Bumi nampak puas melihat hasil karyanya siang ini. Tiga mangkok besar berisi mie becek dengan telur setengah matang hasil jarahan Bumi dari kulkas adiknya, sudah tersaji dengan cantik.
Ia juga telah membuka beberapa bungkus ciki, permen, serta dua botol soda dingin sebagai pelengkap 'Papi's time'. Mumpung adiknya tak ada di rumah, jadi ia ingin mencekoki ponakannya dengan makanan tidak sehat untuk hari ini.
Bumi menyusun seluruh makanan itu di atas meja depan tv. Selesai menyusun, Bumi masih belum menemukan dua bocah itu. Kemana mereka? Seingatnya, tadi setelah Berlyyn menemaninya masak mie becek, bocah itu hanya pamit untuk memanggil Byat. Seharusnya jika hanya memanggil Byat tak membutuhkan waktu selama ini.
Bumi memutuskan untuk naik ke lantai 2 dan menghampiri kamar Byat yang tertutup. Sebelum tangannya mengetuk pintu, Bumi mendengar suara pelan yang mencurigakan. Ia pun mendekatkan telinga ke pintu.
"Abang."
Byat menoleh dengan penuh selidik. Jika kembarannya menghampiri dengan senyum manis, Byat harus waspada. Berlyyn dan 'manis' bukanlah perpaduan yang pas. Pasti kembarannya memiliki maksud terselubung.
"Ih, dipanggil seharusnya respon."
Byat menutup buku yang sedang di bacanya, menatap adiknya dengan penuh curiga dan menjawab, "Apa?"
"Pinjam uang dong," kata Berlyyn dengan cengiran lebar. "Sepuluh juta aja."
"Buat apa?" tanya Byat dengan kening berkerut. "Tabungan kamu, kan ada."
Berlyyn menggeleng dengan wajah sedih dan bibir mengerucut. Mirip seperti ekspresi bayi babi, pikir Byat. "Tabunganku kan udah habis beli alat gimnastik kemarin."
Byat berdecak, baru teringat adiknya ini baru saja membeli barang-barang untuk keperluan eskulnya. Mereka memang hidup berkecukupan, namun mama membiasakan mereka untuk membeli keperluan dengan uang tabungan sendiri. Katanya agar mereka bijak dalam keuangan. Padahal Byat tahu, mama mereka juga boros, suka membuat papa geleng kepala. "Untuk apa?"
"Buat Onti Sunny."
"For?" ulang Byat tak mengerti.
"Ih, buat Onti Sunny."
Jika kesabaran Byat setipis kesabaran Berlyyn, sudah pasti ia akan mengamuk karena otak lemot saudarinya. Namun nyatanya, kesabaran papa menurun pada Byat. "Iya, buat apa kamu kasih Onti Sunny uang?"
Berlyyn ber'oh' ria. "Belum tau sih, tapi aku mau kasih dia kado. Biar seolah-olah dari Papi."
Byat yang awalnya berniat memberi adiknya uang pun menggeleng, niatnya langsung batal. "Engga boleh ikut campur urusan orang dewasa, Berly."
"Tapi, kan, biar Onti Sunny jadi pacar papi. Byat engga mau emangnya?" ujar Berlyyn dengan mata membulat penuh harap, jurus yang sering membuat semua orang mengabulkan apa yang ia inginkan.
Namun sepertinya Berlyyn lupa, bahwa Byat sudah bersamanya sejak di dalam perut. Jelas saja kembarannya itu sudah tahu akal bulusnya. "Mau, tapi biar itu jadi urusan Papi dan Onti Sunny."
"Tapi Mama bilang, kita harus bantu Papi."
Bumi tercengang dibalik pintu. Baru dua hari, ternyata sudah ada aliansi dadakan yang terbentuk tanpa sepengetahuannya. Dan ini semua bersumber dari adiknya, yang hari ini sedang pacaran dengan Da'Bhaga.
"Kita bantu kalau Papi minta bantuan."
Terdengar decak kesal dari Berlyyn. "Tapi Papi itu engga peka Byat!"
Bumi refleks menjauhkan diri dari pintu dan mengusap dadanya. Bahkan dijarak sejauh ini, ia bisa merasakan intonasi tinggi ponakan perempuannya yang bisa membuat gendang telinga siapapun kesakitan. Tidak Bunda, tidak adiknya, tidak juga ponakannya, semua perempuan di keluarganya memiliki suara yang menggelegar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi
RomanceTerbiasa hidup dalam tempo cepat, membuat Bumi banyak berpikir dalam perjalanan bis Jakarta-Padang yang memakan waktu lebih dari 40 jam, mulai dari rezeki, jodoh, sampai kematian. Selama 31 tahun eksistensinya di dunia, Bumi tak pernah berpikir seda...