Chapter 7

350 43 0
                                    

Utakata mengedarkan pandangannya ke beberapa orang yang berlalu lalang, berusaha menemukan keberadaan Sasuke. Mereka sudah membuat janji untuk bertemu, tapi tidak sesuai perkiraan. Laki-laki itu terlambat lima belas menit dari waktu semula. Sudah selama dua bulan ini Sasuke menanyakan masalah pekerjaan padanya yang bekerja sampingan menjadi pelayan Cafe. Uta tidak tahu untuk apa Sasuke ingin bekerja meskipun orangtuanya memiliki harta yang berlimpah, Ayahnya bahkan merupakan salah satu petinggi kepolisian. Tidak seperti dirinya yang setiap sore hingga malam selalu membanting tulang demi menafkahi adik-adiknya. Ia anak yatim piatu, sedangkan Sasuke tidak. Masih menerka-nerka, Uta heran sendiri kenapa Sasuke sampai rela bermandi keringat padahal hidupnya benar-benar telah terjamin.

Lima menit lagi, lihat saja jika Sasuke masih belum menampakkan batang hidungnya maka Uta akan pergi. Cuaca hari ini cukup mendung, takut-takut jika tidak segera maka hujan akan turun nantinya. Kembali, Uta mengamati sekitar kemudian netranya menemukan Sasuke. Dia berjalan tergopoh-gopoh ke arahnya sembari menggandeng tangan Sakura. Sekejap matanya membulat tak percaya. "Maaf, aku sedikit terlambat."

"Hei, kenapa kau membawa Sakura?" Bukan apa-apa, Uta hanya merasa aneh saja.

Sasuke dengan wajah lebam-lebam begitu mengaku jika lukanya tercipta karena ia habis dipukuli preman ketika pulang sekolah. Empat hari belakangan sejak kakaknya itu menghajar dirinya, Itachi jadi jarang sekali mengajaknya bicara. Tidak bermaksud membohongi, Sasuke merasa jika masalah mengenai dia dan Itachi biar ia tanggung sendiri. Belum saatnya Sakura tahu. Tidak masalah dengan sakitnya itu, namun konsekuensinya membuat Sasuke tidak habis pikir. Sakura tidak mau melihat wajah babak belurnya. Bahkan dia mengatakan wajah memar begitu membuatnya jengkel sendiri. Anehnya, sekarang perempuan itu malah menempel pada Sasuke. Omong-omong mereka ini kan ada janji berdua, lalu Sakura di sini untuk apa?

"Dia tidak bisa pulang jika tidak denganku. Karin ada latihan drama, dan Nii-sannya sedang bekerja."

"Kau yakin? Bagaimana jika kau mengantar Sakura pulang terlebih dahulu."

"Tidak mau, pokoknya aku ikut." Oh, baiklah. Perempuan akan selalu menang. Uta memutar matanya bosan setelah menyadari tangan Sakura yang menempel erat pada lengan Sasuke, dilihat-lihat mereka memang selalu mesra. "Aku kan sudah bilang, kau itu tidak perlu bekerja. Lagi pula uang tabunganmu sudah cukup untuk mmmhhh..."

Gawat! Sasuke segera membungkam mulut Sakura ketika perempuan itu mulai bicara mengenai rahasia mereka. Uta jadi mengeryit heran sembari mengangkat sebelah alisnya. "Untuk?"

"Untuk memodif motorku!"

Jadi tujuan Sasuke bekerja hanya untuk memodifikasi motornya? Gila sekali, kenapa laki-laki ini tidak langsung saja meminta uang pada orangtuanya? Uta tidak habis pikir. "Sakura, sebaiknya kau pulang. Memangnya kau mau menemani Sasuke sampai malam?"

"Tidak masalah."

Dasar keras kepala! Siasat apa pun nyatanya tidak berpengaruh apa-apa. Mengharapkan Sasuke memaksa Sakura pulang tidak ada gunanya, dia itu terlalu penurut pada kekasihnya. Sampai akhirnya Uta menemukan keberadaan Naruto tengah berjalan santai sembari memutar-mutar kunci mobil. Anak itu rumahnya searah dengan rumah Sakura, mungkin tidak akan menjadi masalah jika mereka pulang berdua. Diam-diam mengamati, Sasuke sedikit mengeryit heran ketika Uta memanggil-manggil nama Naruto. Seperti biasa, dia selalu trendy dan maskulin. Laki-laki nakal itu tumben sekali pulang di jam segini.

"Ada apa?"

"Kau mau pulang ke rumahkan?"

"Ya."

"Bagus, kebetulan sekali." Sasuke menunggu saja Uta merencanakan sesuatu. "Sakura juga akan pulang, kau bisa sekalian mengantarnya juga kan?"

Crazy Love (Sasusaku Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang