🚨Setelah permen karet yang dikunyahnya sudah tak terasa lagi manis, Bumi melepehkannya ke tong sampah terdekat. Apalagi melihat bus tujuan Jakarta-Padang sudah membunyikan klakson telolet om yang sedikit bising, berarti menjadi tanda bagi Bumi untuk segera naik. Bumi jadi berpikir, bagaimana kalau pesawat tempur F-5 Tiger diberi klakson seperti ini? pikirnya ngaco.
Para penumpang lain yang masih berada di luar bus juga segera masuk setelah mendengar klakson tadi, kebanyakan adalah para pria yang duduk bersamanya sambil merokok. Mengobrol ngalur ngidul sambil menunggu bus siap jalan dan akan membawa mereka ke suatu daerah nun jauh disana.
Pertanyaan basa kelewat basi pun tetap didapatkan Bumi, seperti, "Mau kemana, Bang?"
Kalau yang bertanya bukanlah bapak-bapak seumuran Papi, barangkali Bumi akan menjawab, "Kita kan satu bus ya, sampeyan engga mau nanya diri sendiri aja?"
Tapi tidak. Bumi tidak sekejam princessnya dalam menanggapi orang asing. Ia malah senang mengobrol dengan orang baru. Makanya, Bumi pun menjawab, "Nio ke Padang, Pak."
(nio = mau)
Karena Bumi tak berencana menetap di Padang dan pekerjaannya juga tak mengizinkannya untuk melakukan hal itu, makanya ia hanya membawa satu ransel sedang. Isi ranselnya juga kebanyakan adalah camilan.
Pakaian bukan hal besar untuknya. Ia pernah tak ganti baju selama berhari-hari saat masih pendidikan di hutan, dari basah-kering-basah-kering lagi. Memakai celana dalam yang sama selama berhari-hari dan hanya menukarnya dengan posisi berbeda, hari ini keluar, besok kedalam, dan seterusnya sampai kulitnya yang awalnya sensitif menjadi kebal, pun pernah ia lakukan.
Lagipula, Bumi selalu punya stok pakaian di rumah princess dan angkunya. Itupun jika princessnya tak benar melaksanakan ancaman akan membuang semua barang dari rumahnya karena tahun kemarin ia ingkar janji tak bisa berkunjung ke Padang karena tugas dadakan.
Makanya itu, setelah mengetahui tanggal pasti cuti, Bumi pun memesan tiket. Bukan tiket pesawat seperti yang princessnya pinta. Bukan pula menaiki herqi atau hercules, pesawat besar angkutan udara militer yang pasti gratis. Tapi Bumi memesan tiket bus yang memakan waktu kurang lebih 35 jam perjalanan. Setelah mendapatkan tiketpun, hati princessnya belum puas. Bintang masih merongrongnya untuk naik pesawat saja biar lebih cepat sampai.
Tapi, Bumi berpikir bahwa cuti panjang kali ini tak datang dua kali. Ia teramat sering menaiki pesawat. Burung besi besar itu adalah kendaraan Bumi sehari-hari. Makanya kali ini ia ingin mencoba sensasi menaiki bus antar provinsi.
Bumi harus antri beberapa saat karena kernet bus memeriksa tiket orang yang akan naik. Setelah tiketnya diperiksa, giliran ia mencari bangku sesuai nomor tiketnya.
Di tengah perjalanan, tangannya refleks lebih dulu menangkap tas yang akan jatuh dari tempat penyimpanan di atas.
"Eh maaf, Om," ucap seorang perempuan yang berdiri dihadapannya.
Bumi mendelik karena panggilan barusan. Memang cukup banyak yang memanggilnya om, namun dari anak-anak teman se-lettingnya. Bukan dari remaja tanggung yang memiliki tinggi tak jauh darinya, which is aneh sekali ada perempuan hampir setinggi dirinya tinggi, Bumi mendorong ransel berwarna cokelat itu ke pojok tempat penyimpanan tas.
"Makasih, Om."
Tak ingin membuat macet, Bumi hanya menganggukan kepala, lalu lanjut berjalan mencari kursinya dibagian belakang karena bus sudah mulai bergerak.
Ternyata bangkunya hanya berjarak dua baris dari bangku perempuan tadi.
Dari belakang, Bumi pun bisa melihat rambut biru elektrik berkilau yang dikuncir kuda itu bergerak ke kanan dan kiri sebentar lalu kemudian kepalanya direbahkan ke jendela.
'Kenapa dia kayak habis nangis?' tanya Bumi dalam hati setelah duduk di tempatnya sendiri.'
Bumi tak ambil pusing. Masalahnya sudah banyak. Gaji bulanan ditambah remunerasi belum cukup untuk membeli ps7 dan ia sudah berjanji untuk membeli barang itu hanya dengan gaji pokoknya.
Semua ini karena taruhan bodoh Geng L-Men sialan. Belum lagi masalah lain. Di bulan ini saja, Bumi sudah mendapat 6 undangan pernikahan dari leting dan juniornya.
Para seniornya pun sudah banyak yang menyuruhnya untuk segera berkeluarga. Jangan lupakan princessnya, orang paling bawel di dunia yang memintanya, minimal untuk segera punya pacar.
Padahal Bumi sudah sering bilang bahwa papi mereka pun menikah diumur kepala tiga. Da'Bhaga juga baru menikah di umur segitu. Pun kapolri yang sekarang menjabat malah baru menikah di kepala empat.
Tapi princessnya tak peduli akan semua itu. Tuduhan menyukai jeruk pun sempat terlayang ke Bumi. Demi Tuhan, ia masih menyukai perempuan. Sangat, malah. Lebih dari setengah hidupnya dihabiskan bersama sekumpulan pria-pria bau kaki, tentu saja harum feminim dan hangatnya kasih sayang dari seorang perempuan masih ia dambakan.
Tapi Bumi tak seburu-buru itu. Papinya saja melepaskan status lajang saat pangkatnya sudah kapten senior. Kapolri sekarang menikah saat pangkatnya sudah AKBP.
Untungnya saja, ia laki-laki. Dan sudah dari dulu di masyarakat terjadi pemakluman untuk laki-laki menikah di umur berapapun, karena kaumnya tak dibatasi stigma yang sayangnya diemban oleh kaum perempuan. Tak ada stigma rahim akan kering, malah semakin dewasa sel sperma kaumnya dikatakan semakin bagus.
Jadi 30 tahun bukanlah angka menakutkan, ia masih punya beberapa tahun kesempatan untuk menyendiri dan menikmati masa-masa keemasan ini dengan baik walau kupingnya harus tahan tiap kali diceramahi princess cantiknya. Tak terkecuali pulang saat ini.
Apalagi sejak kehamilan anak ketiga, yang berarti ia akan memiliki satu keponakan lagi, membuat princessnya galak bukan main.
Biarlah itu dipikirkan nanti, toh ia masih punya waktu selama 35 jam atau setara dua hari dua malam untuk sampai ke Padang, kampung halaman orangtuanya.
Tapi ternyata ini semua diluar kendalinya. Bumi yang tadinya berpikir bahwa Sumatera Barat hanya kampung halaman orangtuanya dan tempat tinggal adik perempuannya ternyata juga menjadi tempat dimana calon pia ardhya garininya berada.
🚨
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi
RomanceTerbiasa hidup dalam tempo cepat, membuat Bumi banyak berpikir dalam perjalanan bis Jakarta-Padang yang memakan waktu lebih dari 40 jam, mulai dari rezeki, jodoh, sampai kematian. Selama 31 tahun eksistensinya di dunia, Bumi tak pernah berpikir seda...