20. Kembali Bertemu

366 61 5
                                    


💤

Terhitung sudah tiga kali Bumi menguap pagi ini.

"Muka kamu malesin banget. Engga enak diliatnya tau."

"Emang gara-gara siapa, Bun?" sahut Bumi berusaha tidak kurang ajar. Demi apapun, ini baru jam 7 pagi. Dan ia baru tidur jam 3 pagi setelah begadang nonton bola dengan para pria di rumah setelah pengajian malam tadi selesai.

Walau ada beberapa pekerja yang membantu membereskan rumah pasca pengajian malam tadi, tetap saja Bumi dan Zafran ikut membantu. Setelah rumah kembali rapi, ia pun bergabung dengan papi, da'bhaga, dan ayah yang sedang menonton piala dunia. Bahkan Zafran sekalipun yang sebenarnya tak suka bola.

Selesai menonton bola dengan hasil klub jagoan mereka melaju ke babak selanjutnya, Bumi menyempatkan tidur sebentar selagi menunggu subuh. Rencananya ia akan lanjut tidur setelah subuhan andai saja cubitan maut Bunda tak menganggu tidur paginya.

Subjek yang dicubit pun bersungut-sungut, mengapa dari banyaknya manusia disini, malah Bumi yang harus mengantar Bunda jam 7 pagi ke kampung sebelah yang mengadakan nikahan? Katanya ayah ada urusan kerjaan, sedangkan Zafran tak mau diajak ke acara ramai seperti ini. Bunda agak segan minta diantar papi ataupun da'Bhaga, karena itu Bumi jadi korban.

Bumi sudah bilang, Bunda ini kerajinan datang pagi-pagi. Ia mau mengantar jika sudah siang, misal setelah zuhur. Tapi kata Bunda, Bunda ingin melihat akad nikah karena ini adalah acara nikahan anak teman Bunda saat SMP.

Setelah bujuk rayu maut dan sedikit ancaman tidak dimasakan ayam singgang, Bumi akhirnya tak lanjut tidur dan bergerak untuk mandi. Sumpah, ia dan para pria baru tidur kurang dari dua jam, namun saat keluar kamar, Bumi sudah melihat teman nonton bolanya semalam sudah beraktivitas seperti biasa. Mereka engga normal, pikir Bumi sambil bersiap menghadapi air kampung yang sedingin es.

Karena masih bujang, Bumi dapat kamar yang tidak ada kamar mandi. Sama seperti Zafran. Tapi katanya kalau sudah pada kawin, kamar mereka akan ditambah kamar mandi dalam.

"Padahal ditambah sekarang pun engga bikin Bunda rugi apa-apa," sahutnya waktu kapan lalu.

"Rugi dong, jadinya engga ada yang memotivasi kamu buat nikah."

Bumi berdecak, kamar mandi dalam atau luar sama saja. Ia sudah berteman dengan kamar mandi umum sejak SMA. Kamar mandi di dalam pun tak menambah motivasinya untuk nikah sedikitpun. Toh ia bakal jarang di kampung, kan? Jadi tak ada bedanya. Malah kalau kamar mandi di luar begini, Bumi bisa mencomot sarapan di meja lebih dahulu sebelum masuk kamar mandi yang dihadiahi tamparan keras di bokongnya oleh Bunda.

"Mandi yang ganteng!" sahut Bunda yang Bumi jawab dengan acungan jempol. Apa sih mandi ganteng itu? Bumi juga tak tahu, kan ia setiap hari sudah ganteng.

Selesai berpakaian, Bumi memanaskan motor sambil menunggu Bunda yang baru selesai dandan.

"Amboi, kok pakai onda? Pakai oto e lah," protes Bunda.
(Amboi, kok pake motor? Pake mobil aja lah)

"Enakan pake motor di kampung begini, Bun."

Bunda melotot lalu menunjuk roknya sendiri. "Liat baju Bunda dong, Bum."

"Kenapa? Cantik kok," rayu Bumi sambil mencolek dagu Bundanya.

"Itumah Bunda tau. Maksudnya ribet pake motor kalau bersongket."

Bumi menggaruk pelipisnya. Kenapa pakai bersongket segala kalau hanya ke hajatan di kampung sebelah? Dalam hati Bumi bertanya. Namun tangannya menepuk jok belakang. "Miring aja, pegangan aku. Kayak Bunda sama Ayah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang