Hari ke 10.

921 167 9
                                    

Hari ini Tisha tidak pulang kerumahnya melainkan pulang ke kost Jeffian. Rencananya sore ini akan ia habiskan untuk membuat kukis, menonton film, dan mengerjakan tugas. Toh, Tisha sudah meminta izin pada mamanya dan berjanji akan pulang kurang dari jam 10 malam. Sekarang pukul tujuh malam, Tisha menikmati kukis buatannya yang agak gosong itu sembari memantau sang kekasih yang sedang mengerjakan tugasnya.

"Sayang, kamu kalau serius gitu ganteng deh hehe." katanya, Tisha yang malu pun menutupi wajahnya dengan bantal sofa dan menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri. Jeffian menoleh dan menaikkan sebelah alisnya menatap Tisha yang malu.

Gadis itu malah melempar bantal tersebutkarena merasa Jeffian sangat menyebalkan, membuat hatinya repot saja, "Jangan lihat! Aku malu!" pekiknya. Ia menjauhkan dirinya dari Jeffian karena telalu terlihat salah tingkah, ah memalukan sekali.

Jeffian menutup bukunya dan menyingkirkan bukunya, terkekeh lucu sebelum beranjak untuk duduk di sofa. "Sini, yang. Jangan jauh-jauh nanti diambil orang." Tisha langsung berdiri dari tempatnya dan duduk disamping sang pacar, menaruh kepalanya diatas bahu Jeffian. Merasa jika beban  hidupnya sedikit berkurang karena ia memiliki sandaran hidup sekarang.

Tangan kiri Jeffian mengusap rambut Tisha dari belakang, "Aku bersyukur banget ketemu kamu, yang." ucapnya tiba-tiba. Gadis cantik itu langsung memeluk Jeffian dari samping, mengusak wajahnya pada dada bidang lelaki itu. Tisha juga merasakan hal yang sama, keisengan membawanya pada Jeffian. Ia tidak pernah bertemu lelaki tampan sebaik Jeffian, lelaki ini mengerti bagaimana merawat pacar dengan baik.

"Aku juga, aku sayang kamu." sambung Tisha.

Sepertinya membohongi Tisha bukanlah hal benar, Jeffian tahu itu. Apalagi sepertinya Tisha benar-benar menyayangi dirinya, seperti dirinya yang menyayangi Tisha. " Aku mau jujur sama kamu, yang. Tapi kamu jangan marah ya?" Si cantik itu langsung melepaskan pelukannya pada Jeffian, ia menatap lelaki itu dengan pandangan horror.

"Aku sebenernya pacaran sama kamu gara-gara taruhan." mata Tisha membulat, jantungnya terasa ingin melompat dari tempatnya. Pernyataan bodoh apa ini? Otak Tisha tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya. Bisa-bisanya Jeffian menjadikannya bahan taruhan sedangkan lelaki itu bisa merawatnya dengan sangat sangat baik.

Tidak percaya. Tisha pun berkata, "Bohong ya?" ia tidak bisa membendung rasa kecewanya jika Jeffian benar-benar seperti itu. Mari tarik pernyataan Tisha tentang lelaki tampan yang baik, ternyata pacarnya tidak jauh beda dengan mantan-mantannya yang terdahulu.

Jeffian mengangguk mantap, ia akan menjelaskan semuanya sembari merapalkan doa agar Tisha tidak mengamuk dan meraka berakhir putus. "Bener, yang. Temen aku ngajak taruhan, kalau aku nggak baper selama sebulan aku dapet lima belas juta. Tapi, aku tiga hari sama kamu udah baper." tutur Jeffian dengan suara pelan, berharap Tisha akan mengerti.

Gadis itu menutup mulutnya tidak percaya. Bodoh, Ejej adalah manusia terbodoh. Ia ingin berteriak seperti itu rasanya, "Kamu kok bego." Tisha nyaris menangis saaat itu juga dan Jeffian panik karena ia mengira Tisha menangis karena kecewa dengan dirinya.

"Maaf ya, aku buat kamu kecewa." tambahnya, ia menarik pergelangan tangan Tisha dan memeluknya. Mengusap surai coklat Tisha dengan sayang, menepuk-nepuknya perlahan. Ia mencoba sebisa mungkin menenangkan jiwa Tisha yang terguncang ingin menghujat pacarnya.

"Hiks kamu bego banget, kenapa nggak bilang dari awal. Kamu kan bisa pura-pura nggak baper terus uangnya bisa dibagi dua sama aku, aku mau ganti tab huhuhu."

"Apa?" Jeffian tidak salah dengar kan? Gadisnya memiliki alasan seperti itu? Tisha tidak marah? Padahal Jeffian sudah menyiapkan pipi kirinya untuk minimal ditampar oleh Tisha, tapi nyatanya gadis cantik itu malah menangisi uang taruhan yang melayang karena ia terlalu terbawa perasaan saat tiga hari berpacaran?

liéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang