19. Jodoh yang Baik untuk yang Baik

21 5 3
                                    

Semenjak Rangga mendapatkan surat dari santriwati, dia menjadi lebih bersemangat untuk nongkrong di lapangan pesantren setiap libur sekolah.

Assalamualaikum

Hai, Rangga. Aku tahu nama kamu dari temenku. Salam kenal ya. Namaku Laudya. Ini aku kasih kamu fotoku supaya kamu terus inget aku dan kalau di jalan ke sekolah ketemu, jangan lupa nyapa ya.

"Bro, gila lo langsung dikasih foto! Mana cakep lagi ceweknya!" seru Nanda.

"Tapi banyakan lo yang ngasih cokelat. Mending dapet cokelat. Buat apa tujuannya dia ngasih foto?"

"Kan dia tulis di suratnya, dodol! Makanya suratnya dibaca!"

"Lebih bermanfaat ngasih makanan. Bisa kenyang kan gue."

"Ya udah sini tukeran. Gue kasih lo satu batang cokelat, fotonya buat gue."

"Deal!"

Namun yang tidak diprediksi oleh Rangga dan Nanda adalah ada pemeriksaan masal oleh Bagian Keamanan! Pengurus Bagian Keamanan dari OSBAR (Organisasi Santri Al-Barkah) sering melakukan inspeksi dadakan di seluruh gedung asrama. Dimulai menggeledah lemari-lemari para santri sampai di sudut-sudut dan bawah ranjang.

Barang-barang yang disita berupa barang elektronik, baju ketat (bagi santriwati), novel dan komik yang bukan islami, foto-foto lawan jenis termasuk artis.

Nahas, foto santriwati yang disimpan oleh Nanda tertangkap basah. Lalu dia dipanggil ke Bagian Pengasuhan.

"Bukannya ini foto salah satu santriwati di pesantren ini?" tanya Ustaz Dadang, Bagian Pengasuhan.

Nanda mengedikkan bahu. "Nggak tahu, Ustaz. Saya nggak kenal."

"Jangan pura-pura bodoh! Bagian Keamanan menemukannya di dalam lemari kamu! Kamu pacaran, kan? Hayo, ngaku!"

"Beneran, Ustaz, saya nggak pacaran. Saya jomlo sejati. Oh, saya tahu, Ustaz! Itu foto santriwati punya Rangga. Saya pernah ngelihat dia dikasih surat sama santriwati waktu di lapangan depan."

Saat Rangga berhasil diseret ke depan kantor Bagian Pengasuhan, Nanda hanya bisa menyengir lebar.

"Parah lo. Padahal itu kan udah barter sama cokelat," bisik Rangga.

"Tapi gue nggak bohong kok. Itu beneran punya lo yang dikasih santriwati."

"Diam! Bisa-bisanya kalian masih bisik-bisik!" bentak Ustaz Dadang. "Kalian berdua mendapatkan hukuman berdiri di depan masjid dan bersih-bersih toilet selama seminggu!"

Saat Nanda ingin protes, seketika dia terdiam ketika melihat Ustaz Dadang sedang menepuk-nepuk tongkat pemukul bola kasti. Bisa-bisa kepala Nanda menjadi pengganti bola kasti. Akhirnya dia hanya bisa pasrah.

Kemudian Ustaz Dadang menyodorkan kardus yang sudah diberikan tali rafia kepada Rangga dan Nanda bertepatan azan zuhur berkumandang.

"Ustaz, kok tulisannya pacaran? Kita berdua kan nggak pacaran," protes Nanda.

"Kalau pacaran kan hukumannya dikeluarin dari pesantren. Nanti banyak yang ngeremehin lho, Ustaz, kalau hukuman pacaran cuma berdiri di depan masjid," sambung Rangga.

"Oh, jadi kalian berdua mau dikeluarin dari pesantren?" Ustaz Dadang kembali menepuk-nepuk tongkat pemukul bola kasti.

Rangga dan Nanda tidak melanjutkan negosiasi dan segera berlari menuju masjid.

***

"Ada Ustaz Dadang! Kabuuurrrr!" teriak seorang santri.

Semua santri dan santriwati yang sedang jajan atau nongkrong di lapangan segera berlari. Ada santri yang terjatuh karena sarungnya lepas. Beruntung dia memakai celana pendek di dalamnya. Lalu lapangan ramai dipenuhi suara jeritan para santriwati. Suasananya sudah seperti masuk wahana rumah hantu beramai-ramai. Memang Ustaz Dadang lebih menyeramkan dari fenomena penampakan pocong yang diisukan sering muncul di toilet pesantren saat tengah malam.

Rangga dan Nanda berhasil melarikan diri di belakang kantor ruang guru yang berada di dekat gerbang masuk asrama putra. Kantor tersebut diperuntukkan guru-guru yang tinggal di pesantren, seperti pengurus wakaf pesantren, guru-guru yang belum menikah yang ingin menghemat uang kost. Disediakan juga kamar-kamar yang berada di atasnya.

"Kenapa di sini sih?" bisik Rangga.

"Ustaz Dadang nggak mungkin nyari ke sini." Dada Nanda masih kembang-kempis akibat berlari seperti kesetanan.

Tanpa mereka sadari di belakang terdapat seorang santri yang memerhatikan punggung mereka.

"Ehem!"

"Kampret!" seru Nanda dan Rangga kompak.

"Kampret, kampret. Gue bukan kampret! Pake istigfar kek. Kayak bukan anak pesantren aja," cibir seorang santri yang memakai sarung dan kaus berwarna biru. Tingginya yang setelinga Nanda dan Rangga membuatnya mendongak saat berbicara.

"Pasti kalian abis dikejar Ustaz Dadang. Makanya jangan suka nongkrong dan tebar pesona sama cewek-cewek," lanjutnya.

"Lo sendiri main HP di pesantren," tunjuk Rangga kepada ponsel digenggaman santri tersebut.

"Pelanggaran berat!" Nanda bergaya terkejut sambil menutup mulutnya.

"Maho lo!" Rangga mendorong bahu Nanda.

"Ini punya emak gue. Emak gue guru di pesantren ini. Lagi istirahat di kantor."

"Kan kantor sini buat guru-guru yang belom nikah."

"Emak gue cuma numpang istirahat. Boleh-boleh aja kali."

Akhirnya mereka berkenalan. Ternyata namanya Aslimin dan biasa dipanggil Imin. Keringat yang membasahi kulit sawo matangnya menandakan dia sudah lama nongkrong di belakang kantor guru.

"Daripada kalian nongkrong di lapangan buat tebar pesona, mending secara halus kayak gue," saran Imin.

Dia memamerkan akun Instagramnya. Namanya Lee Min As.

"Kok lo pake nama artis Korea? Tapi foto profilnya itu elo. Gimana orang bisa percaya," protes Rangga.

"Lee Min As itu nama gue. Kebalikannya Aslimin. Lee itu kan li. Nah, karena lagi booming Korea, biar menjual jadi gue nulisnya ala Korea gitu. Mana ada artis Korea namanya Lee Min As, kampret!"

"Yeuh, sekarang dia ikutan jadi kampret," cibir Nanda.

Rangga pun menyarankan Imin untuk mengganti profilnya dengan mengambil foto dari internet.

"Biar nggak kelihatan nipu-nipu amat, pake foto yang nggak kelihatan mukanya. Cari yang kelihatan mulai dari leher aja."

Lalu Rangga menemukan foto yang cocok untuk menjadi profil Lee Min As. Dia juga mengunggah foto pria sedang santai di cafe tanpa terlihat wajahnya. Foto buku bersama segelas kopi yang membentuk image figur yang hobi membaca.

"Wah, canggih! Gue udah dapet dua followers!" seru Imin.

Semenjak itulah mereka bertiga menjadi akrab. Namun kegiatan tebar pesona masih berjalan, terutama Rangga dan Nanda, karena Imin masih tetap konsisten dan optimis dengan akun Lee Min As.

"Bisa dikutuk sama emak gue kalau ketahuan tebar pesona sama santriwati. Gue kan kepengen dapet cewek solehah." Imin membusungkan dada.

"Mau dapet cewek solehah kok nyarinya di IG," cibir Rangga.

"Kalau gitu gue mau ngubah sikap gue, biar dapet calon istri solehah." Nanda mengangguk mantap.

"Halah, mbak-mbak koperasi aja masih belon ketangkep," cibir Rangga lagi. Akhirnya dia mendapatkan tamparan dari kedua temannya.

"Kira-kira siapa ya jodoh gue?" Kedua mata Rangga menerawang ke langit-langit.

Hai, readers! Jangan lupa vote dan komentarnya ya ❤️

Rangga Bukan Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang