2. Lo Terlalu Baik Buat Gue

35 8 3
                                    

Akhir-akhir ini Rangga merasa semesta sedang menjodohkannya dengan Nadzirah. Saat dia membeli nasi uduk, dia bertemu kembang desa itu.

"Mpok, nasi uduk tiga porsi ya. Satunya pake jengkol buat si Babeh."

Rangga segera menoleh saat suara merdu Nadzirah menyapu telinganya. Aslinya, suara Nadzirah agak cempreng. Apalagi kalau sedang berteriak. Ya, namanya juga cinta. Tahi kucing bisa terasa cokelat.

"Dih, gue nggak segitunya kali! Tahi ya tetep tahi!" protes Rangga.

Sepulang mengaji di majelis taklim uminya, Rangga kembali bertemu dengan pujaan hatinya. Bahkan hampir bertabrakan seperti layaknya di sinetron percintaan.

"Gue pulang yaaa! Nanti jangan lupa kita ke pasar malam!" teriak Nadzirah.

Dia terlalu sibuk berpamitan dengan teman-teman perempuannya hingga tidak menyadari bahwa dia berjalan mundur dan menabrak Rangga.

"Eh, maap ya! Nggak lihat soalnya," seru Nadzirah.

"Kebiasaan si Rara kalau jalan nggak lihat-lihat. Kasihan tuh Rangga sarungnya kotor," ujar temannya Nadzirah.

"Yah, gue cuciin deh sarungnya," ujar Nadzirah.

"Eh, nggak usah!"

"Beneran nggak apa-apa!"

"Serius nggak usah. Di rumah gue ada mesin cuci kok. Ada Bi Imun juga yang nyuci."

"Ya udah makasih ya dan maap ya jadi kotor."

Senyuman Nadzirah terasa seperti angin sejuk di hatinya. Padahal tadi di pengajian uminya bilang, "Banyak-banyak baca Al-Quran. Setiap ayatnya bisa menyejukkan dan menenangkan hati kita."

Namun Rangga merasa lebih sejuk melihat senyuman kembang desa itu. Buktinya tadi saat di pengajian dia benar-benar mengantuk. Eh, tapi jangan ada yang mengadu ke uminya ya! Nanti Rangga bisa didamprat!

Kemudian ketiga kalinya Rangga bertemu dengan Nadzirah di pasar malam. Sebenarnya ini bukan kebetulan, karena Rangga tahu persis jika Nadzirah ingin pergi ke pasar malam bersama teman-temannya. Namun Rangga tetap meyakini bahwa ini adalah takdir yang sudah digariskan oleh Allah.

Rangga sangat yakin bahwa Nadzirah adalah jodoh untuknya. Buktinya dia dipertemukan tanpa sengaja. Tiga kali. Kurang bukti apa coba?

Saat Nadzirah kesulitan untuk mendapatkan boneka di salah satu permainan di pasar malam, Rangga dengan sigap menawarkan diri. Padahal tadinya dia sedang ingin menemani Nisa menaiki bianglala. Saat dia nelihat Nadzirah, dia langsung meninggalkan Nisa dengan upah memberikan sebagian uang jajannya.

"Wih! Keren parah!" seru Nadzirah.

Rangga berhasil mengenai deretan botol tepat di depan boneka besar yang Nadzirah incar. Kemudian Rangga menyodorkannya kepada Nadzirah.

"Serius buat gue? Nggak lo kasih aja ke adek lo si Nisa?" tanya Nadzirah.

Rangga menggeleng. "Gue kan niatnya mau bantuin lo."

"Gue traktir lo deh. Waktu itu gue juga ngotorin sarung lo. Sebagai permintaan maaf dan terima kasih buat bonekanya." Lalu Nadzirah berpamitan kepada teman-temannya.

Awalnya dia ragu jika teman-temannya mengizinkannya, karena dia yang mengajak mereka ke pasar malam.

"Udah pergi aja." Teman-temannya malah dengan sukacita mengizinkannya. Malah mereka tersenyum menggoda Nadzirah dengan Rangga.

Namun Nadzirah nggak terlalu menyadarinya. Dia mentraktir Rangga di salah satu kedai seblak.

"Nggak apa-apa kan makan seblak? Apa mau makan bakso?"

"Nggak apa-apa. Terserah kamu aja." Hah? Sejak kapan percakapan Rangga dengan Nadzirah berubah menjadi aku-kamu?

"Seblaknya Mpok Maemunah enak soalnya."

Saat Mpok Maemunah menaruh dua mangkuk seblak dan dua gelas es teh manis, dia menengok ke arah Rangga, lalu Nadzirah. Seolah-olah baru pertama kali melihat mereka.

"Jangan bilang kalian berdua pacaran," tuduh Mpok Maemunah. "Wah, emangnya Babeh Baehaqi tahu nih?"

"Ih, Mpok nih jangan ngegosip deh. Kebiasaan. Orang kita temenan doang kok." Nadzirah mengibaskan tangannya untuk mengusir biang gosip Kampung Utan Lestari.

"Seblaknya enak, tapi yang punya mulutnya lebih pedes dari nih seblak," komentar Nadzirah.

"Emm ... soal temenan tadi ... kalau seandainya kita berubah status, gimana?" Gila lo, Rangga! Harusnya lebih halus lagi kek! Ini main dar, der, dor, tanpa aba-aba! Aduh, mati gue!

"Berubah status gimana?"

"Status kita tadi. Kayak yang Mpok Maemunah bilang."

"Mpok Maemunah bilang yang mana? Oh, tunggu! Jangan bilang kalau sekarang lo lagi nembak gue?" Lalu Nadzirah melirik boneka beruang besar yang ditaruh di kursi plastik sampingnya. "Jadi boneka ini tujuannya supaya gue bisa jadi pacar lo?"

Rangga buru-buru menggeleng. "Eh, bukan! Itu murni kok buat nolongin lo. Jangan—"

"Maaf, tapi gue nggak bisa nerima boneka itu. Gue nraktir lo karena murni gue menyangka kita ini temenan."

Rangga menghadang Nadzirah yang beranjak dari kursi. "Kenapa? Karena lo lebih milih orang yang lebih kaya seperti Zulkifli? Kayak yang babeh lo penginin?"

"Bukan itu, Rangga. Lo juga kaya. Tapi gue emang nggak mau pacaran aja. Terus lo itu terlalu baik buat gue. Lo anaknya Ustazah Khodijah."

Persetan! Soalnya sehari setelah penolakan itu, Rangga mendengar gosip bahwa Nadzirah berpacaran dengan Zulkifli.

Rangga sedang bermain catur dengan Joni, Baehaqi, dan Rojali di poskamling. Lalu seperti biasa Rangga mentraktir es jeruk di warung Mpok Maemunah.

"Eh, beneran itu si Rara pacaran sama Zulkifli anak RW sebelah?"

"Ih, beneran! Zulkifli anaknya yang punya toko kacamata di deretan ruko jalan besar." Mpok Maemunah bagaikan konsultan di kelompok pergosipan ini. Seakan dia sudah terlatih melayani pelanggan yang berjajar di depan rumahnya sembari bergosip.

"Oh, bosnya Pak Baehaqi ya?"

"Iya!" Lalu suaranya mengecil. Suara semakin kecil artinya informasi semakin krusial. "Pak Baehaqi kan sering bolos masuk kerja. Ngakunya bosnya bangkrut, padahal mah kagak! Sampe hampir dipecat, tapi nggak jadi gara-gara Zulkifli. Makanya waktu si Zulkifli deketin Rara dan nembak, langsung disetujuin. Apalagi Zulkifli kalau ke rumah bawa makanan seabrek."

"Emangnya ganteng ya tuh anak?"

"Tuh, lihat sendiri. Barusan lewat. Katanya beda sepuluh tahun sama Rara."

Rangga melihat seorang pria memakai celana jins yang robek di bagian lutut dan kemeja kotak-kotak. Rambut yang dimodel naik ke atas berkilauan seakan minyak baru saja tumpah. Kulit sawo matangnya sampai tertular berkilauan. Beuh, jauh gantengan gue!

Zulkifli sedang menyalami Baehaqi. Dia terkejut ketika Rangga hampir membanting nampan yang dibawanya.

"Yah, itu es jeruknya tumpah ke mana-mana," keluh Rojali.

Namun Rangga nggak peduli. Dia pulang ke rumah tanpa berpamitan. Rasanya dia muak dengan semua ini.

Nadzirah bilang gue terlalu baik? Dia lebih suka cowok model preman pasar kayak gitu? Oke, kalau gitu sekalian aja gue jadi bad boy yang lebih keren. Dari tampang jauh menang gue daripada Zulkifli yang bau jigong kalau ngomong. Cih!

Hai, readers! Maaf ya baru sempet update lagi cerita Rangga. Aku usahain selama liburan ini aku akan lanjutin cerita ini. See you later! ❤️

FYI: nama cewek anaknya Pak Baehaqi diganti dari Raihanah ke Nadzirah, karena nanti jadi ketuker sama ceritaku yang satu lagi hehe.

Rangga Bukan Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang