22

1.5K 196 54
                                    

Kinanthi duduk di sofa bersandar pada Pangeran Fajar Kusumo yang memeluk erat perutnya seraya sesekali mencium puncak kepala Kinanthi. Dihadapan mereka ada Brama dan anak cucunya duduk santai tanpa rasa bersalah telah mengganggu malam pertama gadis itu.

"Jadi apa maksud eyang, bapak dan mas-mas Kin ada disini?"

"Kami hanya ingin menjaga kalau-kalau hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Takutnya pangeran Kusumo melakukan kekerasan sexual pada dek Kin." Kinanthi melotot pada kakaknya. Memangnya pangeran Kusumo penjahat kelamin hingga melakukan kekerasan sexual padanya. Alasan kakaknya ini sungguh mengada-ada.

"Mas Eka yang paling jujur, jadi apa motivasi kalian berada disini?" Kinanthi menatap kakak pertamanya lekat-lekat mencari kejujuran disana.

"Mas Eka dan dedek taruhan, sejuta kalau dek Kin bisa main tiga ronde tanpa balas."

"Mas kira aku sedang bermain tinju? Bapak juga kenapa bapak malah ikut-ikutan disini? Nanti kin bilang sama ibu kalau bapak ikutan nakal."

"Maaf nduk, tapi bapak ini benar-benar ndak tega kalau kamu sampai disakiti oleh pangeran kusumo. Yang pertama itu sakit loh nduk, jadi bapak bersiap-siap disini kalau kamu butuh bantuan bapak untuk menghukum suamimu, bapak siap. Bapak juga siap bawa kamu kerumah sakit, kalau perlu visum biar ada bukti suami kamu menyakiti kamu dan bisa kita laporkan kepada polisi. Soal ibumu, kamu jangan khawatir, Ibumu tahu kok, bahkan ibumu ndak keberatan bapak disini." Kinanthi mendengus, mana mungkin ibunya keberatan, sepertinya ibunya lebih senang kalau bapaknya tidak ada. Bapaknya itu meski sudah berusia tua tapi manjanya mengalahkan balita.

"Kin ini mau dibelah sama duren loh pak, bukan live streaming film porno. Ya Allah Gusti, paringi kulo kesabaran sing kuathah. Maaf ya mas Fajar, keluargaku memang punya rasa solidaritas dan kekompakan yang tinggi, cuma ya gitu, rodo nggilani. Duh pak pak, Kin jadi malu sama mas Fajar." Kinanthi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia merasa frustasi dengan tingkah keluarganya.

"Sudah sudah, ndak usah diperpanjang lagi. Sebaiknya kita tidur. Sudah mau pagi ini." Brama memutuskan. "Nak Fajar bawa istrimu tidur."

"Ya sudah kita tidur bersama saja. Mas Eka ayok tidur di tempat Kin, kasurnya lebih luas. Kasur disini buat eyang, papa sama kembar." Dwi mengajak sang kakak yang langsung dipelototi oleh Kinanthi.

"Mas Dwi, kami bisa buka kamar lagi, kalian bisa tidur disini tanpa berdesak-desakan."

"Sayang kalau buka kamar lagi. Sudah kita tidur disini semua untuk malam ini, besok pagi-pagi kalian belum bangun kami sudah cabut semua kok." Brama memutuskan, membuat anak dan cucunya bukannya beranjak dari duduk mereka malah menyamankan posisi mereka. Dwi memeluk lengan Eka seraya bersandar di bahu kakaknya. Sikembar bahkan sudah tidur di bahu dan pangkuan Haryo sedang Brama duduk memejamkan mata disalah satu sofa tunggal yang ada di kamar mereka. Fajar Kusumo membelai kepala Kinanthi hingga gadis itu jatuh tertidur dalam pelukannya.

"Tidur pangeran, sebaiknya pangeran istirahat karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi beberapa waktu kedepan. Pangeran akan butuh energy untuk mendampingi Kinanthi. Banyak yang harus pangeran selesaikan yang berhubungan dengan masa lalu pangeran. Banyak orang yang akan terkejut dengan pernikahan pangeran yang mendadak. Akan banyak spekulasi yang muncul, kehamilan Kinanthi hingga Kinanthi jadi orang ketiga dalam hubungan pangeran dan ibu Melati. Saya bersyukur keraton tidak pernah mengeluarkan statement apapun terkait hubungan pangeran dengan ibu Melati, hanya saja sebagai publik figur apa yang pangeran lakukan akan menjadi sorotan. Katakan saja kapan pangeran bersedia mengadakan resepsi pernikahan untuk memberi tahu khalayak tentang pernikahan pangeran."

"Urusan resepsi akan jadi tanggung jawab saya, pak Brama." Brama mengangguk seraya masih memejamkan matanya, setelah itu keheningan terjadi diruangan itu hingga fajar menyingsing.

FAJAR KINANTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang