Sebagian orang melihat Mbak Shila pasti iba dan simpati. Aku pun iya, saat pertama kali melihatnya duduk di kursi roda. Namun, setelah mengenal selama tiga hari lamanya, aku dibuat iri. Secara fisik memang tubuhku lebih sempurna. Tetapi, perihal akhlak Mbak Shila sungguh pribadi yang mulia dan shalihah. Mas Andra tidak salah pilih. Dan wajar bila ia begitu mencintai wanita keturunan Arab tersebut.
Dari sekian hal yang membuatku kagum pada wanita itu, satu yang paling menancap. Mbak Shila tetap menghormati suaminya disaat suaminya telah menghamili wanita lain. Sesuatu yang sulit dilakukan sekalipun oleh diriku sendiri.
Mulai sekarang aku ingin belajar dari Mbak Shila. Aku ingin tetap bersikap selayaknya istri meski sikap Mas Andra begitu dingin padaku. Kata-kata Mbak Shila kemarin berhasil meyakinkanku bahwa suatu hari Mas Andra pasti berubah. Mas Andra akan luluh dan membalas perasanku, meski tidak sebesar rasa cintanya terhadap Mbak Shila. Namun, aku yakin itu terjadi. Bagaimanapun keadaannya tidak bisa kutampik bahwa hati ini masih mencintainya. Dan semakin besar setelah statusku berubah menjadi Nyonya Adnan Nagara kedua.
Hari ini aku senang sekali. Sebab, aku tidak kesiangan lagi seperti kemarin. Setelah melaksanakan salat subuh, kulihat meja makan masih kosong. Mbak Shila sepertinya masih di kamar bersama Mas Andra. Alhamdulillah, ini kesempatan pertamaku untuk membuat Mas Andra luluh. Tentu aku tidak akan menyia-nyiakannya.
Aku berniat membuat sarapan spesial. Kebetulan bahan-bahan di kulkas tersedia untuk menu yang akan kubuat. Meski tidak lengkap, namun masih bisa kueksekusi.
Aku ingin membuat daging tusuk panggang. Kalau di Korea biasa disebut Tteok Sanjeok. Bahan yang digunakan sebenarnya mudah. Hanya perlu daging sapi, jamur, daun bawang, kue beras, kecap asin, gula, minyak wijen, dan beberapa bumbu lainnya sebagai penyedap rasa. Namun, karena bahan yang ada di dapur Mas Andra hanya daging ayam, daun bawang, kecap asin, gula, dan bumbu penyedap rasa, jadi kusebut saja daging tusuk panggang. Untuk topping-nya kuganti dengan lalapan supaya lebih segar. Meski tidak seperti aslinya, tetapi, insyaAllah mampu membuat perut keroncongan bahkan sampai memanjakan lidah.
Aku cukup familiar dengan satu makanan ini. Sehingga, tidak membutuhkan waktu banyak, empat puluh lima menit cukup untukku menyajikan ke atas piring. Aroma dagingnya menusuk. Membuat perutku serempak bergerilya. Semoga Mas Andra dan Mbak Shila menyukainya.
Ditengah kutiriskan hasil masakanku, Mbak Shila datang dari belakang dan menginterupsi. "Aduh, Nara. Maaf, ya. Sekarang gantian aku yang kesiangan. Jadi nggak bisa buat sarapan, deh."
Aku tersentak kecil oleh sapaannya. Sebelum membalas, kulirik sebentar wajah Mbak Shila yang sudah segar seperti habis mandi. Pun terpoles makeup-makeup kecil di beberapa titik. Sepertinya, ia memang sengaja tidak berkutat di dapur supaya biar aku yang membuat sarapan.
Tidak tahu lagi kalimat apa yang harus kuungkapkan padanya. Mbak Shila benar-benar memberi ruang agar aku mampu mengambil hati Mas Andra.
"Nggak apa-apa, Mbak Shila. Mbak Shila harus banyak-banyak istirahat supaya nggak kecapekan. Ini aku udah buat sarapan kok. Spesial untuk Mbak Shila dan Mas Andra."
Ekspresi Mbak Shila berbinar. Matanya terpejam mencium harum aroma makananku. "Waah, aromanya enak banget! MaasyaaAllah, kamu masak apa?"
Aduh, aku jadi malu. "Terima kasih, Mbak Shila. Aku buat daging tusuk panggang."
"Boleh cobain satu?"
"Silakan!" Cepat-cepat kusodorkan piring yang sudah terjadi beberapa daging panggang lengkap bersama sayurannya. "Aku memang masakin ini buat Mbak Shila dan Mas Andra."
"Wah, makasih, Nara. Aku cobain, yaa."
Hatiku berdebar saat Mbak Shila menyuapkan satu tusuk daging ke mulutnya. Bumbu yang kubuat mengikuti bumbu Korea. Jadi, aku ketar-ketir bila rasanya tidak cocok di lidah Mbak Shila.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIHRAB [AKAN TERBIT]
Romantik[DIBACA UNTUK 18 TAHUN KE ATAS] Apabila yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi. Begitulah kata Ali bin Abi Thalib. Sebuah petuah yang masih kupegang hingga saat ini. Saat aku gagal memasuki universitas impianku, dan saat a...