Aku tidak tahu mantra apa yang digunakan oleh wanita keturunan Arab tersebut hingga mampu membuat Mas Andra bertekuk lutut sampai tak pernah absen menuruti permintaannya.
Setelah Mbak Shila menelepon Mas Andra tadi, selang tiga puluh menit lelaki itu datang. Tentunya dengan ekspresi tidak suka, sebab ia tahu kepulangannya saat ini hanya untuk urusan mengantarku.
Aku sengaja mengintip interaksi mereka dari balik dinding. Kubiarkan dulu dua teh hangat nangkring di atas nampan yang sedang kubawa. Telingaku kupasang baik-baik. Setengah tubuhku kusembunyikan supaya tidak ketahuan.
Kulihat Mas Andra berlutut di depan Mbak Shila. Menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga. Sementara Mbak Shila menggenggam sebelah tangan Mas Andra yang tidak beraktivitas apapun.
"Makasih ya, Mas." kata Mbak Shila. Senyum teduhnya diperlihatkan.
Aku tidak tahu bagaimana balasan ekspresi Mas Andra. Sebab posisinya membelakangiku. Namun tanpa kulihat pun sudah bisa kutebak pasti Mas Andra balas tersenyum dan tentunya lebih hangat.
Opiniku itu diperkuat oleh kalimat yang Mas Andra keluarkan. Nadanya lembut sekali. "Kamu beneran pengin ke Jogja?"
"Sebenernya aku cuma kasihan sama Nara. Dia kan lagi hamil anak Mas Andra. Aku nggak tega biarin dia pergi sendiri."
"Kalau begitu biar aku sewain supir aja. Nanti biar diantar supir pakai mobilku."
"Mas," Mbak Shila menyela cepat. "Nara itu kan juga istrinya Mas. Dia berhak dapet perlakuan yang sama seperti aku dari Mas Andra. Kalau Mas Andra khawatir aku pergi sendiri, seharusnya Mas Andra juga khawatir kalau Nara pergi sendiri."
"Aku nggak cinta sama dia, Shil ... sama sekali enggak."
Hatiku tersayat mendengar pengakuan Mas Andra. Meski sudah diucapkannya berulang kali air mataku tetap menetes.
"Mas Andra sedang diuji sama Allah untuk berpoligami. Itu berarti Mas Andra sedang dikasih kesempatan untuk berada di posisi Rasulullah."
"Bukan keinginan aku untuk melakukan itu."
"Memangnya keinginan Rasulullah untuk memiliki istri lebih dari satu?"
Mas Andra menunduk. Namun dengan lembut Mbak Shila meraih dagunya supaya mereka bertatapan lagi.
"Rasulullah juga sangat mencintai Bunda Khadijah. Sama seperti Mas Andra yang sangat mencintai aku. Tapi Rasulullah tetap memperlakukan istri-istrinya dengan baik. Bahkan sangat baik."
"Semua yang terjadi di luar kendali kita, Mas. Aku tahu Mas Andra sulit menerima kehadiran Nara. Aku pun sama. Tapi bukan berarti kita nggak berusaha untuk terlepas dari belenggu itu. Mas Andra harus bangkit."
"Aku benci dia. Setiap kali aku lihat wajahnya aku selalu inget sama janjiku yang udah aku ingkari untuk nggak menikah lagi selain sama kamu."
Ya Allah ... rasanya sakit sekali. Walau aku sangat mencintai Mas Andra namun aku tidak ingin menjadi orang ketiga di antara rumah tangganya. Aku telah menghancurkan dua hati sekaligus.
"Nara itu perempuan baik. Kalau Mas Andra belum bisa menerima kehadiran dia, minimal, Mas Andra berusaha terima kehadiran janin dalam kandungannya. Bersikap baik terhadap Nara demi anak kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
MIHRAB [AKAN TERBIT]
Roman d'amour[DIBACA UNTUK 18 TAHUN KE ATAS] Apabila yang kau senangi tidak terjadi, maka senangilah apa yang terjadi. Begitulah kata Ali bin Abi Thalib. Sebuah petuah yang masih kupegang hingga saat ini. Saat aku gagal memasuki universitas impianku, dan saat a...