16

1.1K 184 57
                                    

Tiga tahun kemudian...

Kinanthi berjalan dengan penuh percaya diri saat dirinya memasuki gedung dinas pariwisata tempatnya mengabdi setahun terakhir. Setelah lulus kuliah Kinanthi mendaftar sebagai pegawai negeri sipil dan diterima di Dinas Pariwisata. Kecintaannya pada seni dan pariwisata membuatnya menjadi salah satu bagian dari pengelola promosi wisata yang ada di dinas pariwisata. 

"Kinan! syukurlah kamu sudah datang, ayo ikut!" Belum sempat Kinanthi meletakkan tasnya di meja kerjanya tangannya sudah di tarik oleh Fajar Prayoga Nasution, atasannya yang masih bujang. Kinanthi ingat saat dirinya berkenalan dengan Fajar Prayoga Nasution pertama kalinya, ia nyaris tertawa saat lelaki itu mengenalkan dirinya dengan nama Fajar. Entah kenapa dirinya begitu berjodoh dengan orang-orang bernama Fajar. Tidak ingin berakhir dengan cerita seperti Fajar-Fajar sebelumnya, Kinanthi memilih memanggil nama Fajar dengan sebutan Yoga. Sudah lebih tiga orang kenalannya bernama Fajar. Sepertinya hidupnya memang tidak jauh-jauh dari kata Fajar, entah itu hanya sebagai pemanis hidupnya, orang yang membuatnya mengenal debar yang katanya cinta, atau hanya sekedar rekan kerja yang saat ini berposisi sebagai atasannya. Fajar Prayoga Nasution memang berbeda dengan Fajar-Fajar yang ia kenal sebelumnya, atasannya ini memiliki perawakan kecil, berkacamata dan metrosexual. Meski lelaki nyatanya atasannya ini lebih suka perawatan di salon kecantikan untuk merawat tubuhnya dari kepala hingga kaki. Kadang Kinanthi sendiri tidak yakin Fajar Prayoga kuat mengangkat galon yang ada isinya karena lelaki itu lebih sering membicarakan skincare daripada bola atau otomotif. Seperti saat ini, Yoga menyerahkan kunci mobilnya pada Kinanthi dan meminta gadis itu untuk menjadi sopirnya karena ia menganggap salah satu tugas Kinanthi sebagai bawahan adalah patuh pada semua perintah atasan.

"Kamu yang nyetir ya, nanti tanganku kasar dan kukuku rusak." Kinanthi mengangguk, tidak ingin berdebat karena berdebat dengan Fajar Prayoga ini bukanlah pilihan bijak. Lelaki itu bisa lebih cerewet dari pada ibu-ibu arisan panci dan daster. Meski Yoga lelaki dan dirinya perempuan, lelaki itu tidak segan untuk membabukan Kinanthi yang notabene juniornya. Kinnathi masuk kedalam Nisan Juke milik Yoga dan memasang sabuk pengaman sebelum menghidupkan mesinnya. 

"Bawa mobilnya yang rapi, jangan ngebut-ngebut ya Kin. Mobil mahal, kalau sampa baret kamu saya suruh tanggung jawab." Kinanthi hanya tertawa dalam hati, belum tahu saja Yoga apa yang biasa Kinanthi bawa kalau gadis itu sedang tidak berdinas. Dia bahkan sudah membawa BMW iX atau Audi R8 hadiah dari eyangnya Brama Tejokusumo.

"Gajimu ngga akan sanggup buat bayar perbaikannya." Lanjut Yoga lagi. Kinanthi hanya mengangguk saja, tentu saja gajinya sebagai abdi negara  tidak cukup untuk pengeluaran yang besar, tapi yang tidak yoga tahu uang jajan dari bapaknya sangat cukup untuk membeli mobil seperti milik Yoga. Belum lagi uang jajan dari kakek dan neneknya yang seolah berlomba-lomba memanjakannya dan kiriman misterius yang selalu masuk kedalam rekeningnya setiap tanggal satu setiap bulannya. Uang siluman karena dirinya tidak tahu dari mana uang itu berasal, dan saat dirinya mencari tahu hanya sederet angka yang dengan rutin mengirimya uang seriap bulan dengan keterangan nafkah lahir. Awalnya Kinanthi mengira uang itu dari sang pangeran Fajar Kusumo, tapi hanya orang gila yang mengirim nafkah lahir padahal diantara mereka tidak terikat hubungan apa-apa. Sejak perpisahanya dengan Fajar Kusumo tiga tahun lalu, Kinanthi tidak pernah lagi berhubungan dengan Fajar Kusumo. Mereka seolah memiliki kehidupan sendiri dan tidak saling berhubungan satu sama lain. Apa yang terjadi dimasa lalu tertinggal begitu saja di hotel di Jepang. Lagi pula Fajar Kusumo diberitakan sudah bertunangan dengan Ketua DPRD Melati, wanita yang sejak dahulu memang dijodohkan oleh keluarganya pada sang Pangeran.

"Kita kemana mas?"

"Sarapan dulu terus ke kampung wisata."

"Tidak sekalian sarapan disana mas?"

FAJAR KINANTHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang