Telu

1.5K 240 41
                                    

Kinanthi menemani Haryo duduk diteras rumah kontrakan Sadewa, jangan ditanya bagaimana bapaknya itu punya pakaian ganti, sebagai orang kaya tujuh turunan delapan tanjakan sembilan belokan Haryo tidak kekurangan atau kesulitan dengan urusan berganti pakaian. Selama keris ada di ponselnya dia dengan entengnya membeli barang-barang pribadinya, untung saja di desa tempat Sadewa mengabdi ada mall yang bisa menerima pembayaran dengan keris Haryo Tejokusumo.

"Kamu ndak pengen pulang, nduk?"

"Ngga ada yang nahan bapak disini, kalau bapak mau pulang duluan ngga apa-apa."

"Ya ndak bisa gitu, nduk. Bagaimanapun juga bapak harus pulang sama kamu, nanti bapak harus bilang apa sama ibu, wong bapak pamitnya jemput kamu, eh malah pulang sendirian, dikira bapak belok ditengah jalan. Lagipula bapak ini kangen ibumu, keris bapak sudah lama ndak dimandikan."Kinanthi menatap bapaknya dengan malas, bapaknya ini meski sudah berumur, mesumnya itu masih banyak kuotanya, dan tidak sungkan bicara vulgar didepan anak-anaknya.

"Kenapa bapak ngga ngajak ibu kesini sekalian bulan madu?"

"Bapak ndak kepikiran ngajak ibumu bulan madu ke desa, mau nana ninu dimana? Hotel kelas melati kurang representatif, enak-enak main, digrebek satpol pp kan tanggung gitu itu nduk, bikin sakit kepala, kalau dirumah ini nanti kamu dan kangmas mu ngiler dengar suara-suara sumbang bapak dan ibu. Lagian kamu itu disini nunggu apa? Kalau sakit hati bisa dihindari, mbok ya dihindari, bukannya malah di datangi. Bapak ini sebenarnya penasaran sama yang namanya Fajar, seberapa gantengnya kok bisa bikin anak bapak sing uayu dewe iki sampe kepincut tapi malah ditinggal rabi? Kalau bapak sampai ketemu orangnya tak sunati lagi sampai habis ke dua bolanya, biar kapok, kok bisa-bisanya buat anaknya pak Haryo itu menangis, benar-benar lelaki ndak ada tanggung jawabnya."

"Itu pak orangnya."

"Orangnya siapa?" Bukannya menjawab pertanyaan bapaknya, Kinanthi malah sengaja memanggil orang yang akan disunati lagi oleh bapaknya. 

"Mas Fajar!" Mendengar namanya dipanggil Fajar menoleh, mengurungkan niatnya naik keatas sepedanya.  Fajar hanya melambaikan tangannya kearah Kinanthi tanpa bermaksud menghampiri gadis itu apalagi Kinanthi dilihatnya sedang bersama orang tua yang Fajar kira adalah ayah gadis itu.

"Mas Fajar, sini, di cari bapakku!" Kembali Kinanthi berseru. Fajar semakin tidak enak mendengar perkataan Kinanthi. Mau tidak mau lelaki itu mengurungkan niatnya berangkat kesekolah dan menghampiri Kinanthi. Tidak sopan rasanya menolak panggilan Kinanthi yang saat itu bersama bapaknya. Sementara itu Haryo menatap tajam putrinya, apa-apaan putrinya itu memanggil Fajar datang.

"Selamat pagi pak, dek Kinan. Dek Kinan manggil saya?" Fajar yang sudah mendekat bertanya setelah sebelumnya mengangguk hormat pada Haryo yang memasang wajah datar dan dingin.

"Mas Fajar, kenalin, bapakku. Haryo Tejokusumo. Pak ini yang namanya mas Fajar yang mau bapak sunati sampe bola-bolanya menggeinding karena sudah buat anak pak Haryo patah hati," Kinan berkata enteng sementara baik Fajar dan Haryo menatap Kinan tidak percaya. Kecanggungan antara keduanya langsung terjadi, Haryo sampai harus berdehem untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang ditimbulkan anaknya sementara Fajar cukup terkejut dengan perngakuan Kinan, adik Sadewa patah hati, oleh dirinya? Bagaimana bisa? Mereka baru saja bertemu dan tidak begitu akrab juga, bagaimana ceritanya Kinanthi patah hati, kalau Kinanthi patah hati itu berarti gadis itu jatuh cinta padanya? Fajar benar-benar tidak habis pikir, sepertinya adik Sadewa kebanyakan makan masakan ibunya  hingga halusinasinya luar biasa. Belum lagi sikap ayah Kinanthi yang seperti menyalahkannya karena sudah membuat anak gadisnya patah hati. 

"Kamu ini kalau bicara jangan sembarangan, ndak sopan bilang seperti itu sama nak Fajar. Nak Fajar maaf loh ya, perkataan anak saya jangan diambil hati."

FAJAR KINANTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang