Hari ke 8.

949 188 17
                                    

Tisha menaruh sekotak kue coklat diatas meja ruang tamu begitu sampai dirumah Twinkie, rumah modern yang sedang dihias oleh segala perintilan untuk merayakan chinese new year. Gadis itu merebahkan dirinya disalah satu sofa disana, "Mana Teresa?" tanyanya pada Twinkie yang sibuk menjepit rambutnya permen karet nya itu.

"Ape?" Teresa datang setelah mencuci mukanya, ia akan merias ulang wajahnya karena tadi agak luntur terkena hujan. Si manis itu mulai membuka pouch yang ia bawa dalam tasnya dan Tisha hanya memperhatikan gerak-gerik Teresa tepat disampingnya.

Ingat sesuatu, Tisha melepaskan jaketnya terlebih dahulu. "Titipan gue mana?" Twinkie berhenti menjepit rambutnya, ia memperhatikan Tisha yang meminta sesuatu pada Teresa. Sedangkan ia hanya menunjuk sebuah paper bag tepat disamping Twinkie menggunakan dagu nya.

"Tuh." Tisha langsung mengambil bungkusan tersebut dan tertawa kecil, melihat isinya dan ternyata lengkap. Pacarnya pasti suka ini, pikirnya.

Twinkie yang sudah selesai dengan rambutnya menoleh ke arah Tisha, "Lo pacaran udah seminggu ya? Teresa aja baru first date." ujarnya santai. Kini ia beralih menghias kelopak matanya yang cantik itu, tidak peduli dengan Teresa yang memasang wajah dongkol. Ingin rasanya memukul Twinkie, tapi ia urungkan karena Twinkie berisik sekali ketika di sentuh sedikit.

"Ye bacot ah." Ujar Teresa, malas ribut dengan gadis berdarah China itu. Twinkie hanya tertawa senang, sedangkan Tisha tidak peduli. Ia akan menuju ke kost pacarnya untuk memberikan bungkusan ini.

Memasang wajah berpikir, Teresa bertanya pada Tisha disana. "Ngomong-ngomong, Tish. Lo pacaran kok damai banget atau perasaan gue aja?" menurutnya ini adalah hal yang kurang wajar, Tisha bisa bercerita banyak mengenai keributan bersama pasangannya hingga dua malam. Namun ini? Tidak ada ia mendengar cerita Tisha menghujat pacarnya kali ini. Kecuali saat Jeffian tidak sengaja meninggalkan celana nya di kamar Tisha beberapa hari lalu saat mereka kehujanan dan bunda Tisha mengomelinya setelah itu.

"Biasanya yang punya hubungan jarang ribut itu kalau nggak beda agama ya jagain pasangan orang━

Bugh

Tisha melempar bantal sofa tepat mengenai kepala Twinkie yang sudah dihiasi jepitan lucu, membuat si manis itu membulatkan matanya kaget. "Heh! Jaga alat gosip lo ya, Wink! Enak aja, gue sama Ejej satu agama dan nggak mungkin dia jodoh orang. Iya, nggak mungkin. Kalau beneran... ya nggak bisa lah! Pokoknya Ejej sama gue." bantah Tisha tidak mau kalah. Teresa hanya mengangguk terpaksa bersama Twinkie yang ikut mengangguk semangat, mereka harus membuat Tisha senang.

.

.

.

"Nah iya. Sebelah situ, yang. Kanan dikit, oke. Tapi kata temen kamu ada benernya, yang. Kita nggak tau jodoh orang." ujar Jeffian ketika Tisha selesai bercerita mengenai hal yang dikatakan Twinkie tadi, ia jadi kepikiran. Sebenarnya tidak penting, tapi cukup penting. Gadis itu masih memijat kepala Jeffian dengan serum rambut yang ia beli dari Teresa tadi.

Mendengar itu jemari Tisha berhenti memijat kepala Jeffian, membuat sang pacar menoleh ke arah belakang. "Kok kamu ngomongnya gitu?" tanya Tisha sedikit kecewa, nyaris menangis. Nampak lucu dimata Jeffian, lantas tangannya menangkup pipi Tisha hingga bibirnya terjepit lucu.

Tisha menatap mata Jeffian dengan pandangan sedikit berkaca-kaca, "Kita emang nggak tau jodoh orang itu siapa. Tapi kalau kamu itu jodoh aku, udah. Paham kamu, dek?" Tisha mengangguk perlahan, setidaknya ia sedikit tenang. Kalau kenyataannya berbalik? Tidak, mereka harus memiliki dan itu sudah seharusnya mutlak!

Dengan cepat, Jeffian memeluk gadisnya erat sembari mengusap rambut panjangnya yang tergerai, "Utututututu cayang-cayang. Jangan sedih ya?" ujarnya menenangkan Tisha yang mulai bergerak untuk bersembunyi dipundaknya.

liéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang