Qiana mendongak melihat orang yang menghampirinya. Ia keheranan, "Bisa tolong minggir? Aku nggak bisa lihat," pintanya pada orang berdiri menghalangi pandangannya. Namun Farah masih di hadapannya. Wanita itu berkacak pinggang lalu menatap dua perempuan yang ikut berdiri di belakang Qiana.
"Apa sih kalian, lepasin gak!" Qiana ditarik oleh mereka dengan kuat. Dia tidak sempat meraih tas atau memanggil Arkana saking cepatnya aksi mereka. Tenaganya juga kalah kuat dengan tiga orang yang menyeretnya itu.
Tibalah mereka di belakang gedung fakultas hukum. Sepi, cukup terang dan jauh dari jalur lalu lalang. Farah melipat tangannya di depan dada. Dia mendorong bahu Qiana sampai wanita itu mundur satu langkah.
"Langsung saja to the poin, gue nggak peduli lo siapa. Mau lo deket sama dosen atau anaknya dosen pun gue nggak peduli. Lo harus jauhi Arkana, kalau bisa sejauh mungkin!"
Qiana mengerutkan dahinya tidak mengerti. Dia menyibak poninya yang berantakan lalu ikut membusungkan dada seperti Farah. "Gertakanmu hampir membuatku tertawa. Aku bukan anak dosen atau siapa pun yang berkuasa. Walau bukan siapa - siapa, kamu kira aku bakal takut dan mematuhi kalian? Kalian kira ini jaman SMA sampai yakin cara ini berhasil?"
Farah melangkah menghalangi langkah Qiana. "Kita selesaikan dengan cara dewasa saja kalau begitu. Pilih salah satu, lo bisa sebutin nominal uang berapa pun dan pergi dengan damai atau lo menolak perintah gue dan dapat beberapa warna di wajah pucat lo ini."
"Kalian rebut saja Arkana dariku, itu pun kalau kalian bisa. Kamu mengancamku seperti ini karena tahu tidak akan berhasil memiliki Arkana. Aku tahu itu benar, tidak usah repot - repot membohongi diri sendiri. Jujur saja uang sepuluh ribu dari Arkana sudah pasti lebih enak rasanya daripada uang ratusan dari gadis buruk sepertimu atau kalian." Qiana tidak mungkin meninggalkan Arkana hanya untuk beberapa lembar uang atau ratusan juta sekali pun.
Farah mengepalkan tangannya dengan erat. Dia tidak bisa membalas perkataan Qiana. Kesal dan perasaan kalahnya tidak terbendung hingga ujung kukunya hampir menusuk kulitnya sendiri. Ia perlu pelampiasan hingga ia menyandung kaki wanita itu. Akibatnya Qiana jatuh tengkurap hingga dagunya terbentur batu. Qiana merintih kesakitan dan langsung memegang dagunya. Farah akhirnya bisa tertawa balik, rasanya sangat puas dan rasanya seperti sudah memenangkan pertarungan.
"Lo mau kemana sih? Urusan kita belum selesai, atau mungkin lo takut ya?" Farah tertawa bersama dua orang temannya yang lain.
Qiana menjelajahi mulutnya dengan lidah. Dia dapat merasakan rasa darah dari dalam mulutnya. Ia mengeraskan rahangnya lalu bangkit berdiri sambil menepuk - nepuk telapak tangannya yang berdebu. Ia meludah ke samping lalu ikut tertawa bersama mereka. Farah dan yang lain terkejut, biasanya orang yang akan takut atau menangis tapi Qiana malah ikut tertawa.
"Lucu? Kalau aku bikin mulut kalian berdarah, menurut kalian apakah masih akan lucu?" Qiana melirik teman Farah dan kedua perempuan itu langsung mundur perlahan - lahan.
Qiana menghilangkan senyum dari wajahnya. Dengan cepat ia mencengkram kerah baju Farah. Menatapnya tajam dan mengangkat tangannya tinggi - tinggi. Farah segera menutup kedua matanya dengan erat. Melihat itu membuat Qiana meringis hampir tertawa. Alih - alih tamparan, Qiana mendorong Farah hingga ia jatuh ke tanah. Yang jatuhnya tidak sepadan dengan sakit yang ia terima. "Nggak usah sok jagoan," ujarnya lalu berjalan melewati Farah dengan cepat.
Farah bangkit dan menatap punggung Qiana dengan mata yang berkaca - kaca. "Gue suka sama Arka sejak SMA! Lu yang bukan siapa - siapa nggak punya hak buat dekat - dekat sama dia!"
Qiana tidak menggubrisnya. Tidak sedikit pun. Farah yang geram pun mengejarnya dan menarik rambut Qiana dengan kuat. Qiana tidak hanya berhenti melangkah, ia terseret ke belakang sampai hampir jatuh saking kuatnya jambakan Farah. Mata Qiana seketika melebar dan melotot. Dia tidak suka rambutnya dipegang. Apalagi jika dijambak dengan keras seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SINCERELY YOURS
Teen FictionSudah sewajarnya seorang pria dewasa dari keluarga kaya raya menginginkan seorang istri yang cantik, pandai dan cerdas. Qiana Asnawara sangat memenuhi kriteria itu. Dia memiliki ijazah S2 di salah satu universitas terbaik dan telah bekerja tentunya...