Hari ke 18.

809 162 4
                                    

"Capek, jalannya jauh juga." keluh Tisha ketika sudah berada di pinggir hamparan rerumputan pendek tepatnya nyaris di pertengahan hutan kota, ini hari kerja dimana pengunjung tidak sebanyak di akhir pekan. Tisha meletakkan tasnya diatas rumput dan berjongkok, tidak terbiasa berjalan jauh jadi saat pacarnya mengajak kesini ia nyaris kehabisan energi.

"Deket ini, yang. Kamu aja nggak biasa jalan, pulangnya nanti aku gendong aja." Tisha yang berjongkok langsung menatap Jeffian sinis. Dimana harga dirinya hingga harus di gendong oleh sang pacar? Lebih baik ia menangis semalaman karena kakinya pegal-pegal daripada harus di gendong Jeffian, Tisha malu! Mungkin sebagian orang akan mengira ia gadis lemah dan manja, tidak! Itu tidak akan terjadi.

"Nggak, nggak mau." tukas Tisha setelah meneguk air mineral dari botol yang diberikan oleh Jeffian, kasian juga pacarnya itu hingga sudah terduduk diatas hamparan rumput disana. Jeffian hanya terkekeh kecil mendengar suara Tisha yang menolaknya mentah-mentah.

Tidak berselang lama sebuah tepukan terasa di pundak kiri Jeffian, itu Jack. Rencananya memang mereka ingin menghabiskan sore ini di sebuah hutan kota, tentu saja lelaki itu membawa Teresa bersamanya. Tidak ada pilihan lain karena hanya Teresa yang bisa mengimbangi topik pembicaraannya, "Hai!" sapa gadis itu dengan riang setelah memunculkan tubuh kecilnya dari balik tubuh besar Jack.

Mendengar suara yang tidak asing di telinga, Tisha langsung bangkit dan membulatkan matanya setelah mengetahui jika Teresa ada disini juga. "Lo ngapain?!" pekiknya kaget. Jeffian hanya berkata temannya akan datang, bukan berarti double date lagi.

"Gue diajak lihat sunset sama Jack." jawab Teresa singkat, itu memang benar adanya. Setelah selesai dengan kelasnya tadi Teresa langsung ditarik Jack begitu saja, nyaris seperti diculik. Ternyata hanya mengajaknya menghabiskan waktu sebelum akhir pekan di sebuah taman kota, Teresa menyetujuinya.

"Aaron mana, Je?" tanya Jack, ia pikir Aaron sudah disini. Maklum saja, mereka masih satu angkatan dan karena Jeffian iseng akhirnya ia mengajak Aaron juga kemari. Niatnya untuk membantu lelaki itu agar memiliki gandengan, lihat saja disini banyak gadis cantik. Siapa tau salah satunya berminat dengan Aaron?

"Woy!" teriak seseorang dari belakang mereka, refleks mereka menatap Aaron yang berlari kearah mereka bersama seseorang di belakangnya yang memegang satu tas belanjaan berisi camilan. Tisha dan Teresa saling menatap satu sama lain ketika Aaron berhenti di hadapan mereka, tidak habis pikir dengan isi kepala ketiga lelaki ini.

"Lo ngapain?!" pekik Tisha dan Teresa begitu saja.

Aaron bergerak sedikit mundur karena kaget dengan suara kedua gadis di hadapannya, "Gue kesini diajak Jack karna ─

"Twinkie!" seru kedua gadis itu memotong ucapan Aaron yang sedang berusaha menjelaskan mengapa dirinya berada disini, tapi sepertinya salah karena mereka fokus dengan gadis berambut permen kapas yang berdiri disamping Aaron sembari melambaikan tangannya dan tersenyum lebar.

Dunia begitu sempit hingga Jack memegang kepalanya sendiri karena merasa de javu akibat keadaan ini, apa gadis disamping Aaron itu teman Tisha dan Teresa juga? Oh, bagus mereka akan melakukan triple date.

Jeffian sampai tidak bisa berkata-kata, "Jadi ini yang lo temuin di aplikasi ijo?" tanyanya pada Aaron. Lelaki dengan rambut yang diikat kecil itu hanya mengendikkan bahunya, setidaknya ia kali ini bertemu gadis seumurannya bukan tante-tante.

Teresa menatap Twinkie dengan pandangan syok berat, ia merekomendasikan banyak aplikasi kencan pada gadis lucu itu. Tapi, kenapa ia memilih yang berwarna hijau? Teresa gemas sekali rasanya, "Lo main aplikasi ijo?!" Teresa langsung mengguncang tubuh kecil Twinkie begitu Jeffian bertanya pada Aaron dan saat itu juga Jack menarik Teresa agar tidak berlebihan mengguncang tubuh kecil Twinkie.

"Emang kenapa? Gue aja baru main tadi siang, eh ketemu Aaron. Ya kan, Ron?" Twinkie hanya berkata apa adanya dan Aaron mengangguk, itu ada benarnya. Berhubung Aaron tidak ada gandengan, jadi ia menggandeng gadis dari aplikasi kencan yang berwarna hijau itu. Apa salahnya?

.
.
.

Setelah keributan itu berakhir, mereka sepakat untuk duduk berpencar. Tisha duduk diatas jaket Jeffian yang dijadikan alas karena ia sedang menggunakan rok, melihat banyak anak kecil berlarian diantara mereka. "Ini bocahnya apa nggak bisa di sewa ya, yang?" ujar Jeffian, pandangannya menatap beberapa keluarga kecil yang sedang menikmati sore hari disini.

Tisha meletakkan kepalanya diatas bahu kiri Jeffian, "Ah sok iye banget mau sewa, nanti nangis kamu panik." jawab Tisha diikuti kekehan Jeffian. Lihatlah, lucu sekali mereka. Namun biaya hidupnya tidak bisa dibilang lucu.

"Kamu mau punya anak berapa, yang? Lupain aja kalau kamu mau childfree." Tisha tertawa kecil, ia memilin ujung kemeja Jeffian dan sedang membayangkan lucunya anak mereka. Kalau mereka berjodoh itu pun, tapi memang sudah seharusnya berjodoh. Tisha akan memaksa.

"Dua atau tiga? Ya nggak banyak, tapi aku bisa kasih mereka rasa nyaman, aman, sayang. Perempuan harus ada, buat nemenin aku. Tapi, kalau Tuhan nggak kasih juga nggak apa-apa. Aku jadi punya tiga ksatria!" ujarnya semangat.

Jeffian mengerti, "Kembar nggak sih, yang? Langsung empat jder dah mantep." pukulan mendarar di lengannya, Tisha menatap Jeffian tidak percaya. Kemauan yang diluar nalar.

"Woy! Aku ini bukan kucing!"

"Haha, maaf maaf. Yaudah satu atau dua, tapi di awal hidup kita bakal berubah tau, yang."

Tisha memeluk erat lengan kiri Jeffian, "Berubah gimana? Kamu jadi ultramen?"

Pandangan Jeffian tertuju ke depan, melihat seorang anak lelaki yang memeluk ayah ibu nya dengan gembira. "Nanti kita nggak bisa berduaan karena ada anak kita terus sampai mereka udah punya kehidupan sendiri, sisa kita berdua lagi deh sampai meninggal. Bisa kamu dulu atau aku dulu, bareng kali ya request gitu apa nggak bisa?" selesai dengan ucapannya Tisha masih diam.

Jeffian menoleh ketika merasakan lengannya basah, Tisha sangat terharu hingga tidak bisa menyembunyikan air matanya. "Jangan nangis, yang. Malu ah, dah cup cup." Jeffian mencoba menghapus air mata Tisha, tidak menyangka jika pacarnya akan menangis seperti ini.

"Aku sedih, takut bukan jodohmu hukss..."

"Nikah aja apa ya kita? Tapi, aku belum kaya raya."

"Yaudah ayo pesugihan, tapi kalau tumbalnya kamu aku nggak rela. Kamu terlalu ganteng buat join circle begituan, apa aku jual kamu aja ya?"

"Heh!"


































an.
anyonghaseye, ada yang nunggu enih ga ci?
ayo parfum nya jangan lupa di beli ya guise!!

liéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang