap Minggu," timpal Rojali sembari menyemburkan asap rokok.

Sementara si pemenang yang diperbincangkan sedang sibuk menyibak rambutnya ke belakang. Merapikan kaus oblongnya dan bergaya sedang menarik kemeja ala pria necis. Sok keren. Ya, kali aja rezeki ada cewek cakep lewat, pikirnya. Apalagi Rangga tahu kalau Baehaqi mempunyai anak perempuan yang berumur setahun di bawahnya. Bening lagi.

"Coba sekarang Pak Baehaqi lawan Rangga. Kalau Rangga menang, jadiin mantu, Pak," usul Joni.

Rangga semakin semangat. Dia meniupkan kedua telapak tangannya dan kembali menyibakkan rambutnya ke belakang.

"Wah, rejeki nomplok itu. Jadi mantunya Ustazah Khodijah. Tapi masalahnya, Ustazah Khodijah mau nggak punya besan pengangguran." Rojali menyemburkan tawa yang berpadu dengan asap yang mengepul dari mulutnya.

"Gue kan baru jadi pengangguran, gara-gara usaha bos gue bangkrut. Mending Rangga traktir kita-kita deh. Kan habis menang." Baehaqi menaikkan kedua alisnya sambil melirik Rangga.

"Wah, parah nih. Malakin anak SMP. Bilang aja takut dikalahin sama Rangga," sindir Rojali. "Bangkrut apaan. Usaha bos lu masih sejahtera. Bilang aja lu males kerja dan ngandelin Zulkifli yang naksir Rara."

Di tengah percakapan mereka, datang seorang perempuan berambut selengan ke arah poskamling.

"Beh, disuruh Emak ke pasar tuh. Katanya janji mau nemenin ke pasar," ujar Nadzirah.

Padahal Nadzirah hanya memakai kaus berlengan pendek dan celana panjang. Rambutnya pun tergerai biasa saja. Namun Rangga merasa rambut Nadzirah bak ditiup angin sepoi-sepoi. Senyuman dengan lesung pipi yang menawan mengiringi langkahnya yang slow motion. Ingat ya, ini hanya dalam pandangan Rangga. Aslinya biasa aja! Rangga aja yang lebay!

"Pulang tuh. Bini nyariin!"

"Lo kayaknya nggak seneng banget sama gue hari ini. Kerjaannya nyindir mulu. Mentang-mentang tiap hari transferan ngalir dari Arab." Baehaqi melirik sinis ke arah Rojali yang mulutnya sudah serupa asap kereta api yang tidak pernah berhenti.

"Mending minta Rangga yang anterin," usul Joni.

Rangga segera mengangguk semangat. Dia sangat senang dengan Joni yang bisa membaca pikirannya.

Padahal aslinya Joni hanya ingin melanjutkan bermain catur bersama Baehaqi. Dia masih penasaran untuk mengalahkan Baehaqi. Selain Baehaqi yang paling tua di antara mereka, dia juga paling jago.

"Beneran Rangga mau?" tanya Baehaqi.

"Dengan senang hati, Pak." Rangga berusaha menjawabnya dengan sesantun mungkin.

"Yah, padahal gue masih mau nagih traktiran Rangga. Cuma segelas es jeruk di Mpok Maemunah." Baehaqi menunjuk ke warung seberang poskamling.

"Ah, itu gampang! Sekalian Rangga pesenin tiga gelas ya."

Rangga segera disambut sorakan dari ketiga bapak-bapak tersebut. Dia pun segera pergi ke warung Mpok Maemunah.

"Ih, awas, Beh. Nanti Emak marah. Malah nyuruh anaknya Ustazah Khodijah lagi," tunjuk Nadzirah ke Baehaqi.

"Siapa yang nyuruh? Dia sendiri yang mau. Lagian kapan lagi ditraktir dan ditawari bantuan." Baehaqi mengedikkan bahu.

"Nanti jadi omongan tetangga, Beh. Nyuruh-nyuruh anaknya ustazah."

"Lah, si Rangga itu mau karena naksir anaknya Babeh. Gimana sih."

"Itu yang Rara nggak suka! Babeh suka manfaatin cowok yang suka sama Rara. Sekarang Rara tanya, Babeh lebih milih siapa, Rangga atau Zulkifli yang anak bosnya Babeh?"

"Zulkifli-lah. Udah mapan, banyak duit."

"Mimpi sana ke laut!" Raihanah menghentakkan kakinya dan pergi.

Namun saat Nadzirah membalikkan tubuhnya, dia hampir menabrak Rangga!

Rangga tidak memedulikan permintaan maaf Nadzirah dan segera menaruh tiga gelas es jeruk di hadapan ketiga bapak-bapak tersebut.

"Maaf, Pak, Rangga tadi dipanggil Umi. Disuruh cepet pulang." Rangga segera berlari meninggalkan poskamling.

***

"Bang, abis magrib malah bengong. Kesambet nanti," tegur Nisa. Dia duduk di kursi samping Rangga.

Namun Rangga tetap bergeming. Dia menatap orang yang berlalu lalang depan rumahnya dengan tatapan kosong.

"Bang, kenapa lo nggak jujur aja sama Umi kalau duit lo sering habis gara-gara dipalakin sama Pak Baehaqi."

Rangga menengok ke arah Nisa.

"Gue tahu dari Mpok Maemunah. Kan gue langganan jajan Pop Ice di sana. Biasa, kan di situ banyak ibu-ibu gosip sambil nemenin anak-anaknya jajan sosis bakar sama seblak."

"Nggak usah kasih tahu Umi. Nanti masalahnya jadi panjang. Apalagi Pak Baehaqi kan lagi nganggur. Jadi wajar kalau nggak punya duit. Abang kasihan aja."

"Bang! Pak Baehaqi itu kerjaannya emang suka males-malesan! Padahal dia punya kerjaan, tapi sukanya madol! Istrinya buka katering, tapi mana pernah ngebantuin. Mang Rojali juga. Kerjaannya nganggur, mentang-mentang istrinya kerja di Arab. Pak Joni doang yang agak bener."

Lo udah ketularan Mpok Maemunah." Rangga tertawa. "Nis, gue itu bergaul sama mereka berharap kalau mereka mau dateng ke majelis taklim. Pengajian kan bukan cuma untuk ibu-ibu aja. Mereka pasti segan kalau misalkan Umi ngajak orang-orang kampung ini buat datang pengajian. Apalagi gue udah baik ke mereka."

"Ih, kok abang gue bisa brilian gitu sih! Iya sih, gue juga pernah ngelihat Pak Joni ikut pengajian. Kalau mereka ketemu lo, pada heboh nyapain lo. Macam artis ibukota."

Rangga menarik kerah kausnya. "Gue gitu lho."

Meskipun hati Rangga masih tergores dengan perkataan Baehaqi tadi siang. Dia masih mengingatnya.

Hai, readers! Cerita ini merupakan kisah Rangga sebelum bertemu Seha. Bagi yang suka dengan karakter absurd-nya Rangga, cerita ini akan berfokus kepadanya 😂

So, enjoy the story! ❤️

Rangga Bukan Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang