14. Menghilangkan Citra Bad Boy

25 7 3
                                    

Akibat perbuatan Rangga membajak ponsel Khodijah, dia mendapatkan hukuman. Ponselnya disita! Parahnya, Khodijah tidak memberikan uang jajan kepada Rangga. Bi Imun—Asisten rumah tangga—sudah memberikan bekal kepada Rangga. Sepulang sekolah, Rangga  akan dijemput oleh salah satu encing-nya.

"Pokoknya itu skenario selama kamu sekolah. Umi lagi ngurus perpindahan kamu ke Pesantren Al-Barkah."

Skenario? Puih! Sok banget bahasanya.

Rangga benar-benar kesal. Citra bad boy-nya bisa runtuh kalau ketahuan dia membawa bekal. Memangnya anak SD?

"Man, nggak ke kantin?" tanya Rois.

"Lagi puasa gue," sahut Rangga.

"Gila! Puasa apaan lo?! Orang hari ini Jumat. Nanti kita kan salat Jumat! Kata guru Pendidikan Agama Islam kita juga haram puasa di hari Jumat!" cerocos Pohan.

"Woy, Elora! Emang bener hari Jumat haram puasa?!" teriak Rois.

Elora yang kebetulan melewati mereka mengangguk dan berjalan bersama temannya keluar kelas.

"Bohong banget dia! Gue lihat pas sesi salat duha dia nelen air keran pas wudu." Alano yang baru saja menatap Elora dari kejauhan mendatangi bangku Rangga. Ya, secara natural Alano bergabung dengan Rois dan Pohan karena Rangga.

"Lo jatuh miskin, man?" tanya Rois.

"Umi lo jadi ditawarin anggota DPR dan harta keluarga lo habis buat kampanye?" tanya Pohan.

"Lo disantet?!"

"Arrrgghh! Pada sok tahu!" geram Rangga. Dia mengeluarkan kotak bekal dari ranselnya. "Nih, siapa yang mau?"

Sontak Alano tertawa terbahak-bahak. Rupanya tangan kanannya yang di-gips tidak mampu menghentikan suara tawa yang menggelegar itu. By the way, dia mengaku bahwa dia jatuh dari kasur.

"Jadi lo sok bohong puasa karena bawa bekel? Lo malu karena takut citra bad boy lo runtuh?" Alano mencibir.

"Persetan sama bad boy! Bekel lo sedep gini. Buat gue yak. Gue mau makan di bawah pohon. Bukan di bawah rambut Pohan, tapi di samping lapangan basket." Rois menyambar kotak bekal milik Rangga.

"Eh, gue ikut dong! Ngiler nih gue!" Pohan berlari menyusul Rois.

Namun bahunya dicekal oleh Alano. "Beli makanan lagi di kantin. Nih, pake duit gue. Biar kita bisa makan bareng-bareng."

"Mentang-mentang lo mantan ketua gank, lo jadi seenaknya nyuruh-nyuruh?!"

"Gue kan lagi sakit. Guru-guru aja pada iba sama gue. Masa lo nggak kasihan?" Alano mengiba. "Kembaliannya buat lo semua."

Pohan menyambar kertas uang yang dipegang Alano.

Rupanya Rangga tetap tidak menyentuh makanan yang Alano belikan. Kini, mereka makan bersama di bawah pohon yang rindang. Namun Rangga hanya menatap lapangan basket dengan tatapan kosong.

"Elaaahh! Lo kenapa lagi sih? Lo masih marah sama gue? Kan tadi pagi gue udah jelasin di depan Bu Ghaida kalau lo nolongin gue jadinya bolos sekolah. Di depan Kepala Sekolah juga. Cuma di depan temen sekelas gue ngaku jatoh dari kasur!" Alano menyemburkan sebagian nasi yang berada di mulutnya.

Asem, jadi cowok kayak gini yang jadi idaman cewek-cewek? Belom dua hari pacaran, muka jadi bau amis kena cipratan! keluh Pohan.

"Nggak ngaruh. Umi udah ngurus kepindahan gue ke Pesantren Al-Barkah." Rangga menghela napas berat.

"Serius?!!!" Sontak Rois dan Alano menyemburkan nasi dari mulut mereka.

Pohan menggeram kesal. Bagaimana tidak kesal? Sebagian nasi hinggap di rambut kribonya. Jangankan nasi, jika pulpen masuk pun susah untuk kembali. Hadeh!

"Nggak bisa dibujuk, man?" tanya Rois.

"Gue bakal maju ke umi lo! Gue utang nyawa ke elo. Sekolah aja nyabut hukuman buat lo gara-gara pengakuan gue!" Alano memegang bahu Rangga.

"Apaan sih lo! Muke lo kedeketan!" Telapak tangan Rangga menutupi wajah Alano.

"Ayo, pulang sekolah kita samperin ke rumahnya," usul Pohan.

"Umi pulangnya malem."

"Kita tungguin!"

***

Seorang wanita berjilbab merah cabai dengan daster bermotif bunga-bunga bermekaran datang bersama motor bebeknya.

Rangga menepuk keningnya. Dia lupa bahwa Encing Ida akan menjemputnya. Rupanya Khodijah benar-benar berniat untuk meluluh lantakkan citra bad boy-nya. Dari menyuruh Rangga membawa bekal sampai salah satu encing yang paling hebring dan cerewet menjemputnya.

"Et dah, bocaahh! Lama amat sih keluarnya? Buruan! Encing lagi masak nasi di dapur!"

Suara melengkingnya membuat Rangga menyesal. Seharusnya dia membuat skenario untuk adegan pura-pura tidak mengenal wanita berumur 40 tahunan ini.

"Encing kan masak nasi pake magic com. Kagak bakal gosong kali."

"Ya, tetep aja! Tuh, nasi kudu diaduk-aduk pas udah mateng!"

"Cing, Rangga pulang bareng temen yak. Tuh pada nungguin. Mau maen ke rumah." Rangga menunjuk Alano dengan mobil beserta sang sopir, Rois, dan Pohan.

"Eh buset! Ngapa nggak bilang sih? Kan aye jadi nggak perlu ninggalin dapur! Kabarin ngapa, dih!" Ida memukul Rangga dengan tas berwarna senada dengan jilbabnya.

"Rangga nggak dibolehin bawa HP, Cing! Ampun! Salahin Umi noh!" Rangga menangkis pukulan itu. Tamatlah riwayatnya, karena adegan itu menjadi tontonan satu sekolah.

Akhirnya demi mendiamkan macan betina alias Encing Ida, Rangga menaiki motor bebek itu. Lalu Alano dan lainnya mengikuti dari belakang. Lebih tepatnya mereka mendahului Rangga, karena sopir Alano kesal berada di belakang Ida.

"Ya ampun, Bu! Sen kanan malah ke kiri!"

"Udah, salip aja, Pak. Gue tahu rumah si Rangga," ujar Alano.

Tak disangka, sesampai mereka di depan pagar rumah Rangga, ada Nadzirah yang menunggu dengan seragam sekolahnya.

"Ranggaaaaa!" Nadzirah berteriak manja saat Rangga turun dari motor Ida.

"Hayoo! Pada mau pacaran yak!" tuduh Ida.

"Apaan sih, Cing? Inget tuh nasi di dapur." Ucapan Rangga berhasil mengusir encingnya yang lebih peduli dengan kesejahteraan perut keluarganya ketimbang mengurusi keponakannya.

"Heh! Ngapain Kak Rara masih di sini?" Tiba-tiba Nisa keluar dari pintu rumah.

"Suka-suka gue dong." Nadzirah menyilangkan kedua tangannya.

"Bang, lo mau jatuh ke perangkapnya? Lo ditolak karena jadian sama replikanya vokalis Kangen Band gara-gara ngincer duitnya. Sekarang lihat lo lebih bersinar, dia putusin pacarnya. Lo mau, Bang, berakhir kayak mantan pacarnya?!"

"Lo tahu apaan sih, bocah? Masih SD juga!"

"Gue bentar lagi SMP! Dan cewek model kayak lo itu banyak di sinetron. Emangnya gue kagak pernah nonton?!"

Mereka berdua berakhir dengan jambak-jambakan. Beberapa tetangga yang datang bukannya menolong, tetapi malah memotretnya dan Rangga yakin akan dijadikan status di sosial media mereka.

Sebuah suara ban mobil yang mendekat membuat semua kepala menoleh ke arah tersebut. Khodijah keluar dari mobil.

"Apa-apaan ini semua?!"

Hai, readers! Jangan lupa vote dan komentarnya ya ❤️

Rangga Bukan Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang