🕗Selesai makan malam, mereka berpindah ke ruang santai. Berlyyn dan Byat masih asik mengobrol dengan Bumi yang sedang dipijat satpam komplek. Bintang yang perhatian memang paling juara.
"Iya di betis Bang, pegel banget."
Andre, remaja baru lulus SMA yang menjadi satpam komplek Lumier pun langsung menambah kekuatan tangannya. "Si Abang keras banget ototnya. Pak Bhaga aja kalah."
Bumi meringis saat merasakan denyutan nyeri bercampur nikmat di betisnya yang pegal karena dua hari kemarin dalam posisi kurang nyaman di bis.
"Papi kan tentara Om, Papa bukan tentara," tukas Berlyyn, fans nomor satu papanya. Berlyyn tak rela papanya diremehkan bahkan oleh bercandaan satpam kompleknya.
Andre hanya bisa nyengir. Kalau saja tadi tak dijelaskan oleh Bu Bintang, bahwa pria yang saat ini dipijitnya adalah abang dari Bu Bintang, sudah pasti Andre bingung dengan panggilan papi yang disematkan bocah kembar ini.
Setau Andre, papi kan panggilan untuk ayah. Sedangkan bagi si kembar, papi disini dalam konteks paman. Untuk ayah si kembar adalah Pak Bhaga, pria dermawan yang sering memberi ia dan satpam yang lain makanan. Orang kaya memang aneh.
Selesai memijit Bumi, Andre menawarkan untuk memijit Byat dan Bhaga. Tapi keduanya menolak. Byat dengan gelengan ngeri, takut badannya dipijit keras seperti papinya, sedangkan Bhaga menolak karena sedang tidak butuh.
Keluarga Rajasa terkenal dermawan di komplek Lumier, jadi Andre segan menerima bayaran setelah selesai memijit Bumi. Apalagi, selama memijit, Andre juga diberi banyak makanan dan minuman dingin. Tapi atas paksaan mama si kembar yang luar biasa cantik, akhirnya Andre menerimanya dengan senyum lebar dan segera pamit.
Bumi merenggangkan badannya lebih dulu sebelum kembali memakai baju. Ia melihat Berlyyn dan Byat yang terus memandangi badannya dengan serius.
"Perut papi kayak roti sobek."
"Itu namanya six pack, bukan roti sobek."
Bumi terkekeh mendengar percakapan ponakannya. Setelah memakai baju, dengan sekali raupan, Bumi mengangkat Berlyyn dan Byat kedalam gendongan. Tak ayal, pekik terkejut langsung terdengar dari kedua bocah itu.
Bintang yang sedari tadi ikut memperhatikan dari sofa pun terkikik melihat Bumi masih kuat menggendong Byat dan Berlyyn sekaligus, seakan-akan kedua anak itu masih bayi seperti dulu.
"Da'Bhaga masih bisa, engga?" tanya Bumi dengan senyum meremehkan.
Bhaga tersenyum kecut, apalagi saat mendengar tawa istrinya yang seakan membenarkan bahwa ia sudah tidak lagi kuat menggendong kedua anaknya bersamaan.
"Da'Bhaga masih bisa, tapi malemnya bakal ngeluh pegel-pegel," aku Bintang.
Bumi menurunkan Byat dan Berlyyn ke atas sofa. Tak ingin kualat setelah mengolok Da'Bhaga. Bumi akui, untuk kalangan sipil, badan Da'Bhaga tergolong bagus dan sehat. Namun, umur memang tidak bisa bohong.
"Lagi dong, Pii," protes Berlyyn. "Yang lama."
Bumi melihat tatapan mengejek dari Da'Bhaga. Tak terima ejekan Da'Bhaga, Bumi yang berniat duduk pun kembali menggendong Berlyyn. Lalu kemudian, mengode Byat apakah bocah itu juga ingin digendong. Byat menggeleng, ia merasa sudah besar dan rasanya tidak pantas lagi digendong seperti dulu.
Sambil memperhatikan Da'Bhaga yang sedang memijit kaki Bintang dengan telaten, Bumi menggedong Berlyyn yang mulai mengantuk.
Saat itu Bumi berpikir, bagaimana sih manusia memastikan bahwa 'she/he is the one.' Maksudnya, dari jutaan manusia di dunia ini, bagaimana seseorang bisa dengan yakin dan berani untuk berkomitmen dengan satu orang seumur hidup. Apakah mereka tidak takut gagal di tengah jalan? Bumi tahu, menyatukan dua otak bukan hal yang mudah. Makanya, butuh pemikiran panjang bagi dirinya untuk bisa yakin maju ke tahap yang lebih serius di umurnya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi
RomanceTerbiasa hidup dalam tempo cepat, membuat Bumi banyak berpikir dalam perjalanan bis Jakarta-Padang yang memakan waktu lebih dari 40 jam, mulai dari rezeki, jodoh, sampai kematian. Selama 31 tahun eksistensinya di dunia, Bumi tak pernah berpikir seda...