Limooooooo

1.5K 238 44
                                    

Gusti Pangeran Fajar Kusumo duduk di kursi yang ada di kantornya seraya serius membaca laporan tentang Kinanthi Tejokusumo. Lelaki itu menghembuskan nafas perlahan saat melihat foto-foto Kinanthi yang diambil secara candid oleh orang-orang kepercayaannya. Ia tidak percaya dengan takdir yang membawanya pada cucu Brama Tejokusumo. Lelaki itu mengusap wajah cantik Kinanthi yang terlihat segar dan energic. Beberapa kali  mereka bertemu ia mengagumi gadis yang usianya jauh lebih muda darinya. Membayangkan dirinya membangun keluarga dengan Kinanthi pasti akan banyak kehebohan mengingat gadis itu tidak pernah kehabisan kata-kata dan tingkah laku yang cukup membuat orang tua sepertinya menggelengkan kepala. Fajar Kusumo kembali menarik nafas perlahan, dibandingkan mendiang istrinya sepertinya dia harus lebih banyak bersabar dalam menghadapi Kinanthi. Sayangnya jodohnya dengan Aisyah hanya sampai wanita itu melahirkan putrinya. Aisyah wanita yang baik dan penurut. Tidak banyak menuntut, tapi mungkin itu yang membuat keluarga mereka menjadi dingin. Perjodohannya dengan Aisyah hanya untuk memenuhi keinginan kedua orang tuanya yang bersahabat dengan Aisyah. Waktu itu dia tidak menolak karena dia dan Aisyah sangat cocok dilihat dari sisi manapun, siapa yang tahu kalau keduanya ternyata memiliki sifat yang sama-sama pendiam, hingga tidak banyak pembicaraan yang terjadi antara keduanya.

Pintu ruangannya diketuk dan sekretarisnya memberi tahu bahwa Brama Tejokusumo sudah hadir memenuhi undangannya. Fajar Kusumo memutuskan untuk memanggil Brama yang sebenarnya masih memiliki hubungan saudara jauh dengan keluarganya. Ia harus meminta pendapat lelaki itu sebelum memutuskan untuk mendekati Kinanthi secara serius. Ia ingin mendengar pandangan Brama sebagai keluarga Kinanthi, kemungkinannya akan diterima oleh keluarga Tejokusumo mengingat siapa dirinya dan keluarga Kinanthi. 

"Selamat datang paman, silahkan duduk." Fajar Kusumo mempersilahkan Brama yang tidak lain tidak bukan adalah kakek Kinanthi duduk di sofa yang ada diruangannya. Lelaki itu duduk dan memandang sekeliling, ia sempat melihat foto cucunya diatas meja kerja Fajar Kusumo. 

"Terima kasih Gusti Pangeran."

"Teh atau kopi?"

"Air putih hangat saja, pangeran. Istri saya sudah membatasi asupan kafein saya." G.P. Kusumo meminta air putih hangat untuk Brama dan teh bunga telang untuk dirinya sendiri.

"Maaf mengganggu waktu paman Brama. Saya sengaja mengundang paman terkait tentang wanita pinilih yang akan menjadi pendamping saya dimasa depan. Saya yakin paman juga tahu mengenai hal ini" Brama menyimak, ia tahu hal ini akan terjadi. Sejak kelahiran Kinanthi dirinya tahu bahwa cucunya ini akan mendapatkan sesuatu yang istimewa dari penguasa kerajaan turun temurun. Meski mereka hidup dijaman modern tapi kelestarian kebudayaan Jawa yang mereka anut dan pahami tetap mereka jaga hingga kini. Simbol kerajaan masih ada dengan diangkatnya raja dan ratu. Saat ini lelaki dihadapannya ini adalah putra mahkota dan calon raja di masa depan.

"Bagaimana menurut paman?"

"Saya tidak bisa bicara banyak, pangeran. Selain karena saya hanya kakek dari Kinanthi, saya juga melihat perjodohan ini tidak akan mudah." Fajar Kusumo menarik nafas dalam-dalam. Yang dikatakan Brama benar, tapi ia tetap optimia bisa menjadikan Kinanthi istrinya apapun halangannya, ia merasa itu hal yang wajar dalam membina sebuah hubungan.

"Seandainya saya mendekati cucu paman, apa paman akan memberikan dukungan?"

"Yang tertulis itulah yang akan terjadi, pangeran. Tapi sebelum itu saya ingin pangeran meyakinkan diri pangeran sendiri tentang perasaaan pangeran pada cucu saya. Saya tidak mau keputusan pangeran menikahi Kinanthi kerana keterpaksaan.  Seperti pangeran tahu, Kinanthi itu masih muda, tidak mudah memberikan pengetian padanya bahwa dirinya jodoh yang ditunggu oleh  pangeran."

"Saya akan melakukannya perlahan dan tidak grusa grusu paman, dengan begitu Kinanthi akan menerima saya tanpa paksaan. Tapi saya tidak bisa melakukannya sendiri. Dukungan keluarga paman saya perlukan disini."

FAJAR KINANTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang