Mobil yang dikendarai Arzen berhenti di lampu merah. Pria itu kemudian melirik Hera yang menatap keluar jendela. Setelah berbagi kisah via telepon, tampaknya Hera sudah merasa lebih baik.
Arzen terbatuk sekali dan usahanya itu berhasil mengalihkan perhatian Hera. "Kamu terlihat cantik malam ini," kata Arzen.
Hera yang mendengar itu berkedip beberapa kali sebelum akhirnya menunduk malu. "Abang berlebihan. Ini karena aku pake make up," ucap Hera.
"Kamu meremehkan penilaianku?" Arzen tampak tidak senang karena Hera selalu merendahkan dirinya.
Hera menggeleng cepat. "Bukan begitu." Akhirnya ia hanya bisa menghela napas dan memainkan jarinya gugup.
"Kamu cantik. Jadi kamu harus lebih percaya diri lagi," kata Arzen, melembutkan nada bicaranya.
Hera sedikit ragu mengakui dirinya cantik, sebab saat menatap wajahnya, ia teringat dengan kakaknya. Bisa dikatakan jika mereka sangat mirip. Seperti halnya pinang dibelah dua. Seandainya kakaknya masih hidup, pasti mereka seperti anak kembar walau terlahir dengan jarak dua tahun.
"Apa kamu masih menyalahkan dirimu?"
Hera tersentak lalu kelopak matanya menurun. Sepertinya memang begitu. Dia masih belum bisa memaafkan dirinya, walau Arzen telah memberinya sedikit dorongan.
"Sepertinya aku membutuhkan waktu," ucap Hera pasrah.
"Berapa lama waktu yang kamu butuhkan? Apa seumur hidupmu?" tanya Arzen tersenyum miring dan mendengus. Itu hanya sarkasme yang menunjukkan bahwa Hera telah melewati waktu yang begitu panjang untuk bisa memaafkan dirinya.
Hera memandang Arzen sekilas. Entah kenapa pria itu terlihat kesal dan sedang mengejeknya. Lalu kemudian Hera memandang ke luar jendela. Tidak semuanya bisa dihapus dengan berjalannya waktu begitu juga rasa bersalah yang tertanam di hati Hera. Penolakan serta kebencian dari ayahnya telah menambah beban dan rasa bersalah itu kian membesar.
Setelah memakan waktu sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya mobil Arzen tiba di sebuah hotel kenamaan. Arzen keluar dari mobilnya dan memutari mobil. Membuka pintu samping dan memberikan tangannya agar Hera segera turun.
Hera menatap tangan itu sebelum tangan mungilnya menyambutnya. Ia sedikit terbiasa mendapati sikap Arzen yang terkadang terlihat memanjakan dirinya.
Setelahnya Arzen membawa Hera masuk setelah membiarkan mobilnya diurus oleh seorang bellboy.
"Jangan jauh-jauh dariku selama di dalam," kata Arzen saat mereka tiba di depan pintu.
Hera yang menggandeng lengan Arzen hanya mengangguk patuh karena pikirannya sedang tidak fokus. Selain karena sepatu yang ia pakai sedikit tidak nyaman juga karena ia sedikit gugup. Pasti ruangan itu akan sangat ramai mengingat itu adalah acara pernikahan.
Saat memasuki ruangan yang menjadi pusat acara, Hera tidak bisa tidak mengagumi dekorasi yang sangat mewah. Itu memiliki tema warna ungu muda dengan nuansa yang harmonis berpadu dengan warna putih gading serta lampu-lampu berwarna kuning. Beberapa chandelier tergantung di langit-langit serta air mancur buatan di beberapa titik. Sepertinya ini acara yang mengharuskan para tamu berdiri, tapi masih menyediakan beberapa kursi di sudut. Meja-meja yang tertata dan beralaskan kain putih sudah menyediakan dessert dan meja panjang di tepi menyediakan prasmanan.
Hera mengikuti langkah Arzen yang menuju pelaminan. Di sana pengantin wanita tampak cantik seperti putri disney yang pernah Hera tonton saat kecil dulu. Ball gown berwarna putih dengan manik-manik tampak begitu berkilau. Rambutnya disanggul dengan hiasan sederhana menambah kesan elegan. Sangat cantik. Di sampingnya, pengantin pria tampak menawan dengan balutan tuxedo berwarna putih dengan mawar merah di kantung jasnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/238720062-288-k336242.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me Home
Teen FictionHarapan Hera hanyalah bisa mengubah sikap ayahnya menjadi sosok yang hangat dan perhatian seperti saat ia kecil dulu. Semua usaha ia kerahkan untuk mengubah ayahnya menjadi seperti semula termasuk menuruti apa yang ayahnya katakan. Namun, kesalahann...