20

1.3K 198 89
                                    

"Bagaimana saksi, sah?"

"SAH!" // "SAAHH" // "SAAAAAHHHHH" // "SAAAHHH BELAH DUREN!" 

Sebuah pukulan mendarat di kepala Dwi. Lelaki itu melotot pada kakaknya yang terlihat kalem dan dingin. Dwi berdecih, kakaknya ini pandai sekali pencitraan. Kalau didepan orang pasti akan berlagak cool, kalem dan tidak banyak tingkah. Sepertinya kakaknya lebih cocok jadi putra mahkota dibanding pangeran Kusumo. Tapi jangan tanya keusilannya pada keluarga, dia itu sangat-sangat usil dan dirinya adalah korban sejati keusilan Eka. Tapi tidak masalah, orang ganteng itu mau usil mau dingin mau arogan tetap saja ganteng.

"Sakit mas Eka!" Eka hanya menoleh sebentar seraya menaikkan alisnya, pura-pura tidak tahu apa yang terjadi. Kalau saja Eka teman sebayanya pasti sudah dipukul balik, tapi dirinya memilih mengalah agar duntikan dananya lancar.

"Jangan pura-pura tidak melakukan apa-apa. Mas Eka kan yan baru saja memukul kepalaku."

"Kamu itu kalau bicara suka sembarangan, mana ada saya mukul kepala kamu. Tangan saya dari tadi dipegang oleh Nadia, iya kan sayang." Nadia istri Eka sekaligus sahabat Dwi mengangguk sambil mengangkat tangan sang suami yang bertaut dengan tangannya. Dwi berdecak kesal. Sahabatnya Nadia setelah menikah dengan kakaknya jadi ketularan usil dan suka berkomplot dengan suaminya untuk mengerjai dirinya. Tidak ingat saja Nadia itu siapa yang membantunya mengerjakan tugas kuliah, menemaninya kesana kemari, hingga bersedia di melakukan ini itu. Sejak menikah, Nadia seolah kacang lupa kulitnya, mereka itu bersahabat bagai kepompong harusnya Nadia itu membelanya, bukan malah bersekongkol dengan kakaknya.

"Setelah ini, adik ipar harus mau jadi brand ambasador cilok Mas Dwi. Awas saja kalau menolak." Dwi mengguman, Eka melirik adiknya tak percaya, bagaimana bisa adiknya itu memanfaatkan seorang putra mahkota untuk mempromosikan cilok? Kalau mempromosikan makanan sehat sih masuk akal, tapi ini cilok, aci di colokin, harganya cuma lima ratus sampai seribu perak yang perbiji. Memang cilok yang premium sampai tiga ribu perbji, tapi ngga putra mahkota juga yang beriklan, apa kata masyarakat kalau putra mahkota makan cilok. Eka menggelengkan kepala dengan ide adiknya itu.

"Wani piro koe menjadikan putra mahkota brand ambasador cilok Mas Dwi?"

"Bayarannya sudah aku jadikan pangeran kusumo adik iparku. Kurang baik apa coba aku ini mas? Memangnya mas Eka cuma bisa menasehati Kin, pikirkan lagi Kin hubunganmu dengan pangeran Kusumo, bla bla bla... Dedek donk sekali bertindak Kin langsung dinikahkan pada sama pangeran Kusumo. Jadi wajar kan kalau Dedek minta pangeran Kusumo jadi BA tanpa imbalan apa-apa." 

"Itu sama saja kamu jual adikmu."

"Jual adik bagaimana, mas Eka jangan pitenah. Mas Eka ngga lihat Kin wajahnya sudah seterang matahari pagi, aku yakin habis ini Kin ke dentist buat perawatan gigi karena kering kebanyakan tertawa. Dari tadi Kin unjuk gigi terus, apa tidak capek itu mulut pamer gigi.  Anak ini senang banget dinikahin pangeran Kusumo padahal kemarin nolak-nolak.  Ngomong-ngomong, mas Eka ngasih Kin hadiah pernikahan apa?"

"Doa sakinah, mawadah, warrahmah."

"Hiiihhh pak dokter yang terhormat ngasih kadonya Sakinah? Ngga modal."

"Kamu kasih apa sama Kin?"

"Voucher menginap di hotel tiga malam, karena kamar Kin masih kotor setelah papa dan adik ipar perang bantal."

"Tiga malam saja nih?"

"Iya, takutnya malam pertama gagal kan masih ada malam kedua, kalau malam kedua sukses, takutnya masih mau nambah lagi jadinya pas tiga malam di hotel, tanpa gangguan. Bagaimana, cerdas kan adekmu ini mas?"

"Mesum kamu itu, ya kali cuma tiga malam saja begituan."

"Ya kalau mau malam ke empat dan seterusnya bayar sendiri lah. Aku saja belum check in kok malah memodali orang yang sudah kaya check ini. Nguyahi segoro iku ra ilok, mas."

FAJAR KINANTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang