15

1.1K 184 42
                                    

"FAJAR KUSUMO!!! KAMU HARUS MENIKAHI ANAK SAYA SEKARANG JUGA!!!"

"Bapak..." Kinanthi berkata lirih, ia menatap bapaknya tak percaya. Bagaimana mungkin bapaknya memutuskan sesuatu yang penting dalam hidupnya tanpa merundingkan terlebih dahulu dengan dirinya.

"Pak Haryo, bapak tidak sedang bercanda bukan?" Fajar Kusumo terlihat kaget dengan perkataan Haryo, bukan apa, lelaki itu cukup keras menentangnya menikahi sang putri kini tiba-tiba memberikan perintah untuk menikahi putrinya, siapa yang tidak kaget, tapi ia juga senang karena mendapat restu terlepas restunya itu didapat karena alasan dirinya kepergok sekamar dengan Kinanthi. 

"Menurutmu saya bercanda? Setelah apa yang kamu lakukan pada anak saya, kamu berfikir untuk lepas tanggung jawab? Tidak akan saya biarkan kamu melenggang pergi begitu saja setelah membuat anak saya seperti ini!"

"Saya pasti akan bertanggung jawab pada Kinanthi, tapi saya juga tidak mau memaksakan kehendak saya pada Kinanthi. Saya ingin Kinanthi menerima saya bukan karena paksaan siapapun tapi karena Kinanthi memang sudah jatuh cinta pada saya dan ingin menjalani kehidupan dengan saya hingga surga-Nya." Haryo berdecih mendengar kalimat yang diucapkan Fajar Kusumo. Pantas saja lelaki itu pandai berkata-kata hingga bisa menjerat putrinya, pergaulannya saja dengan ketua dewan pasti dirinya sudah terlatih untuk meladeni perkataan sang ketua dewan. Meski terpaksa memberi restu, Haryo tidak akan melepas putrinya begitu saja, ia akan pastikan Fajar Kusumo tidak lari dari tanggung jawabnya pada Kinanthi, lelaki itu harus membuktikan tanggung jawabnya itu dengan perbuatan dan tingkah laku bukan hanya sekedar kata. Kalau hanya sekedar kata semua orang juga bisa, wong lidah tidak bertulang jadi bisa memutar balikkan kata-kata. Brama menatap putra kesayangannya itu dengan seksama, mencoba mencari tahu rencana apa yang sedang dimainkan Haryo. Jangan salah, ganteng-ganteng begitu, Haryo itu pintar berpolitik meski dirinya enggan masuk dunia politik. 

"Kenapa Romo melihat Haryo seperti itu?"

"Kamu yakin menikahkan Pangeran Kusumo dengan Kin, bukannya kamu menolak pangeran Kusumo menjadi menantumu? Kepalamu tidak terbentur kan Haryo? Karena harusnya yang otaknya kacau itu Pangeran Kusumo. Dia yang sudah kamu pukul, atau mungkin saat berteleportasi tadi otakmu ketinggalan di tempat tidur dan tidak terbawa sampai kemari?" Haryo mendengus, romonya ini sepertinya gatal sekali mulutnya kalau tidak membully nya. Padahal dia tahu dirinya anak kesayangan Brama Tejokusumo, semua orang yang mengenalnya dan keluarganya mengakui sebesar apa rasa sayang Brama pada Haryo, tapi kenapa saat berdua saja mereka seperti tokoh Tom and Jerry dimana Brama adalah Spike yang selalu menyerang Tom? 

"Saya sebenarnya tidak ingin mengambil keputusan ini, romo. Tapi saya harus melindungi putri saya. Lihat perbuatan duda kebanggaan romo itu pada Kin! Membawa Kin menginap di hotel, menodai Kin sampai seperti ini. Selama dua puluh tahun, saya menjaga Kin agar tidak terluka, tapi lihat yang dilakukan lelaki ini pada Kin, dia menyakiti Kin hingga kulit Kin lebam-lebam. Dia pasti sudah melakukan kekerasan pada Kin. Dia pasti sudah memaksa Kin agar tinggal di sini. Nduk, ayo kita kedokter, kita visum, seberapa jauh lelaki itu sudah menyiksamu. Kamu jangan takut lagi, bapak disini untuk melindungi dan membelamu. Kalau dia tidak mau tanggung jawab, kita bisa melaporkannya atas tindakan ke kerasan, peleceha seksual dan perbuatan tidak menyenangkan. Kamu pasti ketakutan dikurung ditempat ini, bapak akan membebaskanmu dari tempat ini." Baik Brama, Fajar Kusumo dan Kinanthi menatap Haryo dengan pandangan yang berbeda. Sebenarnya apa yang ada walam pikiran bapaknya, kenapa bapaknya berfikir dirinya yang mendapat kekerasan padahal kenyataannya Pangeran Fajar Kusumo yang sakit disini. 

"Kin, sebaiknya Kin membersihkan diri dulu. Bangun tidur itu terus mandi. Ayok cah ayu, cucu cantiknya eyang, mandi dulu. Sementara kamu membersihkan diri kami akan sarapan. Pangeran Kusumo, tolong pesankan kami makanan. Haryo menggedor pintu rumah saya hingga nyaris roboh dan membuat saya melewatkan sarapan saya dengan istri. Untung istri saya pengertian, tahu suaminya sedang sibuk mengurus anak cucunya. Setelah makan baru kita bicara dengan kepala dingin."

FAJAR KINANTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang