2

75 10 0
                                    

Aren merasa ada yang mengganjal di hatinya sampai sang pacar yang terus mengoceh ia hiraukan. Mulai dari ia menjemput Hera yang ternyata tidak ada siapapun di rumahnya. Kemudian tak terlihatnya sosok Hera di sekolah. Misa tidak mengatakan apapun tentang Hera dan ia merasa Misa tidak tahu apa-apa.

"Kamu kok diem aja, sih," rajuk Rinjani karena sedari tadi Aren diam saja tak menanggapi ucapannya yang mengajaknya jalan-jalan sepulang sekolah nanti.

"Oh, kamu ngomong apa tadi?" Aren gelagapan karena ketahuan melamun.

"Tau, ah. Kesel. Pasti gara-gara cewek bego itu, kan? Atau kamu udah ada rasa sama tuh cewek?" ujar Rinjani menggebu-gebu. Semenjak kedatangan Hera, ia tidak bisa leluasa menyita waktu Aren karena pacarnya itu harus mengantar jemput gadis menyusahkan seperti Hera.

"Kamu ngomong apa, sih? Nggak mungkin aku ada rasa sama Hera. Emangnya kamu mau kalo aku selingkuh?" Aren mengacak rambut Rinjani gemas. Ternyata pacarnya ini sedang cemburu.

"Ya, enggaklah. Awas aja kalo kamu selingkuh," ancam Rinjani dengan muka menggemaskan, menurut Aren.

"Iya, nggak bakal."

***

Malam itu, Linda terus menunggu kepulangan Hera. Jam sudah menunjukkan pukul 8, tapi Hera tak kunjung pulang. Di sisi lain ia percaya kalau Hera sedang bersama Aren.

Di tengah kegelisahannya, pintu utama terbuka dan di sanalah Hera. Melihat kepulangan Hera, Linda bernapas lega dan menghampiri putrinya kemudian menuntunnya untuk duduk di sofa.

"Kamu dari mana, kok baru pulang jam segini?" tanya Linda. Raut cemas tercetak jelas di wajahnya.

"Tad-i jalan dulu sama Aren," jawab Hera sedikit tersendat. Lipatan halus tercetak di kening Linda. Ia meneliti seluruh tubuh Hera. Bercak merah timbul di atas kulit putih anaknya dan itu semakin membuat Linda cemas.

"Ini kenapa?" tanya Linda risau. Sebenarnya apa yang Hera makan sampai alerginya kambuh. "Hera, jawab Mama." Linda menepuk pipi Hera, karena anaknya itu mulai terlihat kesulitan bernapas.

"Sa-kit, Ma," ucap Hera yang terus memegang dadanya. Rasanya ada sesuatu yang mencekik dirinya hingga ia sulit bernapas.

"Hera, jangan pingsan. Kita ke rumah sakit sekarang." Linda menuntun anaknya ke luar rumah dan menyuruhnya menunggu selagi dirinya mengeluarkan mobil dari garasi. Setelahnya Linda membawa Hera duduk di bangku depan dan memasangkan seat belt disusul dirinya yang juga masuk ke dalam mobil.

Selama di perjalanan, Linda terus menyuruh agar Hera terus terjaga yang mana itu sangat sulit bagi Hera. Kesadarannya perlahan memudar bersamaan suara Linda yang semakin samar terdengar.

Linda terus terjaga dan menggenggam tangan anaknya. Ia tidak pernah beranjak dari tempatnya hingga menjelang pagi. Linda takut kalau Hera siuman ia tak meresponsnya dengan cepat.

Setelah dokter menangani Hera dan menyuntikkan sesuatu hingga sesak napas Hera mulai berkurang dan itu sedikit melegakan hatinya. Linda melirik jam dan ternyata sudah pukul 9 pagi. Lalu Linda kembali menatap Hera. Pasti Aren tadi datang ke rumah untuk menjemput Hera dan ia lupa mengabari Misa. Ia menjauh dari ranjang dan merogoh HP lalu segera menghubungi Misa.

"Halo."

"Misa, maaf aku nggak sempet ngabarin kamu karena Hera masuk rumah sakit. Pasti Aren tadi dateng ke rumah," ucap Linda penuh penyesalan karena sudah merepotkan sahabatnya itu.

"Hera masuk rumah sakit?" tanya Misa terkejut. "Hera sakit apa?"

"Alerginya kambuh, tapi sekarang udah nggak papa. Nanti sampaikan maaf aku untuk Aren, ya karena udah ngerepotin."

Take Me HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang