Empat

1.5K 248 32
                                    

Kinanthi baru saja turun dari mobilnya ketika Sonya sudah menunggunya di tempat parkir miliknya. Jangan tanya bagaimana tempat parkir itu bisa jadi milik Kinanthi secara tak tertulis, entah percaya atau tidak karena tidak ada yang bisa memarkir mobil dibawah beringin kuntet yang menjadi simbol dari fakultas Sastra. Hanya mobil Kinanthi yang bisa parkir dibawah beringin itu, tidak sedikit dosen, mahasiswa ataupun tamu fakultas yang mencoba untuk parkir dibawah beringin kuntet, tapi tidak ada satypun yang bisa. Tempat itu rindang hingga mobil yang parkir dibawahnya akan terlindungi dari panas matahari ataupun hujan. Dikatakan beringin kuntet karena pohon beringin itu tidak tinggi ataupun besar seperti pohon beringin pada umumnya, hanya saja daun yang rimbun membuat beringin itu cocok untuk tempat berteduh.

"Aku dengar liburanmu, suram?" Sonya menerima oleh-oleh dari Kinanthi lalu memasukkan dalam tasnya. Kinanthi menggelengkan kepalanya tak percaya, kakeknya pasti yang memberi tahu Sonya apa yang terjadi dengan liburannya.

"Tidak terlalu suram, karena aku sudah bisa move on."

"Siapa namanya?"

"Fajar prayoga, guru taman kanak-kanak. Anggap saja dia bukan jodohku." Sonya mengangguk setuju. Keduanya berjalan menuju ruang adminstrasi sebelum memulai semester baru mereka.

"Dia bukan yang terbaik untukmu. Dia pasti menyesal tidak mendapatkanmu."

"Terima kasih, Sonya. Tapi sungguh aku sudah tidak apa-apa.  Setidaknya aku masih bisa menemanimu bermalam mingguan atau berbelanja."Sonya tersenyum, melihat keceriaan Kinanthi, gadis itu merasa lega karena Kinanthi tidak terpuruk dengan patah hatinya, meski ia masih tidak menyangka Kinanthi jatuh cinta pada lelaki, selama ini ia tahu Kinanthi sulit jatuh cinta, banyak lelaki yang mendekati dan terang-terangan menyatakan atau menunjukkan perasaannya, tapi temannya itu dengan sopan menolak semua perhatian dan perasaan mereka. Sikap itu didukung oleh Haryo yang benar-benar membatasi pergaulan Kinanthi dengan lelaki yang berpotensial mengganggu dan memanfaatkan Kinanthi.

"Kin, kalau kamu punya pacar nanti, apa kamu tidak takut aku merebut kekasihmu, karena dalam novel yang aku baca te itu suka menusuk dari belakang."

"Aku tidak keberatan kamu menusukku dari belakang karena saat kamu melakukan itu kita bukan teman lagi. Karena teman yang baik tidak akan menyakiti temannya."

"Tumben kalimatmu bijak, anak pak Haryo sudah mulai dewasa."

"Yang bilang aku anak kecil siapa?"

"Bapakmu, pak Haryo. Kamu sadar ngga sih dimata Om Haryo kamu itu tak lebih seperti bayi usia lima tahun yang polos,lucu dan menggemaskan." Kinan mengangguk setuju, karena itulah bapaknya memberi hadiah boneka untuk menggiburnya disaat sedih. Keduanya segera menyelesaikan administrasi perkuliahan. Meski berbeda jurusan tapi Sonya dan Kinanthi selalu menyempatkan diri untuk bertemu. Sonya adalah sahabat Kinanthi sejak jaman sekolah dasar, kebetulan tante Sonya menjadi istri eyang Kinanthi sehingga mereka kini menjadi satu keluarga. Eyangnya lelaki beruntung mendapatkan istri yang cantik, muda dan seorang dokter spesialis.

"Ada apa sih, ramai sekali?"

"Kita lihat."

"Ada apa?" Kinanthi bertanya pada kakak tingkatnya yang heboh sambil membagikan brosur kuliah umum bersama Gusti Pangeran Fajar Kusumo. Kinanthi mengerutkan keningnya, G.P. Kusumo ini memang favorite anak sastra untuk acara mengisi seminar atau kuliah umum, orangnya ramah dan pemberi materi yang bagus selain good looking. Kinanthi menggelengkan kepalanya, beberapa hari terakhir dirinya sering bertemu dengan G.P. Kusumo ini, seperti jodoh yang diatur oleh semesta. Sejak pertemuan pertama mereka di parkiran rumah makan, setidaknya sudah tiga kali Kin bertemu G.P. Kusumo, seolah ada magnet antara dirinya dan G.P Kusumo untuk bertemu.

FAJAR KINANTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang