3. Menjadi Cowok Cool

38 7 3
                                    

Sepagi ini Rangga sudah berdiri dengan gaya yang diklaimnya sebagai cowok cool di poskamling. Dia memakai celana jins belel milik abangnya, Duta, yang dia gunting di bagian kedua lututnya. Padahal kalau Duta tahu, Rangga bisa kena murkanya. Namun Rangga tahu bahwa Duta terlalu sibuk kuliah, jadi kehilangan satu celana pun abangnya nggak terlalu peduli.

Penampilan Rangga yang mencolok lainnya, yaitu rambutnya yang dimodel berdiri ke atas dengan gel rambut—yang lagi-lagi punya Duta. Sepertinya Rangga meniru salah satu model di poster yang berada di salon tetangganya. Belum lagi kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.

Satu cewek lewat dan Rangga pun bersiul. Kedua tangannya ditaruh di belakang kepalanya. Saat sang cewek menengok, Rangga mengedipkan mata kanannya. Namun dia lupa matanya tertutup oleh kacamata hitam. Lalu dia buru-buru membuka kacamata hitam dan bergaya dengan menggigitnya secara seksi sembari mengedipkan mata.

Sang cewek bergidik ngeri dan menggenggam kuat tangan adik yang dituntunnya. "Cepetan jalan. Ada orang gila."

Satu mangsa gagal. Kemudian terlihat satu cewek melewati poskamling. Rangga membuka kacamatanya dengan slow motion sembari menyibakkan rambutnya ke belakang. Pandangannya dibuat sesendu mungkin. Seakan lagu romantis melankolis sedang didendangkan secara menggelegar.

"Ga, lo kesurupan?" Adegan drama musikal terhenti begitu saja saat suara Rojali masuk.

"Enak aja kesurupan, Mang. Ini namanya gaul, Mang! Bad boy. Cowok cool."

"Gaul apanya? Cool? Kulkas emangnya. Lo udah kayak preman di pasar. Itu gaya rambut model punk tahun berapaan? Lo itu anak muda, tapi jiwa kolot." Rojali menunjuk kacamata hitam yang dipakai Rangga. "Terutama itu. Lo minjem punya siapa? Jadul begitu."

Rangga menyengir lebar. Ini tadi gue ambil di meja rias punya Umi. Kayaknya sih ini punya Abah.

Saat Nadzirah melewati poskamling, Rangga segera mengabaikan Rojali. Dia sangat yakin bahwa Nadzirah akan melewatinya hari ini. Sebenarnya bukan yakin sih, lebih tepatnya Nadzirah selalu melewati poskamling, karena rumahnya dekat dari sini.

"Sendirian aja?" sapa Rangga yang sebelumnya diiringi dengan siulan.

"Lo mau ngegodain anaknya Pak Baehaqi? Mati lo digorok sama dia," ujar Rojali.

Saat Nadzirah menengok, dia bergidik ngeri. Bertepatan dengan Pak Baehaqi datang sambil menenteng papan catur.

"Beh, kok preman pasar bisa sampe sini?" tunjuk Nadzirah kepada Rangga.

Rojali tertawa terbahak-bahak. "Apa gue bilang, hah?"

"Eh, ini gue! Rangga!" teriak Rangga.

"Lah, Rangga ngapain begaya begitu?" tanya Pak Baehaqi.

"Ini namanya gaul, Pak. Gue mau jadi bad boy yang cool. Kan gue bukan cowok baik-baik. Katanya gue terlalu baik jadi cowok." Rangga melirik sinis ke arah Nadzirah. Namun Nadzirah malah pergi dan mengabaikan Rangga.

"Semalam lo abis kepentok ya pala lo? Emangnya Ustazah Khodijah nggak komentar apa-apa lihat lo begini?"

"Umi lagi ada ceramah Tabligh Akbar di mesjid besar di Bekasi."

"Emaknya ustazah al-mukaromah, anaknya malah kayak setan, ckck." Baehaqi menggelengkan kepala.

"Abang! Lo ngapain begaya begitu!" pekik Nisa saat dia ingin membeli seblak di warung Mpok Maemunah. Dia segera berlari ke arah poskamling.

"Heh, bocah! Ini namanya gaul! Kenapa sih orang-orang pada nggak ngerti arti gaul?!" Rangga menggeram.

"Justru lo yang nggak paham apa itu gaul. Ya Allah, punya Abang gini amat ya. Lo itu udah mirip kayak abang-abang sakau di semak-semak kebon belakang kampung kita, Bang!"

Rojali langsung tersedak dan tertawa terpingkal-pingkal. Baehaqi pun turut tertawa sambil memijat perutnya yang buncit. Perut yang sering dipamerkan dengan menarik kaus dalam putihnya sembari menggaruk daerah perut.

Nggak ada maksud untuk membuat seksi. Alasannya, "Gatel perut gue." Namun para cewek yang melewatinya mau nggak mau menundukkan pandangan dengan alasan ghadul bashar. Padahal mah kalau yang memamerkan perut six pack itu beda perkara.

"Lo mau kelihatan keren dan terlihat gaul?" tanya Nisa.

Rangga nggak menggubrisnya dan malah asyik melambaikan tangan kepada cewek yang sedang mengantri membeli pop ice.

"Ayo, pulang. Gue make over biar lo nggak malu-maluin." Nisa menarik Rangga.

"Nggak mau ah! Masa gue di-make over sama anak SD?"

"Gue juga bentar lagi SMP kali! Lo juga bentar lagi SMA, tapi otak masih pinteran gue."

"Ih, ngaca! Lo tuh kerjaannya dandan. Masih bocah tapi udah ganjen!"

"Justru karena itu gue paham fashion! Nggak kayak lo!" Nisa menunjuk Rangga dengan tatapan hina.

"Mending kalian berdua berantem di rumah dah. Sekalian Nisa bawa pulang abang lo. Malu-maluin keluarga Ustazah Khodijah nanti," saran Rojali.

Akhirnya Nisa berhasil membawa Rangga pulang. Namun di tengah jalan, mereka nggak sengaja berhadapan dengan Nadzirah dan ... Zulkifli. Nisa memperhatikan Nadzirah yang langsung menggenggam erat tangan Zulkifli. Padahal sebelumnya Nisa melihat Nadzirah sibuk dengan ponselnya.

Rangga melirik sinis, terlebih saat melihat Zulkifli.

Ketika Nadzirah dan Zulkifli sudah menjauh, tiba-tiba Nisa tertawa.

"Oh, gue tahu! Lo itu mau ngikutin gayanya Zulkifli? Hahaha! Lo itu oon apa gimana, Bang? Itu orang cuma menang kantong tebal aja. Katanya kuliahnya aja nggak jelas. Gaya sok gaul, tapi kalau gue jadi Kak Nadzirah, gue ogah punya cowok begitu. Masih banyak cowok tajir, tapi cakep."

"Emang banyak cowok tajir dan cakep. Masalahnya mereka mau sama lo apa nggak? Masih SD juga, udah mikirin pacaran. Awas aja lo pacaran terus manggil pake 'Ayah-Bunda'. Jijik." Rangga bergidik ngeri.

"Yeeee! Gini-gini gue banyak yang naksir tahu!" Nisa mengibaskan rambut panjang selengannya ke belakang.

Rangga akui sih bahwa adiknya itu cantik dan imut. Makanya Rangga sering marah-marah jika Nisa berdandan dan bergaya sok imut. Dia takut ada cowok nggak jelas yang berani memacari adiknya. Meskipun cowok itu nggak mungkin bisa tembus pagar rumah, karena ada dua malaikat pencabut nyawa, yaitu umi dan abah mereka.

"Nih, Bang! Lo tahu film Ada Apa dengan Cinta, nggak?" Nisa menunjukkan sebuah foto pada salah satu majalah.

Rangga mengedikkan bahunya.

"Filmnya udah lama tayang, tapi orang-orang masih suka nonton filmnya lewat CD. Dan sosok Rangga di sini itu idaman cewek-cewek. Dia tuh cool, tatapan matanya bisa bikin meleleh, kalau ngomong juga irit. Gue tahu lo itu patah hati ditolak Kak Nadzirah, kan? Udah nggak usah ngelak! Gue udah bisa ngebaca semuanya, Bang! Gue juga tahu kalau lo naksir dia."

"Namanya sama kayak gue," gumam Rangga.

"Nah, kebetulan kan! Gue tahu lo itu kepengen bikin Kak Nadzirah nyesel karena nolak lo. Namanya cowok cool itu bukan dari pakaiannya, Bang, tapi dari auranya. Coba deh lo nonton film ini dan niru aktingnya Nicholas Saputra. Lo mau pake kaus oblong dan celana jins jadul tanpa aksesoris aneh-aneh, gue jamin cewek-cewek pada meleleh kalau lo bisa kayak Rangga-nya si Cinta."

Rangga mengambil kepingan CD yang Nisa sodorkan dan segera memasukkannya ke CD player.

"Gue kan kepengen jadi bad boy yang cool. Cowok yang namanya Rangga ini mah ansos. Hobinya nulis puisi. Ini mah cupu. Ah, si Nisa nggak jelas."

Namun saat filmnya hampir selesai, Rangga berteriak, "Nisa! Lo nonton film yang ada adegan ciumannya? Gue aduin ke Umi nanti! Masih SD juga!"

Hai, readers! Jangan lupa vote dan komentarnya ya ❤️

Rangga Bukan Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang