"Ga, kok kamu udah jarang datang ke pengajian?" tanya Elora saat di kelas.
"Sibuk."
"Sibuk apanya? Kita itu anak SMP, Ga. Paling sibuk belajar buat persiapan UN."
"Sibuk melayani hati-hati yang haus akan cinta." Kedua alis tebal Rangga dinaik-turunkan.
"Sama sekali nggak lucu. Majelis taklim, tempat pengajian itu punya umi kamu, tapi kamu malah nggak datang. Terus si Alano malah ikut pengajian. Di saat orang lain mau berubah jadi lebih baik, kamu malah ambil jalan menjauh dari Allah?"
"Aduh, lo ceramah mulu. Cocok jadi anaknya umi gue. Btw, Alano itu ngaji karena ada maksud-"
"Nggak boleh su'uzhon. Jangan berubah jadi yang aneh-aneh, Ga. Lo itu orang baik." Elora pergi meninggalkan Rangga.
Rois dan Pohan yang mendengar ceramah tersebut hanya bisa membuka mulut mereka.
"Terketuk nggak hati lo, man?" tanya Rois.
"Terketuk apaan? Emang hati gue pintu." Rangga mencibir.
"Hati lo emang berubah jadi batu," sindir Pohan.
"Kalau hati gue jadi batu, nggak mungkin gue masih hidup sampe sekarang."
Rois dan Pohan sama-sama nggak bisa menahan kesal. Akhirnya mereka menimpuk Rangga dengan buku-buku mereka.
***
Rangga kembali kesal dengan Khadijah. Pasti ini ada yang ngaduin gue jarang datang ke pengajian!
"Umi malu! Masa Umi ngajak orang-orang Kampung Utan Lestari supaya mendekat dengan Al-Quran, tapi anak Umi malah nongkrong di poskamling!"
"Mi, Rangga kan udah ngaji terus dari kecil. Udah hafal soal tajwid. Bolos sesekali nggak apa-apalah."
"Heh! Emangnya Umi nggak tahu kalau kamu bacaannya masih ngawur? Iya, kamu pinter kalau ditanya soal tajwid, tapi nggak diaplikasikan! Buat apa belajar?!"
Khadijah memijat keningnya. Lalu menepuk-nepuk dadanya.
"Umi baru dapat balasan dari Bu Ghaida. Katanya kamu berbohong soal kejadian di kelas yang kamu tiduran di atas meja guru. Kamu berbohong biar nggak Umi marahi?! Kamu nggak takut sama azab Allah, karena berbohong?!"
Rangga sibuk menekan-nekan tombol teve dengan wajah datar. Malah kedua bibirnya mengikuti perkataan Khadijah dengan sesekali mencibir. Lalu Rangga terdiam saat Khadijah melemparnya dengan kardus tisu.
"Rasanya Umi tuh malu. Tiap hari Umi ceramah ke jama'ah gimana adab yang baik, tapi anak sendiri malah nggak mau ngikutin."
"Kalau emang Umi malu, kenapa nggak ceramah atau ngajarin Rangga sekalian? Bukan sibuk ceramah sana-sini, tapi nggak punya waktu buat anaknya sendiri."
Khadijah tertegun mendengar perkataan Rangga. Setelah terdiam selama semenit, dia beranjak dari duduk dan pergi ke kamar. Sampai-sampai Rahmat heran, kenapa istrinya tidak kunjung keluar kamar.
***
"Jadi itu cewek yang lo taksir?" Alano menunjuk Nadzirah yang keluar bersama kerumunan murid-murid pengajian lainnya.
Rangga mengangguk. Kali ini dia terpaksa mengikuti pengajian, karena Alano memintanya.
Alano mengaku dia sangat asing dengan murid-murid di pengajian. Apalagi selama ini dia bergaul dengan anak-anak berandalan macam Jafar dan kawan-kawan. Hanya saja Alano menganggap dia masih dalam level wajar. Dia mungkin hobi kebut-kebutan motor, berkelahi, dan berkata kasar, tapi dia nggak pernah berkecimpung dengan minuman keras, apalagi narkoba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rangga Bukan Bad Boy
Teen FictionRangga, bocah Kampung Utan Lestari. Hobinya main catur bareng gank bapack-bapack. Awalnya niat Rangga bergabung dengan gank bapack-bapack, karena ingin pedekate dengan anaknya Baehaqi, Nadzirah. Tapi Nadzirah menolaknya dengan alasan Rangga terlalu...