13. Salah Paham

658 94 5
                                    


🕙

"Jadi kamu kira, saya suami Bintang?" tanya Bumi skeptis menatap Sunny yang berjalan di sebelahnya.

Atas paksaan Bintang, Bumi diharuskan mengantar Sunny sampai depan pagar rumah. Katanya ada miskomunikasi yang harus diselesaikan. Padahal, tanpa disuruh pun, Bumi memang sudah berniat ingin berbicara dengan Sunny mengenai alasan mengapa Sunny tiba-tiba membuat jarak. Dan pagi ini, Bumi tahu jawabannya.

Air matanya kemarin terbuang sia-sia. Mendengar Bumi dipanggil papi oleh seorang anak perempuan, dipanggil Ajo oleh seorang wanita dewasa, dan pakai sayang-sayangan membuat Sunny berpikir bahwa Bumi adalah pria berkeluarga. 

Sunny menggaruk pelipisnya, setelah permintaan untuk menjadi ayam suwir tidak dikabulkan oleh Tuhan, Sunny harus menghadapi fase yang amat memalukan dan canggung dengan Bumi sekeluarga. Sunny memberanikan untuk menatap Bumi.

Jujur saja, Bumi amat menarik seluruh mata perempuan waras. Lelaki ini tinggi, mungkin sekitar 185 cm. Sunny yang biasanya tergolong tinggi saja, tetap merasa seperti kurcaci di sebelah Bumi. Pakaian lari itu mencetak tubuh Bumi yang liat dengan otot dan proporsional. Lelaki ini memiliki mata hitam yang cukup mengintimidasi saat serius, namun bisa berubah hangat saat berbicara dengan anak kecil seperti Cindy dan si kembar. Bumi juga memiliki kulit kecokelatan yang sehat, sepertinya karena sering terpapar sinar matahari. Rambutnya terpotong dengan rapi. Dan bibirnya. Astaga, sejak pertama kali melihat Bumi, otak Sunny langsung menilai bahwa senyum Bumi amat memikat. Dalam pikiran hiperbolanya, cokelat saja bisa lumer jika dihadapkan dengan senyuman Bumi.

Dan, oh, ternyata Bumi bukanlah lelaki beristri yang tidak setia.

"Om engga pernah bilang."

Bumi berdecak. Belum mengindahkan panggilan Sunny untuknya. "Emangnya saya pernah bilang kalau saya suami Bintang?"

Sunny menggeleng, namun pikirannya mana bisa diatur. Ia hanya menyambungkan fakta-fakta yang diketahuinya menjadi satu kesimpulan yaitu Bumi adalah pria berkeluarga. Maka dari itu, sejak kesimpulan itu ditarik, Sunny membatasi diri karena tidak berniat menjadi Hello Kitty perebut Mas Bram. Sunny kembali memakai bantal lehernya, agar tak lagi tanpa sengaja bersandar ke lengan Bumi. Sunny pun membatasi tempat duduknya dengan selimut agar pahanya tak bersentuhan dengan paha Bumi.

"Rumah aku udah deket," kata Sunny diluar konteks.

"Trus?"

"Ya, Om bisa pulang."

"Bumi."

Sunny menampilkan ekspresi tidak mengerti.

"Panggil saya Bumi. Kemarin kamu bisa panggil nama saya."

"Ngh." Sunny menggembungkan pipinya. Aneh sekali memanggil dengan nama setelah dari kemarin Sunny selalu memanggil Bumi dengan panggilan om. "Bumi, rumah aku udah deket, mendingan kamu pulang."

Bumi menahan senyum mendengar namanya kembali disebut. "Kata Bintang, harus antar sampai gerbang."

"Engga sampe sepuluh meter lagi."

Sunny bingung harus mengusir Bumi bagaimana lagi. Ia hanya ingin segera masuk ke kamar, menenggelamkan diri dalam bantal dan berteriak kencang-kencang karena perasaan malu yang tidak dapat dibendung.

BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang