Rangga merasa tatapan para tetangga meneliti setiap jengkal tubuhnya. Bukan karena ketampanannya. Eh, kalau itu sih udah pasti! Namun gara-gara Rangga merangkul Nadzirah. Ditambah, Nadzirah menaruh kepalanya di pundak Rangga saat mereka duduk di poskamling yang kebetulan sepi.
Sebenarnya di depan poskamling, yaitu jajaran pelanggan warungnya Mpok Maemunah ramai. Mereka terlihat sibuk mengantri, padahal mereka sembari bergosip. Dengan tubuh membelakangi poskamling, membuat mereka leluasa berkomat-kamit sambil sesekali berakting sedang melakukan stretching. Seakan-akan kegiatan mengantri membeli seblak dan sosis bakar sangat-sangay melelahkan. Bagaimana tidak melelahkan? Sang penjual yang tak lain Mpok Maemunah melayani pelanggan sambil beegosip. Salah satu keahliannya, yaitu bergosip dengan mulut yang dibuat seakan tetap sejajar. Supaya Rangga yang nun jauh di sana menganggap Mpok Maemunah sibuk berjualan.
Rupanya Rangga menyadari aksinya menjadi pusat perhatian. Ya, dia sudah hafal yang kebiasaan orang di kampungnya. Bagi Mpok Maemunah, gosip itu ibarat oksigen. Bisa megap-megap kalau dia nggak gosip sehari. Keahliannya kan multitasking, gosip sambil ngelayanin pembeli. Eh, tapi kalau udah keasyikan, itu ngoles bumbu sosis bakar sampe berkali-kali!
Beberapa menit kemudian muncul Baehaqi dengan sarung yang mengalungi lehernya. Dia berjalan sambil menyeruput es orson di dalam plastik. Pasti tahu kan apa yang terjadi saat dia melewati poskamling? Tentu saja menyemburkan es di dalam mulutnya. Tepat ke wajah Rangga.
Sial, belon jadian gue udah dirukyah sama babehnya! Rangga mengelap wajahnya dengan lengan seragamnya.
"Babeh! Jorok, ih! Ngotorin muka Rangga kan!" teriak Nadzirah.
Sementara Baihaqi masih meredakan batuknya. Dia benar-benar tersedak. Siapa yang tidak terkejut? Kemarin malam Zulkifli masih mendatangi anak gadisnya. Lalu sekarang Baehaqi melihat pemandangan aneh ini?
"Rara! Apa-apaan ini? Kamu selingkuh dari Kipli?" tunjuk Baehaqi kepada Rangga.
Mulut Nadzirah mengerucut. "Selingkuh apaan! Rara udah putus kok sama Kipli barusan."
"Terus ini apa-apaan kamu gelendotan sama Rangga? Cepet banget nempelnya sama laki-laki lain?"
"Rangga bukan laki-laki lain, Beh. Kan Babeh sering maen catur bareng."
Perdebatan sengit antara bapak dan anak berlangsung alot. Terlebih Nadzirah memang hobi menjawab setiap perkataan Baehaqi. Katanya, "Lah kan ditanya. Ya dijawab dong."
Suasana semakin membosankan. Beberapa pelanggan warung Mpok Maemunah mulai mengundurkan diri, karena mereka tidak kunjung mendapatkan klimaks dari perdebatan 'keluarga bukan cemara' yang tak jelas ini.
"Abang!"
Rangga segera menengok. Dia sudah hafal suara itu. Suara lengkingan seperti gesekan antara dua besi. Ngilu.
"Abang! Lo kenapa sih malah bikin ulah? Ada tetangga yang ngelaporin ke Umi kalau lo berduaan sama cewek di poskamling!" teriak Nisa sembari berlari ke arah Rangga.
"Cewak-cewek! Sama gue! Rara!" Nadzirah menyilangkan kedua tangannya.
"Udah diem deh, Kak! Abang gue itu abis dimarahin Umi. Ayo, Bang, pulang. Daripada Umi makin marah."
Nadzirah merasa tersinggung dengan ucapan Nisa, tetapi dia juga tidak bisa mengabaikan babehnya yang masih saja mencerocos.
"Mending lo aja yang pulang. Kalau Umi makin marah, syukur deh. Berarti misi gue berhasil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rangga Bukan Bad Boy
Teen FictionRangga, bocah Kampung Utan Lestari. Hobinya main catur bareng gank bapack-bapack. Awalnya niat Rangga bergabung dengan gank bapack-bapack, karena ingin pedekate dengan anaknya Baehaqi, Nadzirah. Tapi Nadzirah menolaknya dengan alasan Rangga terlalu...