Arzen memejamkan matanya dan mengetatkan rahangnya. Berita yang sangat besar dan mengguncang jiwanya baru saja ia dengar. Ia tidak menyangka Hera mengalami kejadian tragis dan Arzen sama sekali tidak tahu! Anak sekecil itu mendapat tekanan batin dari ayahnya dan penyesalan yang harus ia tanggung. Arzen tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya Hera saat mengetahui kakaknya telah meninggal dan ayahnya yang berbalik membencinya.
Aren yang duduk bersebelahan dengan Arzen tak kalah terkejut mendengarnya. Ia menundukkan kepalanya dan mengingat kembali perlakuannya terhadap Hera belakangan ini.
Dari apa yang Misa katakan, bibi pengasuh Hera dan Alfa dipecat karena telah lalai merawat anak majikannya. Lalu beberapa bulan setelah kepergian Alfa, mereka pindah dan Hera diungsikan ke rumah orang tua dari pihak ayahnya.
Menghela napas, akhirnya Arzen berkata, "Jadi, gimana nasib si penculik sekarang?"
"Mereka meninggal di tempat," ucap Misa. Wajahnya kini terlihat kusam dengan bekas jejak air mata yang telah mengering. "Pihak kepolisian juga telah menyelidiki latar belakang pelaku yang ternyata adalah lawan bisnis Dirga," lanjutnya kemudian.
Arzen menyandarkan tubuhnya dan mengacak rambutnya asal. Gadis itu masih bertahan hingga saat ini saja sudah merupakan keajaiban. Gadis rapuh dan lemah itu, bila saat ini Hera ada di dekatnya, Arzen pasti akan memeluknya dan tidak akan membiarkannya sendirian.
"Sekarang kamu tau kenapa Mama marah karena kamu biarin Hera pulang ke rumahnya?" Misa mengembuskan napas sebelum melanjutkan, "Anak seperti itu nggak boleh ditinggal sendirian. Kamu nggak akan tau apa yang Hera pikirkan. Bisa jadi Hera berpikir untuk mengakhiri hidupnya." Misa menutup mulutnya tak kuat menahan gejolak di hati. Bahkan dadanya terasa sesak untuk mengatakan kalimat itu.
Linda pernah mengatakan, Hera sering melakukan self harm sebelum akhirnya sahabatnya itu membawa Hera ke psikolog. Hera perlahan mulai menunjukkan kemajuan, tapi untuk mencegah pemikiran untuk menyakiti diri sendiri, disarankan agar tidak meninggalkan Hera sendirian.
Andri menarik Misa ke dalam pelukannya. Sebagai orang tua, dia tahu bagaimana perasaan Misa saat ini. Dia menyayangkan sikap Dirga yang menyia-nyiakan anaknya yang masih hidup dan tenggelam pada masa lalu.
Arzen mengusap wajahnya kasar dan matanya memerah. Aren yang tak kuasa mendengar lebih banyak, memutuskan untuk pergi dari sana.
Kini Arzen tahu seberapa kuatnya Hera berusaha bertahan dengan hatinya yang sudah retak. Hanya menunggu waktu sampai benar-benar hancur.
***
Hera bersembunyi di balik dinding, mengamati pintu bercat putih yang tertutup rapat. Sudah dua hari ia ingin menghampiri Dirga, tapi keberanian itu menguap begitu ia melihat Dirga. Namun, kali ini, Hera bertekad untuk menghampiri Dirga di ruang kerjanya.
Hera membawa segelas kopi buatannya. Ia tahu ayahnya baru pulang kerja dan Hera yakin ayahnya pasti merasa lelah. Hera berharap segelas kopi bisa menghilangkan sedikit rasa penatnya.
Hera mengangkat tangannya dan hendak mengetuk pintu. Namun, Hera menariknya kembali. Mengembuskan napas dan berharap jantungnya bisa bekerja dengan normal, Hera kembali mengangkat tangannya dan mengetuk pintu sebanyak dua kali.
"Masuk." Hera tersenyum kecil saat Dirga memberi izin.
Dirga melihat Hera sekilas yang tengah membawa segelas kopi menggunakan nampan. Kening pria itu berkerut halus, tapi tidak segera mengusir Hera sebelum pandangannya kembali pada kertas-kertas yang harus ia periksa.
"Aku buatkan kopi untuk Papa." Hera mengangkat piring kecil yang di atasnya ada segelas kopi dan meletakkannya di sudut meja. Hera ingat, dulu ayahnya selalu mengonsumsi minuman berkafein itu saat sarapan dan ketika pulang kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Home
Teen FictionHarapan Hera hanyalah bisa mengubah sikap ayahnya menjadi sosok yang hangat dan perhatian seperti saat ia kecil dulu. Semua usaha ia kerahkan untuk mengubah ayahnya menjadi seperti semula termasuk menuruti apa yang ayahnya katakan. Namun, kesalahann...