[17 - Rencana]

855 42 0
                                    

Arkana memasuki pintu kamar Alifia lalu mengobrak - abrik laci meja riasnya. Dia mengambil dan membaca beberapa produk kecantikan lalu mengembalikannya lagi ke dalam laci. Arkana memperhatikan tube berwarna hijau kuning di atas meja. Dia mengambilnya setelah membaca manfaat dari produk itu. Tidak lupa ia mengganti benda itu dengan uang sepuluh ribu.

Dalam perjalanan kembali ke kamar, ia berhenti di depan kamar Arsyaka dan membuka pintunya tanpa mengetuk. Ternyata Arsyaka sedang sedang membaca buku di mejanya. Kamarnya gelap sehingga ia menggunakan lampu belajar untuk membantu penerangan.

Lihat saja sikapnya yang langsung berubah 180 derajat. Rumah penuh dengan keluarganya tapi dia memilih untuk menyendiri dalam kamar. Arkana bisa bertaruh laki - laki itu akan banyak bicara jika ada Qiana bersamanya.

"Apa?" tanya Arsyaka sebab Arkana diam terlalu lama.

Arkana ingin bertanya apa yang terjadi pada Qiana. Hal apa saja yang mereka bicarakan sampai wanita itu bersikap aneh di depannya. Namun tidak Arkana tanyakan.

"Makan malam sudah siap di bawah." ujar Arkana lalu dia pergi tanpa menutup pintu.

"Gue nggak lapar."

"Arsya nggak lapar katanya Qi. Ayam buatan kamu nggak enak katanya." sahut Arkana pada Qiana yang berdiri di depan tangga. Qiana mengerutkan dahinya, perasaan dia tidak pernah mencari Arsyaka atau menyebutkan ayam ini di tangannya adalah hasil masakannya.

Sesuai dugaannya, Arsyaka menutup bukunya dan ikut menuruni tanggga bersamanya.

Arkana duduk di bangku kosong milik ibunya sebab hanya itu satu - satunya kursi yang tepat di samping Qiana. Namun Qiana langsung berdiri dan pergi sedetik Arkana duduk di sampingnya. Dia beralasan ingin mengambil kerupuk.

Arkana mengikuti langkah wanita itu dengan cepat. Dia menarik baju Qiana agar dia tidak bisa kabur lagi. "Kamu menghindariku?" tanya Arkana heran.

Qiana menaikkan pundak bajunya yang kebesaran. "Nggak ada apa - apa, aku nggak menghindar, aku biasa saja." jawabnya dengan cepat.

Arkana menghela nafas lalu merampas toples kerupuk dari tangan Qiana. "Buat wajah kamu yang merah - merah. Kayak anak kecil saja kamu sama Arsya. Main air sampai kulit kebakar." ujarnya lalu pergi dari sana bersama satu toples kerupuk.

Qiana menatap sebotol moisturizer di tangannya. Ini bukan langkah yang tepat untuk menangani kulit terbakar tapi dia mengerti alasan Arkana memberinya benda ini.

Qiana menghentak - hentakkan kakinya kegirangan. Dia bercermin melalui pantulan sendok dan bersyukur wajahnya merah - merah seperti ini. "Ini barang ketiga dari Arka. Padahal wajahku merah bukan karena kebakar." ujarnya pada sendok itu.

"Anjirlah aku jadi gila! Aku harus tenang!" gumamnya pelan namun dia tidak bisa tenang. Qiana menatap benda itu sekali lagi lalu meninju - ninju udara saking senangnya.

Qiana segera menghentikan tingkah anehnya ketika seorang anak kecil memergokinya. Dia memasang wajah datar lalu menyimpan benda itu ke saku celana panjangnya. Qiana saat ini mengenakan celana dan baju dari Arkana. Semuanya kebesaran hingga dia harus sering - sering menarik celananya ke atas.

Qiana bergabung lagi di meja makan setelah tenang. Dia memastikan wajahnya tampak seperti biasa dan duduk dengan tenang seakan tidak terjadi apapun. Lalu Alifia datang dan memukul meja makan dengan keras. Sontak Suci mengucap kata istigfar dan mengelus dadanya lantaran kaget.

Alifia menunjukkan uang sepuluh ribu lalu menatap Arsyaka dan Arkana berulang kali. "Siapa dari kalian yang nyuri moisturizer dari kamar kakak?!"

"Bukan aku ya, enak aja." ujar kedua laki - laki itu serentak persis dengan kalimat yang sama. 

SINCERELY YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang