7. Gara-gara Bisnis

506 86 8
                                    


🚨

Selesai shalat, mereka kembali papasan di jalan keluar. Sunny yang menggendong ranselnya sudah kembali memakai sweater.

Tak ada pembicaraan sampai mereka memilih lauk untuk makan malam.

"Kemarin kenapa nangis?"

Sunny menatap Bumi bingung. "Kamu, kenapa nangis," ulang Bumi.

"Oh."

Bumi menatap Sunny tak percaya. Sepertinya ia menanyakan hal yang membutuhkan jawaban panjang, bukan hanya sekadar 'oh' pendek.

Melihat raut kesal di wajah Bumi
mau tak mau membuat Sumny tertawa. Sunny ingin menjelaskan alasannya, namun ia harus menelan kunyahannya lebih dulu baru bisa menceritakan hal memalukan.

"Gara-gara Bisnis."

Dalam situasi bersama perempuan-perempuan sebelumnya, Bumi selalu menjadi pihak pendengar. Ia tak perlu banyak bertanya, karena mulut perempuan sepertinya sudah di setting untuk terus mengoceh. Namun bersama Sunny, Bumi malah menjadi pihak yang aktif bertanya.

"Bisnis apa?"

"Salah," Sunny menggerakan telunjuknya. "Harusnya Bisnis siapa."

Serius, dari lubuk hati terdalam, bukan tak pernah Bumi berniat menempeleng kepala Sunny.

"Bisnis siapa? Bisnis kamu
kenapa?"

"Si Bisnis sakit, " kata Sunny tiba-tiba murung. Baru berpisah dua hari sudah membuatnya rindu pada Bisnis. "Jadi harus dirawat."

"Sakit? Maksud kamu lagi lesu engga ada transaksi?"

"Hah, kok transaksi?"

Bumi sepertinya harus banyak belajar pada Megandita tentang bagaimana cara memupuk kesabaran berbicara dengan perempuan lemot seperti Ica dan Sunny.

"Tadi katanya bisnis sakit. Sakit hampir bangkrut gitu?"

Akhirnya Sunny tertawa, seperti baru memahami pembicaraan mereka yang tidak jelas.

"Bisnis itu kucing aku. Namanya Bisnis."

Bumi melirik tanganya yang bercabai, rasa ingin mencolok mata Sunny amat besar saat ini. Bagaimana bisa Bumi
dibuat pusing tujuh keliling karena pembicaraan tentang seekor kucing?

"Jadi kucing kamu sakit,
makanya sampai nangis?"

Sunny mengangguk. "Dia kena flu h-1 aku ke Padang. Jadi aku lebih khawatir pas nitipin dia di hotel kucing."

Bumi mendengus. "Hotel kucing?"

"Harganya bahkan lebih mahal daripada hotel manusia, Om."

"Kamu bercanda ya?" tanya Bumi dengan raut wajah tak percaya yang amat kental.

"Jangan ngeremehin mahluk yang punya fans paling besar di dunia ini, Om."

Bumi mengerjap, teringat beberapa tahun lalu Pandji Pragiwaksono pernah di somasi pencinta kucing Indonesia. Padahal banyak bit sensitif lain, namun Pandji malah kena di bit kucing. Mahluk tak berakal yang
pemarah.

BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang