🚨Jika dilihat dari Garminnya, Pak Ahmad telah kejang selama lima menit. Waktu yang cukup lama untuk sadar.
Bumi melirik tangan Sunny yang sedikit gemetar saat menyerahkan sebotol oksigen yang baru.
"Makasih," ucap Bumi sambil lalu.
Dengan posisi sedikit membungkuk di antara kursi, membuat punggung Bumi terasa pegal. Tapi Bumi tak bisa melepaskan bantuan oksigen ini, karena sepengetahuannya, orang kejang mengalami kesulitan napas dan merasa sangat tertolong saat ada bantuan oksigen.
Dua menit kemudian, Bumi merasakan kejang Pak Ahmad tidak sekuat tadi. Teriakannya pun telah berhenti. Bumi perlahan berhenti memberikan oksigen.
"Pak?" Tangan Bumi sedikit menampar pipi Pak Ahmad. "Pak Ahmad? Udah sadar, Pak?"
Pak Ahmad terbatuk sekali, lalu mengangguk. Untuk kali, Bumi dapat bernapas lega. Pak Ahmad telah memberikan sinyal kesadaran.
Ambulans datang tak lama kemudian. Para pemuda disana membantu Bumi untuk memapah Pak Ahmad keluar bis dengan perlahan.
Untuk kali ini, perjalanan Bu Yenny dan Pak Ahmad harus terhenti di daerah Sumatera Selatan, karena kata Bu Yenny, jika dilanjutkan, kejang Pak Ahmad bisa kumat lagi.
Bumi melihat ambulans yang baru saja pergi. Sekarang matahari sedang terik-teriknya. Tubuh Bumi penuh dengan peluh. Kernet menepuk bahu Bumi beberapa kali, dan bilang bahwa bis harus segera jalan kembali.
"Ini minumnya, Om."
Sunny menyodorkan sebotol air mineral padanya. "Makasih."
Dalam tiga kali teguk, air itu pun habis.
Bumi menatap Sunny yang juga nampak lelah. Untuk situasi dadakan seperti tadi, Sunny bergerak amat cepat dan tepat. Selendang perempuan itu bahkan sudah tak nampak di bahunya.
"Om, dokter?"
Bumi menggeleng.
"Kamu anak kesehatan?"
Sunny menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Bukan kok."
"Bagus," sahut Bumi pendek meninggalkan Sunny yang kebingungan.
🚨
Saat memasuki bis, Bumi dan Sunny mendapatkan sorak dan tepuk tangan dari penumpang lain. Bumi tersenyum canggung, tak mengira dirinya dan Sunny akan mendapat apresiasi dari penumpang lain.
"Keren, Bang!" ujar Jaya yang menyengir lebar.
"Jadi malu."
Cengiran Jaya bertambah lebar. Pemuda itu kembali menceritakan kejadian tadi dengan penuh semangat. Bagaimana Sunny membentak penumpang lain untuk menjauh dan memberi ruang untuk Pak Ahmad.
Bagaimana tegarnya Bu Yenny melihat suaminya yang kambuh. Dan bagaimana kerennya kerjasama Bumi dan Sunny yang amat kompak. Bahkan Jaya bilang, ada beberapa orang yang sempat-sempatnya live Facebook saat kejadian berlangsung.
Bumi mengecek Garminnya, Adrenalin Bumi perlahan surut. Detak jantungnya tidak secepat tadi. Sampai beberapa jam kedepan, sepertinya Bumi tak akan mengantuk.
Benar saja, sampai bis berhenti di Palembang, Bumi belum jua mengantuk. Matanya terlalu segar untuk sekadar terpejam. Selain itu, perutnya mulai merasa lapar. Sedangkan Jaya telah ditelan mimpi daritadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi
RomanceTerbiasa hidup dalam tempo cepat, membuat Bumi banyak berpikir dalam perjalanan bis Jakarta-Padang yang memakan waktu lebih dari 40 jam, mulai dari rezeki, jodoh, sampai kematian. Selama 31 tahun eksistensinya di dunia, Bumi tak pernah berpikir seda...