21| Kemana Kamu, Mas?

5.5K 300 15
                                    

6 bulan berlalu ....

Tepat enam bulan sudah Mbak Shila pergi meninggalkan dunia ini. Dan tepat hari ini juga usia kehamilanku genap 36 minggu. Menurut USG dokter, minggu-minggu ini aku akan menjalani persalinan. Dan dua hari ini aku sudah merasakan kontraksi palsu.

Bunda dan Ayah sudah dari kemarin menginap di sini. Berjaga-jaga kalau aku akan melahirkan tiba-tiba. Sebab, sepeninggalnya Mbak Shila, Mas Andra jarang sekali di rumah. Lebih banyak diam, murung, menghabiskan waktu di luar, dan setiap kali ditanya Bunda, alasannya selalu saja mengurus kafe.

"Bunda, aku pamit dulu, ya."

Kudengar sayup-sayup percakapan Bunda dan Mas Andra di dapur. Kuintip perlahan, Bunda yang sedang menuang minum dan Mas Andra yang menyalimi tangan Bunda untuk berpamitan.

Pakaian laki-laki itu bergaya anak muda. Celana bergo, kaus hitam dengan balutan kemeja tanpa dikancingkan, dan sepatu warrior pendek. Tak lupa aroma wanginya menyeruak sampai ke hidungku.

Khas sekali.

"Kamu mau kemana, Andra?"

"Mau kerja. Mau ke kafe."

Bunda menghela napas jengah. "Masih mau kerja lagi? Istrimu udah mau lahiran, Kalandra. Lebih baik kamu di rumah temani dia. Bunda nggak izinin kamu kerja,"

"Bunda bikin kuenya rasa coklat, ya? Aku kan nggak suka rasa coklat."

Bunda menjewer telinga Mas Andra. Jeweran yang menurut tebakanku hanya jeweran ringan. "Kamu tuh, ya, kalau dibilangin ngeyel banget. Bunda serius. Nara butuh kamu, Nak."

"Akh, Bunda sekarang kasar. Dah, ah. Aku berangkat dulu." Mas Andra mendaratkan satu kecupan di pipi Bunda. "Tolong pamitin sama Ayah. Assalamualaikum!"

"Andra!"

Mas Andra mengabaikan panggilan Bunda dan tetap melaju meraih kunci mobil. Saat laki-laki itu sudah di teras rumah, aku berusaha menyusulnya.

"Mas Andra," panggilku sebelum lelaki itu memasuki mobil.

Mas Andra menghela napas jengah seolah dari suaranya bisa menebak siapa seseorang yang menyerunya.

"Kamu mau kemana? Aku mohon kali ini kamu di rumah aja."

"Terus ngapain gue di rumah? Jadi saksi lihatin kontraksi-kontraksi palsu lo itu? Semaleman lo udah buat gue nggak bisa tidur. Berisik tau nggak."

"Tapi aku punya firasat kalau---------,"

Tanpa mendengarku, Mas Andra langsung menaiki mobilnya dan melaju meninggalkan pekarangan rumah. Aku sedih sekali.

Entah mengapa aku memiliki firasat bahwa bayiku akan lahir hari ini. Dan aku tidak mau menjalani proses persalinan sendirian. Aku takut ....

***

Pukul empat sore lewat lima menit. Perutku terasa mulas sekali. Namun aku masih berpikir bahwa ini kontraksi palsu. Kucoba untuk rileks dan berjalan-jalan lagi di area kamar.

"Anak Mama nanti kalau keluar jangan lama-lama, yah. Mama udah nggak sabar deh ketemu kamu." Aku tersenyum sambil mengelus perutku.

MIHRAB [AKAN TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang