[22 - Kedap suara]

990 40 0
                                    

Arsyaka menarik tubuh Qiana dari dalam air lalu menepuk - nepuk pipinya pelan. "Qiana!" panggilnya keras setelah tidak ada satu pun respon dari wanita itu.

Arkana keluar dari air dan mengambil alih Qiana. Dia menidurkan Qiana di atas lantai kayu dek itu dengan hati - hati. Wanita itu pucat kebiruan, dingin dengan mata yang masih tertutup rapat. Dia takut mendapati Qiana akan tetap seperti ini.

Arkana meletakkan telinganya ke dada wanita itu. Ia masih mendengar sedikit denyut di dalam sana. Dia melipat telapak tangan di dada Qiana lalu memberikan sedikit tekanan disana beberapa kali dengan tempo teratur.

"Qia bangun!" panggil Arkana tanpa memperlambat pompanya. Namun masih tidak ada respon. Arkana seharusnya sudah sangat kelelahan namun ia tidak menyerah. Jika ia menyerah, Qiana akan tetap memejamkan matanya.

"Sayang bangun!" panggil Arkana lagi dengan lantang, berharap suaranya sampai namun Qiana masih memejamkan mata. Arkana langsung memberi nafas buatan melalui mulut. Lalu kembali memompa dengan kedua tangannya.

"Arka kayaknya," gumam Adam putus asa.

"Gak!" bentak Arkana pada temannya itu. Arsyaka memintanya untuk bergantian namun Arkana masih tetap keukeuh, "Come on, come back to me." gumamnya berulang kali dalam kekalutan.

Sejumlah air keluar melalui bibir Qiana. Wanita itu batuk beberapa kali lagi lalu memiringkan badannya ke samping untuk mengeluarkan semua air dari dalam tubuhnya. Arsyaka menepuk pelan punggung wanita itu.

Batuk itu tidak bisa berhenti secepat yang Qiana inginkan. Rasanya seperti menelan ribuan pasir. Lehernya terasa tercekik, jantungnya seperti terbakar dan matanya terasa sangat perih. Arkana menyingkirkan sebagian rambut Qiana yang menyangkut di bibir gadis itu. Qiana menoleh ke arahnya. Bibirnya semakin melengkung dan ia langsung memeluk laki - laki itu dengan erat.

"Serem Arka," gumam Qiana disela tangisnya.

"Aku tahu, sekarang kamu baik - baik saja. Kamu aman sekarang." ucap Arkana lembut. Dia mengelus punggung Qiana lalu menaikkan kedua kaki wanita itu untuk melingkar ke perutnya. Arkana bangkit berdiri tegap lalu menggendong Qiana seperti seekor koala.

Qiana meremas baju Arkana dan memejamkan matanya menahan tangis. Arsyaka dan Adam mengikuti langkah mereka dari belakang. Bahkan sedikit berlari sebab langkah Arkana yang lebar dan cepat.

Arkana menendang pintu vila dengan keras. Langkahnya dihalangi oleh Kinanti yang langsung memperhatikan Qiana.

"Ana, kamu baik - baik aja?" tanya Kinanti khawatir.

Arkana menatap Kinanti tajam, "Peduli lo apa?!" bentaknya tepat di depan wajah perempuan itu. Bentakan Arkana membuat seluruh perhatian terpusat pada pada Kinanti. Kinanti menatap ke samping kiri dan kanannya. Mereka menatapnya lekat seakan menanyakan hal yang sama padanya.

"Lo tenang dulu," tegur Arsyaka pada saudaranya itu.

"Aku- aku nggak.." Kinanti kesusahan menjawab.

Arkana bahkan tidak peduli apapun yang akan keluar dari mulut Kinanti. Dengan cepat ia membawa Qiana dalam kamar dan mendudukkan wanita itu di kursi dalam kamar mandi. Dia mencari handuk dengan membuka tutup laci dengan keras.

Arsyaka menahan tangan Arkana dan bertepuk tangan satu kali di depan wajah laki - laki itu. "Tenang! oke?!" Ucapnya sedikit tegas. Kebiasaan buruk Arkana muncul lagi. Arkana bukan tipe orang yang gampang tersulut emosi. Namun jika sekali saja sudah dikuasai oleh emosi apalagi amarah, dia jadi susah sekali mengendalikannya.

Arsyaka mendudukkan Arkana diatas kasur. Lalu ia menghampiri Qiana dan menyelimutinya dengan handuk. Dia berjongkok dan menatap wajah Qiana yang melamunkan sesuatu.

SINCERELY YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang