10. Perihal Kebetulan

551 84 5
                                    

🚨

Setelah kejadian Bumi menginjak rem secara mendadak, tidak ada percakapan lagi. Mungkin karena mereka semua shock, dalam arti yang berbeda.

Baru setelahnya, hanya ada suara Sunny yang sibuk mengarahkan jalan ke rumahnya. Tak ada ekspresi apapun di wajah Bumi saat ini. Hanya berpikir, dari luasnya wilayah Padang, kebetulan sekali rumah adiknya dan Sunny berada di dalam satu komplek yang sama.

Bumi memberi klakson saat mobil memasuki gerbang komplek Lumiere. Bintang meminta berhenti sebentar lalu membuka jendela untuk memberikan satu paperbag besar pada satpam.

"Nanti bagi-bagi ya."

Bumi melihat satpam muda itu tersenyum lebar dan mengangguk. "Siap. Makasih, Bu Bintang!"

Dari spion, Bumi hanya melihat adiknya melambaikan tangan. Bibirnya melengkungkan senyum kecil, Bintang masih tetap baik dan peduli pada orang lain.

Setelah dua belokan, Sunny mengatakan rumah berpagar hitam adalah rumahnya.

"Siapanya almarhum Prof. Edy, Sun?"

Sunny yang awalnya berniat mengambil tas pun jadi mengurungkan niat, dan malah menatap Bintang terkejut. Kenapa wanita itu bisa tahu ayahnya?

"Ayah aku, Bi."

Bintang berpikir sebentar. Rasanya ia mengetahui nama anak perempuan satu-satunya dari mantan dosennya yang telah almarhum. Seingatnya, namanya bukan Sunny. "Ha? Setau aku anak cewe Prof. Edy satu-satunya cuma Uni."

Sunny yang mendengar nama panggilan rumahnya pun jadi bertambah heran, karena orang luar biasanya hanya tahu namanya Sunny. Sepertinya Bintang memiliki kedekatan dengan keluarganya yang tidak Sunny ketahui.

"Itu panggilan aku di rumah."

"Oh, pantesan muka kamu engga asing!" Melalui lirikan mata, Bumi melihat sudut bibir adiknya tiba-tiba terangkat. "Kebetulan banget aku mahasiswa S1 nya dulu. Tapi engga nyangka, kamu itu anak cewe yang selama ini kerja di Jakarta. Pantes aja muka kamu asing!" raut wajah Bintang yang tadi sempat mendung pun tiba-tiba berubah. "Tapi, bukannya yang mau lamaran besok itu anak cowo prof yang pertama?"

Sunny mengangguk. "Iya, abang aku."

Dengan senyum tertahan, Bintang hanya menjawab dengan oh ria. Saat itu Bumi sadar, bahwa otaknya dan otak Bintang memikirkan hal yang sama. Namun ia tetap diam sampai Sunny mengucapkan terima kasih karena telah memberikan tumpangan.

Sialnya, Sunny keceplosan memanggil Bumi dengan panggilan om yang terdengar oleh Bintang.

"Please, Sun, Om!? hahaha."

Langkah Sunny kembali tertahan karena terpana dengan tawa Bintang yang entah kenapa menggemaskan. Sepertinya hormon ibu hamil memang benar meningkatkan aura berseri-seri, pikirnya muram.

Raut Bumi berubah masam, sudah tahu hal ini akan jadi bual-bualan adiknya di masa depan. Bukan tak mungkin, sore nanti seluruh geng L-Men mengetahui hal ini, tentunya dari Bintang. Bumi dipanggil om. Oh, betapa lucunya itu, sarkasnya dalam hati.

Setelah puas menertawakan nasib ajonya, Bintang mengelap sudut matanya dan berujar, "Jo Bumi belum tua kok. Panggil nama aja sih Sun."

BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang